Lentera
Sebab, bahkan orang yang berpenglihatan sekalipun dikarenakan tidak adanya penerangan akan sama butanya dengan ia yang tanpa penglihatan sama sekali.
Lalu yang keduanya, bagaimana sang tuna netra tersebut bisa mengetahui kalau lenteranya itu menyala atau tidak? Boleh jadi ia harus terlanggar dulu oleh seseorang yang berjalan berlawanan arah untuk menyadari bahwa lenteranya padam.
Ia memerlukan seseorang yang berpenglihatan---bahkan meskipun seseorang itu justru yang melanggarnya---untuk memberitahunya bahwa lenteranya padam.
Lentera dan Ramadan
Ramadan juga, menariknya, identik dengan lentera. Dalam sejarah Islam, kita bisa mengetahui bahwa muslimin Mesir yang pertama menemukan gagasan "Lentera Ramadan". Tradisi ini bisa dilacak sampai ke masa dinasti Fatimiyah (910-1171) sebelum kemudian menyebar ke berbagai negeri di dunia.
Konon, salah seorang khalifah dari dinasti Fatimiyah biasa keluar rumah jelang malam Ramadan dengan putra-putrinya, masing-masing membawa lentera untuk menerangi jalan sembari mendendangkan syair-syair perayaan Bulan Suci Ramadan.
Dalam riwayat lain, salah satu dari Khalifah Fatimiyah memerintahkan untuk menerangi masjid-masjid sepanjang malam-malam Ramadan dengan lentera dan lilin.
Juga diriwayatkan bahwa lentera digunakan oleh para wanita saat berjalan menuju masjid---yang dipimpin seorang anak laki-laki---sehingga para pejalan kaki lainnya akan segera mengetahui akan kehadiran para wanita dan segera memberikan jalan.
Orang Arab menyebut lentera dengan kata al-fanoos. Sebuah kata yang diserap dari kata Yunani phanos yang artinya cahaya atau lentera.
Agak tidak habis pikir juga mengapa orang Arab tidak menyebutnya sebagai mishbah saja. Boleh jadi salah satu penyebabnya adalah akulturasi budaya Arab-Eropa pasca masuknya Islam ke bumi Andalusia.
Kata lentera sendiri sebenarnya bisa dilacak secara etimologis sejak abad ke-13 atau 1400an jauh sebelum tradisi al-fanoos menyebar di kekhalifahan Fatimiyah yang berakhir tahun 1171.