Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Hilirisasi Bukan Hanya Tambang, Saatnya Pangan Jadi Prioritas!

14 Maret 2025   05:50 Diperbarui: 16 Maret 2025   21:52 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi--Pedagang saat menunggu pembeli di pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu (13/12/2023). (KOMPAS/PRIYOMBODO)

 Indonesia tengah gencar mengembangkan hilirisasi sumber daya alam, terutama nikel dan bauksit. Namun, sebagai negara agraris dan maritim, sudah saatnya konsep hilirisasi diperluas ke sektor pangan dan perikanan demi ketahanan ekonomi yang berkelanjutan.

Hilirisasi dan Tantangan Ekonomi Indonesia

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia mendorong hilirisasi sebagai strategi utama untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Langkah ini bertujuan agar Indonesia tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga mengolahnya menjadi produk bernilai tinggi yang bisa meningkatkan pendapatan negara, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat industri dalam negeri. Salah satu contoh nyata adalah hilirisasi nikel yang menjadi bahan utama baterai kendaraan listrik.

Namun, hilirisasi yang difokuskan pada sumber daya alam pertambangan saja tidak cukup untuk mewujudkan kedaulatan ekonomi. Indonesia bukan hanya negara yang kaya mineral, tetapi juga memiliki potensi agraris dan maritim yang luar biasa. Sebagai negara yang dijuluki "zamrud khatulistiwa", Indonesia memiliki tanah yang subur, iklim tropis yang mendukung pertanian, serta lautan yang luas dengan hasil perikanan yang melimpah.

Ironisnya, meskipun Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan maritim, masih banyak bahan pangan pokok yang diimpor. Contohnya, kedelai yang merupakan bahan baku utama tempe---makanan khas Indonesia---lebih dari 80% masih berasal dari impor. Begitu pula dengan beras premium, gandum, gula, hingga garam yang seharusnya bisa diproduksi sendiri tetapi masih sangat bergantung pada pasar global.

Jika hilirisasi nikel ditujukan untuk menciptakan rantai industri kendaraan listrik, maka hilirisasi di sektor pangan dan perikanan harus menjadi bagian dari strategi besar untuk mencapai ketahanan pangan, meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan, serta mengurangi ketergantungan pada impor.

Mengapa Hilirisasi Pangan Penting?

bengkulu.antaranews.com
bengkulu.antaranews.com

Hilirisasi pangan bukan sekadar menambah nilai ekonomi, tetapi juga menyangkut kedaulatan pangan nasional. Ketika suatu negara bergantung pada impor bahan pangan, maka harga dan pasokan pangan sangat rentan terhadap dinamika global. Krisis pangan, perubahan kebijakan dagang negara lain, hingga ketidakstabilan ekonomi global bisa berdampak langsung pada ketahanan pangan di dalam negeri.

Selain itu, sektor pertanian di Indonesia sering kali menghadapi masalah klasik seperti:

  1. Harga anjlok saat panen raya -- Ketika produksi melimpah, harga produk pertanian seperti beras, cabai, dan bawang bisa jatuh drastis karena kelebihan pasokan yang tidak tertampung oleh industri pengolahan.
  2. Ketergantungan pada bahan baku impor -- Banyak produk olahan di Indonesia masih mengandalkan bahan baku dari luar negeri, seperti kedelai untuk tempe dan tahu, gandum untuk mi instan dan roti, serta gula untuk industri makanan dan minuman.
  3. Kurangnya infrastruktur dan teknologi pertanian -- Petani di Indonesia masih menghadapi kendala dalam akses teknologi, distribusi, serta sistem logistik yang tidak efisien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun