Gaya Hidup Konsumtif Selama Lebaran, Jangan Lanjutkan
Libur lebaran sudah usai, meskipun sebagian pekerja mungkin ada yang mendapat cuti tambahan, di luar cuti bersama yang berakhir pada Senin 15 April 2024 yang lalu.
Nah, sekarang kondisi kembali normal. Yang bekerja sebagai karyawan kembali sibuk bekerja, begitu pula yang berdagang, yang belajar atau kuliah, dan sebagainya.
Saatnya untuk mengecek kondisi keuangan Anda. Apakah selama bulan puasa ditambah libur lebaran, Anda habis-habisan mengeluarkan uang, termasuk dengan memakai THR yang didapat dari tempat bekerja?
Misalnya Anda masih punya tabungan, bersyukurlah. Anda masih bisa menutupi kebutuhan sehari-hari, paling tidak hingga tanggal gajian berikutnya. Ada yang gajian tanggal 25, ada yang tanggal 1.
Kelompok yang masih aman-aman saja adalah mereka yang pengeluarannya dalam rangka berlebaran tidak sebesar penghasilan yang diterimanya.
Bisa pula penghasilan seseorang hanya tergolong standar. Tapi, dengan perencanaan yang matang, dana untuk keperluan lebaran telah disisihkannya sedikit demi sedikit sejak beberapa bulan sebelumnya.
Mereka yang perencanaannya matang tersebut berarti telah melek literasi keuangan. Mereka juga tidak gampang terjebak pola hidup konsumtif dan gaya hidupnya cenderung sederhana.
Namun, sekiranya ada yang habis-habisan menguras kantong, tentu terpaksa berutang. Mungkin ke koperasi karyawan jika ia seorang karyawan.
Atau, yang lebih gampang, meminjam via aplikasi pinjaman online (pinjol). Bisa juga belanja dengan pola paylater, yang berarti barang diterima dulu tapi bayarnya belakangan.
Konsekuensinya, gaji atau penghasilan di bulan depan sebagian harus digunakan untuk membayar utang yang dibuat gara-gara merayakan lebaran secara berlebihan.
Tapi, bagaimanapun kondisi keuangan Anda, kalau selama ini bergaya hidup konsumtif, termasuk selama Ramadan dan lebaran yang lalu, sebaiknya jangan lagi diteruskan.
Masalahnya, gaya hidup konsumtif terkadang dilakukan tanpa disadari. Misalnya, mereka yang dulu di rumah terbiasa memasak makanan sendiri, kemudian beralih menjadi ketagihan memesan makanan secara online.
Demikian pula mereka yang sebetulnya belum berniat membeli pakaian, karena ada iklan di media sosial, tiba-tiba membeli pakaian pakaian secara online.
Gaya hidup suka nongkrong di kafe ngopi-ngopi cantik bersama teman-temannya, ini juga contoh gaya hidup konsumtif. Semua itu membutuhkan dana yang lebih besar ketimbang mereka yang bergaya hidup sederhana.
Pola hidup konsumtif semakin tidak terkendali, bila seseorang terpancing dengan tawaran berbelanja dengan cara paylater.
Misalnya, tiba-tiba di gawai seseorang muncul notifikasi yang menuliskan; "Selamat anda beruntung, limit Anda berbelanja Rp 10 juta tanpa perlu membayar sekarang."
Nah, kalau si penerima pesan segera menghabiskan limit tersebut, ia telah terjebak. Bila nanti tak kuat membayar saat ditagih, ada yang terjerumus dengan meminjam lagi ke pinjol.
Kesimpulannya, hentikan gaya hidup konsumtif. Apalagi, bagi mereka yang penghasilannya sangat terbatas.