Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.
Cahaya Ramadan di Bazaar Pegadaian
Cahaya Ramadan di Bazaar Pegadaian
Di tengah gemerlap lampu dan riuh rendah suara tawa, Ramadan kali ini terasa berbeda. Sebuah festival yang digelar Pegadaian bukan sekadar bazaar biasa, melainkan sebuah perjalanan yang mengubah hidup banyak orang. Di balik tawa dan kebersamaan, ada ketegangan, harapan, dan doa yang mengalir deras, mengukir cerita yang takkan terlupakan.
Kala langit mulai memerah oleh senja, Bazaar Ramadan Pegadaian baru saja dimulai. Aroma makanan menggoda, suara musik mengalun lembut, dan kerumunan orang yang sibuk memilih barang-barang di stan UMKM. Di tengah keramaian itu, ada seorang wanita paruh baya bernama Ibu Sari. Matanya sembab, tangannya gemetar memegang selembar kertas. Kertas itu adalah surat tagihan rumah sakit untuk anaknya yang sedang kritis.
Ibu Sari berjalan pelan menuju stan Bank Emas Pegadaian. Dia membawa kalung emas peninggalan almarhum suaminya, satu-satunya harta berharga yang dimilikinya. "Ini untuk anak saya," bisiknya lirih pada petugas di stan. Petugas itu, seorang wanita muda bernama Rani, tersentak melihat air mata yang mengalir di pipi Ibu Sari. Rani segera memproses pengajuan gadai emas itu, tapi hatinya gundah. Apa yang bisa dia lakukan selain membantu sesuai prosedur?
Di sisi lain bazaar, seorang pemuda bernama Arif sedang mengikuti Seminar Emas. Matanya berbinar mendengar penjelasan tentang investasi emas. Tapi, di balik semangatnya, ada kegelisahan. Arif adalah seorang pengusaha kecil yang hampir bangkrut karena pandemi. Dia berharap, dengan memahami literasi keuangan, dia bisa bangkit lagi. Tapi waktu terus berjalan, dan utangnya menumpuk. Bisakah dia bertahan?
Ketegangan semakin terasa ketika tiba-tiba hujan deras mengguyur bazaar. Stan-stan UMKM berusaha melindungi barang dagangan mereka, sementara panitia berusaha menenangkan pengunjung. Di tengah kekacauan itu, Ibu Sari duduk terpaku di bangku, menunggu kepastian dari Rani. Arif, yang melihat Ibu Sari, merasa ada kesamaan di antara mereka: sama-sama berjuang melawan takdir.
Rani kembali dengan senyum lebar. "Ibu, emasnya bisa digadaikan, dan nilainya cukup untuk biaya rumah sakit anak Ibu," katanya. Ibu Sari menangis bahagia, sambil memeluk Rani erat. Arif, yang menyaksikan kejadian itu, merasa ada dorongan kuat di hatinya. Dia mendekati stan Pegadaian dan bertanya tentang pinjaman untuk usahanya. "Saya ingin bangkit lagi," katanya dengan tekad bulat.
Malam semakin larut, hujan pun reda. Bazaar Ramadan Pegadaian berakhir dengan kebahagiaan dan harapan baru. Ibu Sari pulang dengan hati lega, Arif menemukan jalan untuk bangkit, dan Rani merasa puas bisa membantu. Di langit, bulan Ramadan bersinar terang, seolah memberi berkah pada setiap langkah mereka.
Ramadan bukan hanya tentang puasa dan ibadah, tapi juga tentang kebersamaan, harapan, dan perjuangan. Di balik setiap ketegangan, ada cahaya yang menuntun kita pada solusi. Pegadaian, melalui festival ini, bukan hanya memberikan solusi keuangan, tapi juga menjadi saksi bisu dari cerita-cerita manusia yang berjuang melawan kerasnya hidup. Dan di tengah semua itu, Ramadan mengingatkan kita: bahwa kita tidak pernah sendirian.
Content Competition Selengkapnya
Kisah Inspiratif Orang-Orang di Sekitarmu
MYSTERY TOPIC
Mystery Topic 4
Mudik Hijau untuk Kurangi Jejak Karbon
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025