Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kebelet Belanja Jelang Lebaran: Perspektif Psikologi Uang

23 Maret 2025   10:08 Diperbarui: 23 Maret 2025   16:35 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Belanja Jelang Lebaran (Sumber: Freepik/Koleksi Edy Suhardono)

Momen Lebaran menjadi waktu yang penuh sukacita bagi banyak orang, tetapi di balik kemeriahan tersebut, ada fenomena menarik yang patut dicermati---kecenderungan belanja yang meningkat. Dari baju baru, hadiah, hingga hidangan spesial, pengeluaran masyarakat melonjak tajam.

Berbagai pakar dalam bidang psikologi uang (psychology of money) berusaha menjelaskan dorongan psikologis yang mengarah pada perilaku ini. Dalam artikel ini, akan dijelajahi penjelasan mengapa kebelet belanja saat menjelang Lebaran terjadi.

Tekanan Sosial

Setiap individu tidak hidup dalam ruang kosong; sebaliknya, selalu berinteraksi dengan lingkungan sosial kita. Istilah "social comparison" merujuk pada kecenderungan seseorang untuk membandingkan dirinya dengan orang lain, dan fenomena ini kuat terjadi menjelang Lebaran.

Festinger (1954) mengemukakan bahwa individu berusaha memperoleh pemahaman tentang diri mereka dengan menilai dan membandingkan pencapaian mereka dengan orang lain. Ketika orang melihat tetangga membeli baju baru atau mengadakan pesta yang meriah, dorongan untuk menyesuaikan diri pun semakin kuat.

Selaras dengan pemikiran ini, penelitian terbaru menunjukkan bahwa tekanan sosial dan norma kelaziman di dalam komunitas sangat memengaruhi keputusan belanja. Asch (1951) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa individu cenderung mengikuti kelompok untuk tidak terlihat berbeda. Dalam konteks Lebaran, jika lingkungan sekitar berbelanja besar-besaran, banyak individu merasa perlu untuk melakukan hal yang sama untuk mendapatkan penerimaan sosial.

Di sinilah letak tantangan: individu mungkin mengeluarkan uang lebih dari yang direncanakan hanya untuk memenuhi ekspektasi sosial. Jadi, meski pengeluaran saat Lebaran dapat menjadi ungkapan kasih sayang dan penghormatan terhadap tradisi, dampak dari perbandingan sosial dan konformitas dapat memengaruhi keputusan keuangan yang tidak bijaksana.

Belanja Berdasarkan Mood

Rasa senang dan euforia yang menyelimuti hari raya kerap kali mengubah cara orang berbelanja. Dalam psikologi, konsep "emotional spending" menjelaskan bahwa individu sering membeli barang bukan hanya karena kebutuhan, tetapi untuk mengatasi emosi tertentu. Dr. Thomas J. Stanley, dalam bukunya "The Millionaire Next Door" (1996), mengemukakan bahwa banyak orang mencari kebahagiaan jangka pendek melalui pembelian impulsif.

Hari raya menumbuhkan berbagai emosi positif seperti kebahagiaan dan rasa syukur, tetapi sayangnya, emosi ini dapat menjadi pedang bermata dua. Ketika seseorang merasa puas atau bahagia, mereka cenderung bereaksi dengan berbelanja barang-barang yang tidak benar-benar mereka butuhkan sebagai cara untuk merayakan kebahagiaan tersebut. Dalam hal ini, kebahagiaan dari pembelian bersifat temporer dan sering kali tidak memberikan kepuasan jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun