Indonesia masih bergulat dengan rendahnya budaya membaca dan literasi. Data dan berbagai survei menunjukkan bahwa minat baca masyarakat kita masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Padahal, literasi adalah fondasi peradaban, kunci pembuka pintu ilmu, dan senjata utama menghadapi era informasi yang terus berkembang.
Sayangnya, kesadaran akan pentingnya literasi sejak dini belum merata. Banyak yang masih menganggap membaca sebagai aktivitas yang biasa saja atau bukan kebutuhan penting dalam pendidikan dan kehidupan sehari-hari.
Namun, di sisi lain ada pula orangtua yang memahami betul bahwa budaya membaca harus ditanamkan sejak dini agar anak tumbuh menjadi pribadi yang cerdas dan kritis.
Saya termasuk yang percaya akan pentingnya menanamkan kebiasaan membaca sejak kecil. Salah satu kebiasaan yang rutin saya lakukan adalah mengajak anak mengunjungi Perpustakaan Soeman HS di Pekanbaru.
Sepulang sekolah, kami sering menghabiskan waktu disana. Tenggelam dalam lembaran-lembaran buku yang membawa kami ke dunia penuh pengetahuan dan imajinasi.
Nah, ada satu hal yang menarik perhatian saya selama berkunjung ke perpustakaan.
Dulu, ketika berbicara tentang parenting maka sosok ibu selalu menjadi figur utama dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Namun, zaman telah berubah.
Kini, peran ayah dalam parenting semakin menonjol dan perlahan menantang pola pikir patriarki yang selama ini melekat.
Di Perpustakaan Soeman HS, saya sering melihat pemandangan yang menghangatkan hati. Para ayah datang bersama dengan anaknya. Lalu memilih buku bersama, membaca dengan penuh kesabaran, bahkan berdiskusi tentang isi buku.
Sekalipun tanpa ditemani istri mereka tetap menjalankan peran pengasuhan dengan penuh tanggung jawab. Tidak ada rasa malu dan gengsi.
