Merantau Adalah Cara Jitu untuk Belajar Keberagaman
Sedikit beruntung bagi penulis, karena dapat merasakan lahir, tumbuh, lalu mengenyam pendidikan tinggi di tiga tempat yang berbeda. Ini yang membuat penulis bisa memosisikan diri sebagai orang yang tahu harus bersikap seperti apa ketika menghadapi perbedaan. Khususnya dalam hal suku, budaya, dan agama. Karena, dewasa ini tiga hal tersebut menjadi kian krusial untuk dapat dipahami dan dijalani dalam kehidupan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia.
Jika menengok sejarah nusantara hingga menjadi negara bernama Indonesia, penulis melihat bahwa Indonesia tidak pernah berhenti bergejolak dalam hal upaya menyatukan negeri ini dengan perbedaan tersebut. Bahkan, salah satu pendorong terjadinya penjajahan juga karena nusantara ini memiliki perbedaan tersebut. Perbedaan itu yang kemudian diusahakan dapat dimanfaatkan oleh penjajah untuk memecah-belah bangsa ini.
Namun, kejadian masa lampau itu bisa sedikit dimaklumi karena kepandaian masyarakat tidak begitu menyeluruh. Karena, nusantara saat itu masih banyak menerapkan kehidupan yang berstrata---ada struktur sosial yang kaku. Sehingga, lapisan-lapisan tertentu dapat diperdaya oleh pihak asing dan kemudian terjadilah gejolak.
Namun, jika ditelisik lebih dalam, pemicu terjadinya penjajahan itu bukan dari bawah, melainkan dari atas. Artinya, bukan masyarakat kelas bawah yang diperdaya oleh penjajah asing, melainkan orang kalangan atas yang dijajah oleh tipu-daya dan adu domba. Iming-iming jabatan dan pembagian ilmu pengetahuan pada akhirnya meluluhkan para tokoh di kalangan strata atas, dan ketika mereka jatuh, maka yang di bawah juga akan merasakan dampaknya pula.
Inilah yang sebenarnya juga terjadi di Indonesia kali ini. Namun, yang menjadi permasalahan adalah keriuhan yang terjadi di masyarakat Indonesia juga terjadi di kalangan lapis bawah. Hal ini tak bisa dipungkiri karena mereka juga mudah terpengaruh oleh dogma dan ikatan-ikatan tertentu. Sehingga apa yang bisa mereka lakukan adalah seperti ekor yang sekadar mengikuti gerak kepalanya.
Suatu ironi yang kemudian mendasari pula bagaimana Indonesia kali ini masih kesulitan untuk benar-benar bebas dari gejolak, khususnya yang berkaitan tiga hal tadi; suku, budaya, dan agama. Lalu, bagaimana caranya untuk belajar menghargai adanya perbedaan tersebut?
Seperti yang disinggung di judul, bahwa merantau adalah cara terbaik bagi individu untuk belajar memahami apa itu perbedaan. Karena ketika Anda keluar dari daerah Anda, maka Anda akan dituntut untuk belajar hal baru dan tentunya hal yang berbeda. Namun, bukan berarti Anda akan kehilangan jati diri. Di masa merantau itu, Anda sebenarnya hanya ditekankan pada satu kata, yaitu toleransi.
Ketika Anda berhasil menjalani kehidupan dengan satu kata itu, maka, Anda tidak akan perlu khawatir tentang kehilangan jati diri. Karena, jati diri Anda akan tetap melekat pada tubuh dan pikiran Anda. Namun, dengan adanya toleransi, maka, pikiran Anda akan lebih kaya---lebih terbuka.
Inilah yang terpenting saat Anda merantau. Yaitu, membuka pikiran Anda seluas mungkin. Agar Anda tidak mudah curiga dan juga tidak asal menilai dengan satu sudut pandang saja. Karena kehidupan ini masih sangat luas. Masih ada ilmu pengetahuan, ada aturan (hukum/nilai-norma), ada budaya, dan ada agama. Sehingga, ketika Anda merantau, Anda akan menggunakan banyak sudut pandang untuk berpikir.
Lalu apakah merantau akan seratus persen menghasilkan orang-orang toleran?
Mungkin masih ada orang yang intoleran, namun, jika dibandingkan dengan orang yang toleran, maka prosentasenya akan lebih banyak orang yang toleran. Karena, mereka sudah terbiasa bertemu dengan orang yang berbeda suku, budaya, agama, bahkan bahasa. Kadang kala saat merantau Anda juga didorong untuk dapat belajar bahasa daerah lain, agar Anda dapat benar-benar berbaur.
Hal ini juga terjadi pada penulis, yang mana penulis bahkan merasa hidup lebih baik ketika ada di tempat yang mana merupakan salah satu tempat yang banyak pendatangnya atau yang disebut para perantau. Salah satu tempat itu adalah Malang.
Tentunya, semua orang sudah tahu bahwa Malang adalah salah satu kota pendidikan, karena di sini banyak ditemukan perguruan tinggi dari yang berlabel negeri hingga swasta. Maka dari itu, tak mengherankan jika Anda bisa menemukan banyak pemuda di kota ini yang sebenarnya tak hanya berstatus sebagai pelajar namun juga pekerja. Karena, di kota pendidikan artinya juga merupakan kota pekerjaan. Ada banyak toko, outlet, minimarket, supermarket, mall, dan lain sebagainya yang pastinya akan membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak.