Gengsi Mudik dan Kesehatan Mental di Bulan Ramadhan
Siapakah yang berani bilang, "Mari kita jalani puasa dengan tenang"? Untuk kita yang perantauan ini, Ramadan bukan sekadar menahan lapar dan haus.
Sejak hari pertama, bayang-bayang mudik sudah mengisi kepala. Bukan hanya soal kapan bisa pulang, tapi juga bagaimana caranya, dengan apa, dan apa yang harus dibawa. Pulang dengan tangan kosong? Ah, tentu saja gengsi.
Bagi yang tak punya kendaraan sendiri, berburu tiket mudik gratis yang diselenggarakan oleh pemerintah atau perusahaan swasta jadi tantangan tersendiri.
Satu kursi bus atau kereta api yang gratis itu bagai emas di tengah padang pasir, dan kalau tak kebagian, pilihan berikutnya adalah berburu tiket berbayar yang harganya melambung tinggi. Ada yang bersiasat dengan membeli jauh-jauh hari, ada pula yang pasrah mengadu nasib di loket terakhir.
Jika semua itu gagal, masih ada alternatif: bus yang berjejal atau kereta ekonomi dengan perjalanan panjang yang menuntut kesabaran luar biasa.
Tapi bagi mereka yang badannya masih kuat, semangat mudik lebih besar dari rasa lelah. Tak sedikit yang memilih menempuh perjalanan ratusan kilometer dengan motor, dari Jakarta ke Jombang, dari Bekasi ke Blitar, membelah jalanan bersama ribuan pemudik lain yang rela tersiksa demi satu hal kembali ke kampung halaman.
Semangat mudik ini bukan sekadar soal rindu keluarga, tapi juga tentang pembuktian diri.
Ada sesuatu yang harus dibawa pulang---entah itu barang, cerita sukses, atau sekadar ilusi bahwa hidup di rantau telah membawa perubahan. Itulah sebabnya, Ramadan justru menjadi bulan di mana angka jual beli mobil meningkat drastis.
Tak sedikit yang nekat mengambil kredit hanya untuk memastikan bahwa saat pulang kampung nanti, mereka terlihat lebih berhasil. Meski setelah Lebaran, dompet terkuras, cicilan menunggu, dan kenyataan kembali menampar keras, setidaknya selama beberapa hari, mereka bisa berjalan tegap di hadapan sanak saudara.
Tapi tak semua perantau larut dalam euforia ini. Ada yang tetap hidup dengan sederhana, mengutamakan ibadah, berusaha istiqomah menahan godaan belanja berlebihan.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Gadai Peduli Solusi Keuangan Masyarakat
Kasih Bocoran Outfit Lebaran
MYSTERY CHALLENGE
Instagram Reels
Reportase Kondisi Pasar Jelang Lebaran
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025