Jandris_Sky
Jandris_Sky Mahasiswa

"Manusia Kerdil Yang Berusaha Mengapai Bintang"

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Merayakan Dengan Hati, Bukan Sekadar Tradisi

23 Maret 2025   12:00 Diperbarui: 23 Maret 2025   16:34 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merayakan Dengan Hati, Bukan Sekadar Tradisi
Acara nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer oleh Arienda Anggraini, M.Psi, Psikolog. (sumber foto: Jandris_Sky)

Dengan memahami bagaimana membangun koneksi yang sehat dengan kerabat, kita bisa menikmati momen perayaan dengan lebih tulus dan bermakna, bebas dari drama yang tidak perlu.

Mengubah Pola Pikir: Dari Kewajiban ke Kesempatan

Salah satu penyebab utama drama dalam perayaan keluarga adalah perasaan kewajiban. 

Banyak orang merasa harus hadir dalam acara keluarga bukan karena ingin, tetapi karena takut dianggap tidak sopan atau tidak menghargai tradisi. 

Ketika sesuatu dilakukan dengan paksaan, emosi negatif lebih mudah muncul mulai dari kelelahan emosional hingga ketidaksabaran menghadapi berbagai komentar dari anggota keluarga.

Alih-alih melihat perayaan sebagai kewajiban, kita bisa mengubah pola pikir dengan menganggapnya sebagai kesempatan. 

Kesempatan untuk melihat orang-orang yang jarang ditemui, mendengarkan cerita baru, dan merayakan kebersamaan. 

Ketika kita hadir dengan niat yang lebih positif, energi yang kita bawa pun akan lebih ringan, sehingga interaksi dengan keluarga terasa lebih menyenangkan.

Menerima Perbedaan Tanpa Menghakimi

Tidak semua anggota keluarga memiliki cara berpikir yang sama. 

Perbedaan usia, latar belakang, hingga pengalaman hidup membentuk pandangan yang beragam. 

Salah satu pemicu drama yang umum terjadi adalah perbedaan pendapat, terutama dalam hal nilai hidup, pilihan karier, gaya parenting, atau pandangan politik.

Di saat seperti ini, penting untuk mengingat bahwa tidak semua percakapan harus berujung pada perdebatan. 

Kita bisa memilih untuk mendengarkan tanpa merasa perlu membalas atau membuktikan bahwa kita yang benar. 

Menghindari topik sensitif, atau mengalihkan pembicaraan ke hal yang lebih positif, dapat membantu menjaga suasana tetap nyaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Content Competition Selengkapnya

26 Mar 2025
SEDANG BERLANGSUNG

MYSTERY CHALLENGE

Instagram Reels
Reportase Kondisi Pasar Jelang Lebaran

blog competition  ramadan bercerita 2025  ramadan bercerita 2025 hari 24 
27 Mar 2025

Cerita Mudik

blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 25
28 Mar 2025

Suka Duka Menyiapkan Sajian Idul Fitri

blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 26
Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.

Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun