Ngabuburit di Rumah Saja, Aman Nyaman Tenteram
Ramadan, ngabuburit! Kata yang berasal dari Bahasa Sunda ini sudah sangat familiar di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya yang melaksanakan ibadah puasa. Ngabuburit dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan sambil menunggu waktu berbuka.
Satu lagi istilah yang identik dengan bulanSepengetahuan saya selama ini, ngabuburit identik dengan kegiatan jalan-jalan, berburu takjil, nongkrong dan sejenisnya. Padahal ternyata sesuai artinya tadi, ngabuburit tidak terbatas pada kegiatan konsumtif. Mengikuti kajian islami atau bagi-bagi takjil misalnya, dapat menjadi alternatif kegiatan ngabuburit positif dan bermanfaat.
Sepanjang ingatan saya hidup sebagai anak maupun orang tua, ngabuburit bukanlah tradisi di keluarga saya. Jarang orang tua saya mengajak jalan-jalan sambil menunggu adzan maghrib begitu. Yang sekarang pun kami (saya dan suami) lakukan. Menunggu maghrib ya berdiam di rumah. Saya masak (kalau pas rajin), dan para krucil serta papanya seperti biasa menekuni layar ponsel. Kalaupun misalnya suami saya pergi keluar mencari hidangan takjil, itu kami pandang bukan sebagai kegiatan ngabuburit namun ya sekadar keluar karena kebutuhan.
Rumah kami tidak besar, juga tidak indah laksana istana, malah seringnya berantakan, namun rumah sudah menjadi tempat yang nyaman sehingga selalu ingin berdiam di dalamnya. Mungkin usia juga berperan dalam hal ini. Saya dan suami mungkin karena sudah pernah melakukan banyak hal di masa muda terkait ngabuburit ini. Khususnya suami mungkin, kalau saya dulu ngabuburit ya diam di rumah paling banter baca buku. Anak-anak saya yang masih SMP, tidak punya teman yang mengajak mereka keluar. Beda dengan anak sulung kami yang gaul dengan teman-teman remajanya. Dia suka sekali ngumpul dengan teman-temannya tiap Ramadan. Kadang hanya ngumpul untuk kemudian bukber, namun tak jarang juga berkolaborasi dengan teman-temannya membuat event kecil-kecilan untuk bagi-bagi takjil.
Masa muda memang seharusnya menjadi masa untuk mengeksplorasi hal-hal positif seperti itu. Kalau saya yang sudah tua dan doyan mager, punya plan mau keluar rumah saja butuh effort untuk memilih baju yang mana yang mau dipakai. Belum lagi yang paling penting menggerakkan hati untuk gembira melakukan aktivitas di luar rumah.
Jadi buat saya, kalau memang harus disebut dengan ngabuburit, aktivitas menunggu berbuka paling sip ya di rumah. Sambil memastikan hidangan berbuka cukup untuk selera semua penghuni rumah demikian juga lauk-pauknya. Kami sudah lama sekali (dulu pernah sesekali) tidak berbuka puasa di luar, karena ribet banyak orang antre dan kesulitan juga untuk mengakses tempat salat. Repot bin rempong.
Lebih baik di rumah. Mau aktivitas nambah ibadah ngaji bisa, mau baca buku bisa, mau scroll ponsel boleh, mau bersih-bersih rumah, apalagi. Jadi, ngabuburitku? Ya di rumah saja tenang-tenang. Kalau ngabuburitmu bagaimana gais?