Fenomena Tradisi Mudik atau Mobilitas Urban
Oleh: Eko Windarto
Mudik atau tradisi perantauan dalam masyarakat Indonesia telah menjadi fenomena yang tidak terpisahkan dari budaya dan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Dalam akhir setiap tahun, masyarakat yang bermukim di perkotaan akan melakukan perjalanan jauh dengan kendaraan umum atau mobil pribadi menuju kampung halamannya. Tradisi Mudik bukanlah hal yang baru di Indonesia dan sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Dalam artikel ini kita akan membahas tentang fenomena tradisi mudik dan dampaknya pada mobilitas urban.
Tradisi mudik terjadi ketika para penduduk yang bekerja di kota besar kembali ke kampung halamannya untuk merayakan hari raya Idul Fitri atau Natal bersama keluarga besar. Aktivitas ini biasanya dilakukan sekitar satu atau dua minggu sebelum hari raya dan berakhir dua minggu setelahnya. Fenomena mudik tidak hanya terjadi selama masa libur panjang tetapi juga terjadi pada musim liburan sekolah atau hari raya besar lainnya.
Namun, perlu diketahui bahwa mudik juga dapat mempengaruhi mobilitas urban. Mobilitas urban adalah serangkaian aktivitas pergerakan penduduk yang terkait dengan penggunaan infrastruktur dan transportasi perkotaan. Ini adalah bagian dari sistem transportasi perkotaan yang mencakup, antara lain, kemacetan lalu lintas, sistem transportasi umum, jalan raya, jembatan, sepeda, dll. Penyebaran mudik dapat mempengaruhi mobilitas urban di kota.
Dampak dari tradisi mudik pada mobilitas urban terutama terlihat pada periode sebelum dan sesudah Hari Raya. Pada periode mudik, jalanan kota menjadi cukup ramai karena tingginya lalu lintas kendaraan dan mengakibatkan kemacetan yang parah selama berminggu-minggu sebelum dan sesudah Hari Raya. Selain itu, transportasi umum, seperti kereta api, bus, dan kapal laut, mengalami peningkatan yang signifikan dalam jumlah penumpang dan sering kali tidak mampu menampung jumlah yang memadai, sehingga dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi para penumpang dan menyebabkan keterlambatan dalam perjalanan.
Di sisi lain, tradisi mudik juga menghasilkan dampak positif pada mobilitas urban, seperti meningkatkan keberhasilan pelaksanaan program transportasi semisal angkutan umum antar kota dan memberikan pengaruh positif pada laba bisnis yang menjual barang-barang yang dibutuhkan selama musim mudik, seperti pakaian dan bahan makanan. Selain itu, fenomena mudik juga menjadi sumber daya manusia tambahan bagi ekonomi desa karena mereka membawa uang dan memiliki potensi untuk menggerakkan ekonomi mikro di daerah-daerah pedesaan.
Oleh karena itu, ada beberapa upaya untuk mengatasi dampak dari fenomena mudik pada mobilitas urban di kota seperti meningkatkan kapasitas transportasi umum dan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara.
Namun, masyarakat juga dapat berperan dalam mengatasi dampak dari tradisi mudik tersebut dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke sarana transportasi umum. Selain itu, mereka juga dapat menggunakan teknologi terbaru seperti aplikasi khusus untuk memantau kondisi jalan dan lalu lintas ketika melakukan perjalanan mudik.
Dalam kesimpulan, tradisi mudik adalah tradisi budaya yang terus berkembang di Indonesia dan memiliki dampak besar pada mobilitas urban di kota-kota besar. Fenomena mudik dapat mempengaruhi lalu lintas kendaraan dan menyebabkan kemacetan, namun juga dapat memberikan implikasi positif pada perekonomian daerah-daerah di Indonesia. Untuk mengurangi dampak dari mudik pada mobilitas urban, perlu adanya kerja sama yang baik antara pemerintah, masyarakat dan pihak swasta untuk membangun infrastruktur yang memadai.
Batu, 1542024