agus hendrawan
agus hendrawan Guru

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Ngabuburit Main "Kolecer"

22 Maret 2024   08:57 Diperbarui: 23 Maret 2024   16:38 2673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ngabuburit Main "Kolecer"
Sumber gambar dokpri

Semasa kanak-kanak disaat bulan Ramadhan yang berotasi dari tahun-ketahun kadang bertepatan dengan musim permainan tradisonal "Kolecer", kala itu kami senantiasa memanfaatkannya sebagai ajang "Ngabuburit". Di mana momen ini adalah momen epik dalam hidup saya yang tidak terlupakan.

Lalu apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana permainan tradisional "Kolecer" itu? Mari kita bahas sama-sama:  

What?

"Kolecer", apa itu? Adalah nama sebuah benda semacam kincir angin terbuat dari kayu atau bambu dengan ukuran beragam, dari yang terkecil berukuran sekitar 5 cm sampai yang berukuran besar berukuran 3 meter bahkan lebih.

Where?

Di mana "Kolecer" dapat ditemukan? Sementara sejauh pengetahuan yang saya miliki "Kolecer" bisa ditemukan di daerah Sunda tepatnya di dataran tinggi perbukitan dan pesawahan dengan terpaan angin yang kencang, terutama saat Angin Muson Barat yang memang saatnya datang angin relatif kencang yang akan membuat "Kolecer" berputar dan mengeluarkan keunikannya masing-masing.

Daerah perbukitan atau pesawahan teras siring yang mengarah ke ngarai atau lembah seperti daerah saya di daerah Subang selatan yang sebelah selatan berbatasan dengan Lembang Bandung, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang (Ranca Kalong dan sekitarnya) adalah daerah dimana "Kolecer" dengan mudah dapat ditemukan pada musimnya.

When? 

Kapan "Kolecer" bisa dijumpai? Umumnya "Kolecer" biasa ditemukan saat musim Angin Muson Barat, dimana saat itu angin berhembus cukup kencang terutama pada daerah perbukitan dan teras siring pesawahan yang menghadap ke lembah. Angin yang maksimal biasa datang pada sore hari sekitar saat matahari condong kearah barat.

Who?

Siapa saja yang suka bermain "Kolecer"? Adalah penduduk setempat namun tidak menutup kemungkinan penggemar "Kolecer" datang dari daerah lain yang datang dengan sengaja berbaur dengan penduduk setempat.

Orang dewasa ada yang memainkannya sampai berupa kontes kejuaraan, sementara anak-anak hanya memainkannya sebagai mainan tradisional.

Why?

Kenapa "Kolecer" dimainkan? Dengan berbagai keahlian yang dimiliki seorang pengrajin (pembuat kolecer), benda ini bisa mendatangkan keunikan tersendiri saat beroperasi terutama dari segi keindahan ritme dan suara yang dihasilkan saat "Kolecer" berputar diterpa angin.

Semakin kencang angin berhembus, maka semakin jelas juga sebuah "Kolecer" menampilkan keunikannya sesuai spesifikasi yang sudah ditentukan Si Pembuatnya.

Hal ini bisa melibatkan bahan, bentuk, ukuran dan masih banyak lagi. Spesifikasi yang berbeda maka akan menghasilkan keunikan yang berbeda juga pada setiap "Kolecer" yang dibuat.

How?

Bagaimana "Kolecer" dibuat dan dimainkan? "Kolecer" dibuat oleh pengrajin yang berpengalaman menggunakan bahan kayu atau bambu yang tidak mudah patah namun lentur.

Spesikasi bentuk, ukuran, bahan, tingkat kekeringan bahan, dan hal lain yang hanya diketahui Si Pengrajin adalah modal utama untuk membuat sebuah "Kolecer" sehingga kolecernya menjadi bahan tontonan yang mengasyikan.

Beragam motif dapat berbeda pada seorang pemain "Kolecer". Ada yang sekedar menyalurkan hobi, sampai menjurus kepada sebuah kontes kejuaraan. Di mana pada tempat dan saat yang telah disepakati semua berkumpul dan menunjukan pertunjukan yang disajikan "Kolecer" yang dimilikinya, pemenangnya mendapat hadiah yang telah ditentukan.

Tidak aneh "Kolecer Kontes" harganya ada yang mencapai jutaan untuk saat ini. Demi keamanan kolecer berkualitas yang mahal harganya sering dinaikan dan diturunkan menurut kehendak Si Pemiliknya, karena Si Pemilik tidak mau kehilangan "Kolecer" kesayangannya.

"Kolecer" berkualitas hanya dipasang ketika bersama pemiliknya, sementara "Kolecer Biasa" umumnya dibiarkan sepanjang hari berputar menghiasi pesawahan, kebun, bukit, dan bahkan dekat pemukiman.

Input sumber gambar dokpri
Input sumber gambar dokpri

Sementara saya mengenal "Kolecer" semenjak kanak-kanak, dan hanya membuatnya sendiri dari bambu bahkan daun kelapa yang dimodivikasi sedemikian rupa. Yang penting kolecer bisa berputar saat diterpa angin, ukurannya pun tidaklah besar paling hanya berukuran 5cm sebagai "Kolecer Mainan".

Saat musim "Kolecer" jatuh pada bulan Puasa kesempatan ini kami gunakan sebagai ajang "Ngabuburit" bersama teman sebaya. Lain halnya dengan "Kolecer Kontes" yang memerlukan tiang dan tempat setinggi mungkin.

Kolecer mainan hanya memerlukan tiang setinggi badan kanak-kanak, bahkan kami membawa dan memutarkannya sambil berlari atau hanya berdiri mematung berlawanan dengan arah angin berhembus.

Harapan Penulis

Di tengah laju modernisasi dan globalisasi yang terus berkembang, terdapat suatu harapan yang terjalin untuk keberlanjutan budaya kearifan lokal permainan tradisional "Kolecer".

Sebagai warisan tak ternilai dari nenek moyang, budaya ini mengandung kekayaan nilai, dan tradisi yang telah terpelihara semenjak saya kanak-kanak.

Pada setiap aspeknya, budaya kearifan lokal merupakan cermin dari identitas suatu masyarakat, menandakan kedalaman sejarah, serta tradisi yang terbukti relevan dari masa ke masa. Dari adat istiadat hingga kearifan lokal tentang alam dan lingkungan, budaya ini telah menjadi fondasi kuat bagi kehidupan berkelanjutan.

Harapan akan lestarinya budaya kearifan lokal tidaklah semata-mata berbicara tentang mempertahankan tradisi untuk tradisi itu sendiri, tetapi lebih merupakan upaya untuk menjaga keberagaman, menghormati warisan leluhur, dan memelihara keseimbangan antara manusia dan alam.

Dengan mempertahankan budaya kearifan lokal, kita juga memelihara akar-akar yang menghubungkan kita dengan tanah air kita dan memperkaya pengalaman manusia secara keseluruhan.

Di tengah arus modernisasi yang kadang menekan untuk menggusur nilai-nilai lokal dengan standar global, penting bagi masyarakat untuk tetap berkomitmen pada pelestarian budaya mereka sendiri.

Dengan menggali kembali kearifan nenek moyang, kita tidak hanya mengenang masa-masa kecil yang berharga, tetapi juga menunjukkan kepada dunia bahwa keberagaman budaya adalah aset yang tidak boleh diabaikan.

Melalui pendidikan, penelitian, pelestarian, dan pengembangan, harapan untuk mempertahankan budaya kearifan lokal dapat menjadi kenyataan. 

Dengan upaya bersama dari individu, masyarakat, dan pemerintah, kita dapat memastikan bahwa warisan berharga ini tetap hidup dan terus memberi inspirasi bagi generasi mendatang.

Budaya kearifan lokal adalah cagar budaya yang harus dijaga dengan penuh kebanggaan dan rasa tanggung jawab, karena di dalamnya terdapat harta karun tak ternilai yang menjadikan kita manusia yang lebih berbudaya dan bijaksana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun