Sajak Joko Pinurbo dan Alarm Ramadan
Tuhan berkata :
Dan itulah satu-satunya nomor yang tak pernah kau sapa (Joko Pinurbo)
Sebagai seorang muslim kita tentu tak lupa bahwa kita baru saja bertemu bulan Ramadan. Dan kita tentu tak lupa pula bahwa pada saat itu kita berlomba-lomba menjadi hamba yang soleh, hamba yang selalu menyapa Tuhan dan berusaha mendekatkan diri dengannya.
Kini, setelah Ramadan berlalu, apakah kita masih menjadi hamba yang sama ?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, mari kita baca dulu sebuah penggalan sajak karya Joko Pinurbo yang berjudul Doa Orang Sibuk yang 24 Jam Sehari Berkantor di Ponselnya.
" Tuhan berkata :
Dan itulah satu-satunya nomor yang tak pernah kau sapa," demikian tulis Joko Pinurbo. Sebuah rangkaian lirik kata yang menyentil diri kita karena sering abai terhadap Tuhan.
Larik-larik puisi diatas patut kita jadikan sebagai bahan perenungan, khususnya ketika Ramadan telah berlalu. Maklum, sebagai seorang hamba kita berpotensi menjadi seseorang seperti apa yang disebutkan Joko Pinurbo dalam puisinya. Menjadi hamba yang tak menyapa Tuhannya.
Ya, kepergian Ramadan terkadang menjadi penyebab hilangnya kenangan kita bersama Ramadan. Kita yang pada saat Ramadan merupakan sosok yang dekat dengan Allah, tiba-tiba saja menjadi sosok asing dan lupa bahwa kita pernah dekat dengan Allah ketika tak lagi Ramadan. Padahal Allah tak sedikitpun melupakan kita. Hal ini tentu menjadi sebuah ironi yang patut untuk dipertanyakan.
Mengapa semua ini terjadi ?
Jawabannya adalah karena kita tak memasang alarm Ramadan pada diri kita.
Alarm Ramadan, sebagaimana kegunaan alarm pada umumnya, menjadi pengingat bahwa kita pernah berjuang selama Ramadan untuk meraih predikat takwa. Sebuah predikat yang menjadi dambaan bagi setiap manusia. Namun sayang, karena kesalahan kita yang tak memasang alarm Ramadan pada diri kita, berakibat hilangnya predikat yang sempat kita miliki tersebut.
Situasi seperti ini tentunya tak boleh dibiarkan terus terjadi. Sebagai seorang hamba yang beriman, mari kita kembali ke pangkal jalan. Memperbaiki keadaan. Memasang kembali sebuah alarm Ramadan.
Ya, alarm Ramadan menjadi sesuatu yang tak boleh hilang dari diri kita. Jadikan alarm Ramadan sebagai pengingat spirit Ramadan yang pernah kita miliki untuk terus dinyalakan dan dipertahankan keberadaannya.
Ada dua catatan penting dari keberadaan alarm Ramadan.
1. Untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah.
Tiada yang lebih berguna dalam hidup ini selain memiliki hubungan baik dengan Allah. Karena itu mari usahakan agar diri kita bisa membina hubungan baik tersebut.
Selama Ramadan pada dasarnya kita sudah dilatih untuk menciptakan hubungan baik dengan Allah. Yakni dengan banyak memujinya, mengingatnya, melakukan segala perintahnya dan menjauhi semua larangannya. Maka dari itu, mari kita teruskan kebiasaan-kebiasaan tersebut sebagai pertanda kita benar-benar berkeinginan punya hubungan yang baik dengan Allah.
2. Untuk memutus kenyamanan sebagai makhluk yang sering alpa dan lupa.
Sebagai manusia kita sering berbuat dosa dan kesalahan. Dan kita sering berkilah bahwa semua itu terjadi karena manusia itu makhluk yang sering alpa dan lupa.
Ya, kita tak bisa memungkiri kodrat manusia yang sering lupa dan alpa. Tapi hal itu jangan menjadi pembenaran untuk berbuat kesalahan. Karena, bagaimanapun juga kita punya kewajiban menjaga diri dari berbuat dosa.
Ramadan telah mendidik kita untuk menjauhi perbuatan dosa. Mari kita upayakan agar hasil dari latihan ini bisa kita pertahankan. Agar perjuangan kita selama Ramadan tidaklah sia-sia.
Ramadan telah berlalu. Tapi spirit Ramadan jangan biarkan ikut pergi.
Pasang selalu alarm Ramadan agar kita tak menjadi manusia yang tak pernah menyapa Tuhan seperti yang dikatakan Joko Pinurbo.
(EL)
Bukittinggi, 29042024