Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua
Surat dari Seorang Suami untuk Anak dan Istrinya di Kampung Halaman
Lebaran tinggal dua hari lagi.
Walaupun usaha sedang sepi pembeli, dan uang di dompet sudah habis sama sekali, hasrat untuk pulang kampung sudah tak tertahankan lagi. Karena anak dan istri di kampung sudah menanti untuk berkumpul kembali.
Apa boleh buat. Hasrat dan harap jadi tersumbat. Covid-19 juga yang membuat perantau sepertiku ini telah menjerat dalam hidup yang serba darurat. Sehingga lebaran yang seharusnya berkumpul, dan bersuka-ria dengan keluarga, kali ini dengan terpaksa harus terlewat.
Pada awalnya kuanggap pemerintah telah bertindak sangat keterlaluan. Tega terhadap warganya harus terpisah dengan anak dan istri di saat nanti merayakan hari Kemenangan.
Akan tetapi saat kudengar, dan bahkan menyaksikan apa yang tengah terjadi, ahirnya akupun sadar diri.
Betapa pandemi virus corona begitu ganas. Banyak orang di sekitarku yang tanpa gejala sebelumnya, justru seketika langsung tewas.
Sehingga tak syak lagi kalau Covid-19 disebut musuh besar yang tak kasat mata. Lengah sedikit, dan abai terhadap protokol kesehatan yang telah ditentukan akan sangat tinggi resikonya.
Selain nyawa kita sendiri akan mengucapkan selamat tinggal kepada tubuh yang selama ini selalu bersama, besar kemungkinan orang di sekitar pun akan terpapar juga oleh sebab yang sama.
Hal itu merupakan kenyataan yang telah banyak terjadi, dan yang kusaksikan dengan mata-kepala sendiri. Di kota Jakarta ini. Tempat aku merantau untuk menafkahi anak dan istri. Sungguh, bukan sekedar omong kosong, atau juga ilusi.
Jakarta dan sekitarnya sudah termasuk zona merah memang. Sehingga tidak menutup kemungkinan aku sendiri sudak termasuk orang dalam pengawasan.
Tak terbayangkan, andaikan aku pulang ke kampung halaman dengan tanpa sadar membawa oleh-oleh virus corona, kemudian menular pada seluruh keluarga, bahkan juga para tetangga, betapa aku ini akan dicap seluruh warga di kampung sebagai orang pembawa sial belaka.
Karena itu pula, ahirnya aku putuskan. Lebaran kali ini terpaksa aku tak akan pulang. Harapanku semoga kalian mengerti dam faham. Bukan lantaran aku sudah tak memiliki lagi cinta dan kasih-sayang, tapi akal sehat ahirnya yang harus menjadi pilihan.
Biarlah lebaran kali ini kita lalui tanpa kebersamaan, dan dalam keadaan penuh keprihatinan. Namun, harapan agar kehidupan dapat kembali normal seperti sebelumnya, jangan pernah padam.
Tetaplah nyalakan semangat dalam untaian do'a yang senantiasa dipanjatkan. Tidak dilupakan juga untuk selalu mematuhi protokol kesehatan yang telah ditentukan.
Kiranya kalian memakluminya. Tokh di seluruh Indonesia, dan mungkin hampir di seluruh dunia sedang merasakan keadaan yang sama.
Sebagai seorang ayah, dan suami yang tetap mencintai keluarga, dalam setiap helaan nafas senantiasa kupanjatkan juga do'a untuk kita semua.
Semoga kita semua tetap tabah, sabar, dan tawakal dalam menghadapi kenyataan #janganmudikdulu yang sungguh pahit ini.
Peluk dan cium dari jauh untuk kalian di kampung halaman.
Salam. ***