KOMENTAR
RAMADAN Pilihan

Aplikasi Favorit Kala Ramadan yang Masih Tidak ke Mana-mana

24 April 2021   16:48 Diperbarui: 24 April 2021   16:50 1627 13

Ramadan 2021 sebenarnya hampir seperti Ramadan 2020, karena nyaris di rumah saja. Aktivitas yang dijalankan otomatis juga masih berpeluk erat dengan teknologi digital.

Ponsel dan laptop (gadget) pasti menyala sejak pagi hingga malam secara bergantian. Saat seperti itu, tentu ada aplikasi-aplikasi yang digunakan untuk mengisi waktu yang harus produktif meski tidak makan dan minum selama 12 jam lebih.

Lewat pengalaman pribadi sejak Selasa 13 April 2021, yang merupakan hari pertama Ramadhan 1442 Hijriyah, ada beberapa aplikasi yang memang sangat rutin digunakan.

Pertama, aplikasi yang paling utama dibuka adalah Microsoft Word. Hampir tidak ada hari tanpa membuka aplikasi yang identik dengan perangkat komputer ini.

Rutinitas menulis dan menyunting naskah tetap berlanjut sampai Ramadan. Aplikasi ini juga cocok digunakan untuk menghabiskan waktu ngabuburit kalau tenaga atau daya tahan tubuh masih bagus, sehingga konsentrasi masih ada.

Kedua, aplikasi yang memang berkaitan dengan hasil dari pengerjaan di Ms. Word, yaitu Chrome. Lewat Chrome, saya memperbaharui konten di Kompasiana, membaca berita, dan berinteraksi dengan rekan maya lewat media sosial seperti Facebook dan Twitter.

Kebetulan, saya tidak memasang aplikasi dua platform media sosial tersebut di ponsel. Maka, ketika membuka Chrome (di ponsel atau laptop) dan ingin membagikan hasil tulisan ke dua medsos tersebut, saya harus membuka Chrome.

Sebenarnya, lewat cara ini, saya juga menjadi tidak terlalu sering membuka medsos. Karena, ketika membuka Chrome pikiran pertama saya adalah membuka Kompasiana (ini jujur), atau membuka laman-laman berita lewat cara mengetik kata kunci harian saya.

Ketiga, aplikasi yang harus saya buka adalah WhatsApp. Bukan hanya karena relasi kerja ada di sana, pertemanan santai ada di sana, melainkan juga karena jalinan komunikasi dengan orang tua juga ada di sana. Otomatis, tidak ada batasan waktu untuk membukanya termasuk saat ngabuburit.

Saya juga menggunakan aplikasi ini untuk membagikan konten tulisan terbaru di sana, karena memang di situlah saya lebih mudah menjangkau dan tidak terlalu perlu banyak data. Bahkan, ketika paket data habis isinya--bukan masa berlakunya--saya masih bisa mengakses aplikasi ini.

Jadi, kalau saya terlihat tidak aktif di Instagram, sudah terjawab alasannya. Bukan karena terlalu idealis, tetapi juga karena faktor realistisnya. Selain itu, aplikasi ini terlalu bergantung pada konten gambar. Sedangkan, saya kurang fasih memamerkan gambar.

Sekalipun bisa mengunggah dengan gambar acak, saya masih perlu berpikir lebih. Mungkin, ini faktor perjalanan waktu. Dulu, ketika masih sekolah dan awal-awal lulus sekolah unggahan di media sosial sangat lebay dan acak unggahannya, lalu sekarang seperti sulit untuk kembali seperti itu.

Soal alternatif untuk update di Instastory, bagi saya itu juga sama dengan harus memuat data cukup lumayan untuk membuka aplikasi tersebut. Jadi, anggap saja, saya memang belum kelasnya di sana.

Tunggu saja, kalau saya sudah menganggap membeli paket data seperti membeli nasi bungkus. Hehehe.

Lalu, yang keempat adalah aplikasi yang menurut saya ini favorit banget, yaitu Youtube. Mungkin, ada yang langsung mencibir saya, karena tidak konsisten dalam menghadapi "kisruh" paket data.

Maka, saya punya jawaban yang memang itulah yang saya rasakan, yaitu status saya saat membuka Youtube. Ketika membuka Youtube, status saya seperti ketika menyalakan televisi, yaitu penonton.

KEMBALI KE ARTIKEL


Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Laporkan Konten
Laporkan Akun