Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Diplomat

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Hukum dan Filosofi Mengucapkan Selamat Datang Ramadan

11 Maret 2024   06:00 Diperbarui: 11 Maret 2024   06:21 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum dan Filosofi Mengucapkan Selamat Datang Ramadan
Sumber gambar: BPIP

Seiring dengan kemajuan teknologi digital, terdapat tradisi yang terus berkembang di kalangan umat Muslim di Indonesia yaitu saling mengucapkan selamat Ramadan kepada saudara, sanak kerabat, dan handai taulan dengan menggunakan Whatsapp, Instagram, X (dulunya Twitter) dan aplikasi messenger lainnya.

"Ucapan selamat datang Ramadan bisa datang dari mereka yang memulai puasa pada 11 Maret 2024 seperti yang diputuskan PP Muhammadiyah ataupun yang memulai puasa pada 12 Maret 2024 seperti yang diputuskan oleh Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag)," ujar seorang teman dalam perbincangan di sebuah group Whatsapp.

"Benar sekali. Pada dasarnya, mau memulai puasa pada 11 atau 12 Maret 2024 boleh-boleh saja, tidak ada larangan. Yang tidak boleh justru kalau tidak menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Karena dalam Rukun Islam, menjalankan puasa di bulan Ramadhan merupakan hal yang wajib, selain mengucapkan dua kalimah Syahadat, mendirikan Shalat, membayar Zakat atau pergi haji jika mampu," timpal seorang teman yang lain.

"Lalu bagaimana dong hukum mengucapkan Selamat Ramadhan dalam Pandangan Islam?," tanya seseorang masih di group Whatsapp yang sama.

"Begini, ucapan selamat, pada asalnya ialah termasuk dalam bab al 'adaat, kebiasaan manusia. Dan hukum asal dari kebiasaan ialah mubah (boleh), hingga datang dalil yang mengkhususkan status hukumnya. Maka barulah status mubah tersebut bisa berubah ke status hukum yang lain (yaitu wajib, sunnah, makruh, dan sebagainya),"  saut seseorang yang dikenal sebagai lulusan pesantren.

"Hal yang menunjukkan bahwa ucapan selamat ialah kebiasaan, ialah perbuatan para sahabat yang saling memberi ucapan selamat di hari raya ('Ied). Mereka biasa memberi ucapan selamat bertepatan dengan waktu hari raya tersebut.," ujar teman tersebut lebih lanjut.

“Karena memberikan ucapan selamat adalah kebiasaan, maka kita bisa melihatnya dari motifnya,” sela seorang anggota yang diketahui sebagai sosiolog.

“Maksudmu motif batik, kembang-kembang atau lurik?,” tulis yang lain sambil menyertakan icon tertawa

“Ha ha ha ... bisa aja ente becandanya. Begini, motif disini adalah dasar tindakan yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan tertentu seperti yang disebutkan dalam teori motivasi Abraham Maslow. Menurut Maslow, tindakan seseorang yang memberi ucapan selamat kepada orang lain tersebut memiliki motif-motif tertentu,”

Ia pun kemudian menjelaskan secara garis besar bahwa sebuah motif dapat diketahui melalui tingkah laku maupun rangkaian kata yang menyertai tindakan seseorang. Memperoleh suatu keuntungan dari tindakan itu merupakan salah satu motif yang mendasari tingkah laku seseorang. Terlepas keuntungan apa yang mereka inginkan, mungkin saja keuntungan yang bersifat fisik maupun yang bersifat psikis, material atau immaterial.

“Nah kalau dilihat dari keuntungan yang bersifat psikis, ucapan sambutan, marhaban, selamat datang: "Ramadhan" mengandaikan keriangan, kegembiraan, juga keagungan "spiritual," segera setelah sebelas bulan sebelumnya kita justru dikepung kehidupan "material" profan (sesuatu yang biasa, yang bersifat umum dan dianggap tidak penting,” timpal seseorang yang lain yang dikenal sebagai alumni program studi filsafat..

Menutup komentar singkatnya di group, ia pun mendoakan semoga jiwa mekar menyambut ramadan: menjadi kutub rohani pemandu perjalanan kita ke depan dalam kemahacintaan-Nya Yang Tak Terselami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun