Sebuah Renungan: Sudahkah Saya Memahami Makna toleransi?
Dari sejak membuka mata di dunia saya hidup berdampingan dengan beberapa tetangga, teman sekolah, dan kawan pergaulan yang memeluk agama berbeda.
Rasa-rasanya selama itu tidak ada yang perlu diistimewakan dengan kata "toleransi". Hidup, berteman, dan bergaul seperti biasa. Tanpa membuat jarak atau pandangan ganjil kepada siapa pun, yang menjalankan kewajiban ibadah dengan cara tak sama.
Toh selama tidak merecoki, tidak masalah hidup berdampingan secara damai dengan tetangga dan teman lain keyakinan.
Pada banyak hal saya berharap, tetangga dan teman berbeda agama menghormati kegiatan ibadah yang saya lakukan.
Dalam bulan Ramadan seyogianya mereka menghargai muslim yang tengah berpantang makan, minum, dan semua yang membatalkan pada siang hari antara lain dengan:
- Tidak makan, minum, ngopi, merokok secara terbuka di hadapan orang berpuasa.
- Memelihara tatacara berbusana.
- Memberi dukungan moral kepada yang sedang berpuasa.
- Memberi ucapan konstruktif saat orang berpuasa dan merayakan Idulfitri.
Pada dasarnya saya berharap, tetangga dan teman non-muslim memahami dan menghormati pelaksanaan ibadah saya lakukan.
Akan tetapi, apakah saya sudah memahami dan menghormati pelaksanaan ibadah tetangga dan teman non-muslim?
Jangan-jangan saya terlalu egois sehingga enggan mengejawantahkan sifat dan sikap toleran!
Semoga tidak. Dari waktu ke waktu saya berusaha memperbaiki cara berbaur dengan tetangga, teman, dan lingkungan beda keyakinan.
Pertama. Bergaul dengan siapa saja tanpa mempertanyakan keyakinan masing-masing.