Cuham Beib
Cuham Beib Wiraswasta

Penulis amatiran, ringan , dan sederhana. Penikmat sepeda harian. Icon Bersepeda itu Baik.

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Pilihan

Gowes Mudik Melalui Jalur yang Kini Sepi dari Arus Mudik dan Balik

8 Mei 2022   14:23 Diperbarui: 8 Mei 2022   15:17 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gowes Mudik Melalui Jalur yang Kini Sepi dari Arus Mudik dan Balik
Perbatasan Antara Kab. Bdg Barat dengan Kab. Purwakarta yang kini sepi sejak ada tol Cipularang (dokpri)

DI moment Ramadan dan Lebaran tahun ini saya tidak melaksanakan gowes mudik dari Bandung menuju Purwakarta, dikarenakan kondisi fisik yang kurang fit sehingga tidak memungkiknkan untuk melakukannya.

Perjalanan bersepeda dari Bandung ke Purwakarta itu lebih tepatnya disebut gowes jarak jauh saja, karena bisa ditempuh seharian. Apalagi sebenarnya Purwakarta bukanlah tempat kelahiran atau kampung halamanku, hanya merupakan tempat pindahan dimana tiga kakak beserta kelaurganya kini berada.

Konon, yang namanya gowes mudik itu salah satu rule nya adalah jarak yang ditempuhnya itu lebih jauh ratusan hingga ribuan kilometer, dan dilalui sampai berhari-hari, misal Bandung -- Jogjakarta, Jakarta -- Surabaya, dan Lampung -- Semarang.

Dalam kesempatan reportase arus mudik 2022 dan reportase arus balik 2022 ini, saya akan sedikit bercerita pengalaman perjalanan saya melakukan gowes mudik dari Bandung ke Purwakarta beberapa tahun ke belakang sebanyak 4 kali berikut menyampaikan suasana lalu lintasnya melalui jalur yang kini bukan lagi jalur arus mudik dan balik yang ramai dan padat merayap.

Ya, jalur Bandung -- Purwakarta dari mulai Padalarang, Cikalong, Panglejar, Darangdan, Cianting, Sukatani, dan Ciganea ini dulunya adalah jalan utama arus dari Bandung menuju Purwakarta, Cikampek, Karawang, Bekasi, dan Jakarta atau sebaliknya.

Semua kendaraan dari mulai kendaraan pribadi, motor, angkutan umum, bus, elf, truk dan lain-lain berseliweran dan tumplek memadati jalan yang terkenal cukup ekstrim tersebut, karena banyak kelokan tajam, variasi nanjak mudun, rawan kecelakaan dan bencana alam, serta  di kanan kirinya adalah kawasan yang lumayan curam

Kendati demikan, jalur itu merupakan jalur yang sedikit mengurai ketegangan dan kelelahan selama perjalanan karena menyuguhi pemandangan alam yang menghijau nan memukau seperti perkebunan teh, hutan karet, perbukitan dan sebagainya serta beberapa tempat untuk istirahat sambil menikmati aneka kulinaran  dan ole-ole khas sepanjang daerah yang dilalui. .

Namun sejak beroperasinya jalan tol Cikampek -- Purwakarta -- Padalarang (Cipularang) tahun 2005, kondisi kepadatan di jalur tersebut berangsur-angsur menurun tajam, arus lali lintas pun relatif lancar karena sebagian besar kendaraan pribadi,bus dan truk beralih ke jalan tol.

Kondisi tersebut juga telah mematikan sebagian besar para Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di pinggir-pinggir jalan seperti rumah makan, warung sembako. toko ole-ole dan lain-lain, meski beberapa masih ada yang tetap bertahan hingga sekarang dengan mengandalkan seadanya yang melintas.

Saat musim mudik, meski sedikit ramai terutama di titik-titik tertentu, arus lalu lintas ralatif sepi dan lancar tanpa ada kepadatan yang berarti. Kendala terjebak kemacetan yang luar biasa kalau dari arah Bandung hanya saat melintas Padalarang hingga pasar Tagog.

Pertigaan antara Padalarang arah ke Cianjur dan ke Purwakarta itu kroditnya tak pernah selesai hingga kini, berjibaku antara kendaraan, delman, dan orang-orang yang hilir mudik penjual dan pembeli di pasar yang tumpah ruah ke jalan.

Tapi setelah terlepas dari kondisi tersebut, selanjutnya perjalanan lancar hingga Purwakarta,   jalanan didominasi oleh para pemudik yang menggunakan motor, itu pun tidak membuat  jalanan macet, mobil-mobil pribadi hanya sebagian kecil, beberapa kendaraan besar seperti truk masih ada yang melintas, tapi kalau bus nyaris sudah tidak terlihat lagi, sehingga jalur itu kini menjadi jalur yang luput dari perhatian media massa terkait liputan arus mudik dan balik.

Namun, belakangan kondisinya mulai kembali ramai terutama saat musim Ramadan atau Lebaran, gairah UMKM dipinggir jalan kembali meningkat, bahkan di jalur Gunung Hejo sekarang bermunculan warung-warung makan dan jajanan. Ditambah sekarang adanya kawasan wisata air yang baru di kecamatan Sukatani.  

Rest area di Panglejar salah satu yang bertahan ketika ada jalan tol Cipularang, selain karena ada masjid lumayan besar dan tempat parkir yang cukup luas, juga suasananya cukup teduh dan selalu ramai dikunjungi orang-orang yang beristirahat di sana, apalagi banyak warung dengan aneka kuliner yang bervariasi.

Perjalanan Bersepeda ke Purwakarta

Pertama kali bersepeda sendirian dari Bandung ke Purwakarta dilakukan pada Ramadan tahun 2013. Meski sempat ragu, tapi tekad sudah bulat ingin mencobanya, terutama saat itu kondisi fisik tengah siap dan fit walau sedang berpuasa.

Alhamdulillah, perjalanan raltif aman, nyaman, dan lancar hingga tempat tujuan, hanya sedikit harus sabar, mengalah dan berjibaku dengan cuaca panas, deru debu dan kendaraan terutama truk. Perjalanan memang ditempuh waktu yang cukup lama karena saya banyak berhenti atau istirahat agar stamina stabil karena dalam kadaaan perut kosong.

Saat arus balik, saya kembali bersepeda, meski tidak sedang puasa tapi perjalanan begitu berat karena jalur balik Purwakarta ke Bandung itu banyak nanjaknya. Strateginya, saya banyak berhenti dan istirahat untuk pemulihan tenaga.

Tapi saya benar-benar menikmati perjalanannya, baik arus mudik maupun balik,  sebuah pengalaman bersepeda yang cukup mengesankan karena baru pertama kalinya dilakukan dan penuh perjuangan, malah membuat saya ketagihan.

Maka dari itu, di tahun 2014 saya melakukkannya lagi, selain menjadi hal yang sangat dinantikan, juga saat itu ada kompetisi menulis pengalaman bersepeda gowes mudik di halaman khusus sepeda media terbesar di Jawa Barat.

Suasana perjalanan dan arus lalu lintas kurang lebih sama seperti pada tahun 2013, hanya saja cuaca begitu sendu mendayu alias mendung sehingga perjalanan lebih nyaman dan teduh. Tapi harus lebih banyak dan lama berhenti karena sering terjebak hujan.

Saya bersepeda balik di Lebaran pertama usai salat ied dan silaturahmi, arus lalu lintas lumayan ramai terutama oleh masyarakat yang akan melakukan silaturahmi, ziarah, atau berwisata. Namun demikian, perjalanan tetap lancar dan menyenangkan hingga tiba di Kota Bandung.

Pada Ramadan 2015 saya tidak melakukan bersepeda jarak jauh, tapi di tahun 2016 melakukan perjalanan Bandung ke Garut, itu pun hanya untuk kebutuhan shooting sebuah program acara salah satu televisi swasta nasional dengan mengambil tema tip gowes mudik, jadi bukan merupakan perjalanan bersepeda seutuhnya.

Pada tahun 2017, saya melakukan bersepeda jarak jauh di bulan Ramadan, tapi kali ini  rute yang saya tempuh adalah Bandung -- Malangbong, Garut. Pertama kali dilakukan sekaligus ingin merasakan sensasi bersepeda melalui salah satu jalur arus mudik dan balik terhits di Indonesia yaitu lintas Nagreg.   

Dan benar saja, meski saya menikmatinya tapi perjalanan lebih berat selain kontur jalannya yang memang lumayan membuat tegang, juga berkali-kali dihadapkan pada kepadatan lalu lintas yang cukup menghambat perjalanan.     

Di Ramadan 2019, kembali saya melakukan bersepeda dari Bandung ke Purwakarta, lalu lintas lumayan ramai tapi perjalanan saat itu lebih terasa ringan dan lebih lancar, saya tidak terlalu banyak berhenti atau istirahat. Waktu tiba pun terasa begitu cepat.

Semua itu karena berbagai faktor yang mendukungnya, kondisi fisik, menggunakan sepeda yang lebih fit, tidak terlalu bawa banyak beban bawaan, dan cuaca yang sangat bersahabat sepanjang perjalanan, Namun saat arus balik, saya tidak bersepeda karena kesehatan terganggu, saya dan sepeda diangkut menggunakan mobil.

Terakhir saya bersepeda ke Purwakarta dilakukan usai sola ied dan silaturahmi Lebaran tahun 2021, kondisinya agak sedikit berbeda karena masih suasana pandemi dengan adanya aturan larangan tidak boleh mudik.

Tapi semua itu tak mempengaruhi arus lalu lintas dan perjalanan, bahkan saat itu masyarakat tetap  berjalan normal seperti biasa, hilir mudik seolah tidak tengah terjadi apa-apa.

Dengan bersepeda sendirian dan tetap menerapkan protokol kesehatan, perjalanan saya tetap nyaman, aman dan tidak ada penyekatan. Saya tetap menikmatinya meski ada sedikit kekhawatiran. Dua hari kemudian saya kembali bersepeda balik ke Bandung dengan suasana lalu lintas yang tak lebih sama seperti saat pergi. Salam sehat, semangat, dan penuh berkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun