KOMENTAR
RAMADAN

Menjaga Hati, Mulutmu adalah Harimaumu

17 Mei 2019   16:21 Diperbarui: 17 Mei 2019   16:25 10 2

Selama bulan ramadan, banyak hal yang tiba-tiba berubah terutama di media sosial. Orang-orang yang selama ini suka berkomentar ekstrim dan membuat status 'tak mendidik' tiba-tiba PUASA dan tak membuat status atau berkomentar sama sekali. Walaupun dalam perjalanannya masih saja ada orang-orang yang tak bertanggungjawab membuat status provokatif.

Masih dalam tahapan Pilpres dan Pemilu 2019, topik komentar terkait pesta demokrasi ini masih mendominasi media sosial. Mulai dari mendukung, menjelekkan sampai pada adu komentar masih saja terjadi di media sosial. komentar hangat tentang pesta demokrasi ini terkadang melebihi batas kesopanan dan terkadang lebih menjurus kepada fitnah dan adu domba.

Menyikapi hal ini, selama bulan suci ramadan 1440 H ini ada baiknya kita benar-benar menahan diri untuk tidak ikut-ikutan berkomentar atau memberi tanggapan untuk memantik percakapan negatif dari orang lain. Ketika kita menahan diri untuk berkomentar, berarti kita telah menahan diri untuk tidak menambah daftar komentar negatif di media sosial.

Kadang-kadang, godaan paling besar itu justru datang dari media sosial seperti group Whatsapp, Facebook, Instagram dan Twitter. Beberapa kasus penipuan, bully sampai kepada kasus pembunuhan bisa saja terjadi akibat salah dalam menggunakan aplikasi media sosial ini. Youtube yang bebas diakses siapa saja juga menjadi salah satu trendsetter yang dijadikan generasi Z dalam melakukan hal-hal diluar batas. Di aplikasi Youtube ini ada saja rekaman peristiwa yang masuk tanpa melalui penyaringan terlebih dahulu. Kalau tidak hati-hati kita bisa terpengaruh sampai lebih dalam.

Rasanya sangat miris saat membaca berita atau melihat berita di media elektronik, hanya gara-gara media sosial dan buat status provokatif, seorang pelajar terpaksa berurusan dengan pihak berwajib.

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) siap menjerat siapa saja yang salah dalam memanfaatkan kemajuan teknologi. Seperti kata guru saya waktu SMA dan saat perkuliahan, hati-hatilah menggunakan tubuhmu, terutama panca inderamu. Karena mulutmu adalah harimaumu.

Kita punya mata dua, punya telinga dua dan punya mulut hanya satu. Berarti kita harus lebih banyak melihat dan mendengar dan mengurangi mulut untuk berkata-kata terlalu banyak. Kalau kita bicara terlalu banyak, maka potensi untuk melakukan kesalahan juga sangat banyak. 'Mulut' dalam bermedia sosial telah didelegasikan ke jari-jari tangan yang dengan mudah mengetik huruf demi huruf menjadi rangkaian kata dan kalimat.

Ada baiknya, sebelum menuliskan status atau sebelum berkomentar, baca ulang kata-kata yang kita buat apakah akan menyinggung orang lain atau masuk dalam ranah provokatif. Berita atau informasi yang kita peroleh lewat media sosial juga perlu disaring dan dicerna dengan baik. Jangan langsung di sharing tanpa mau melakukan penyaringan terlebih dahulu. Begitu kita melakukan kesalahan, akan ada orang lain yang dengan cepat merekan perkataan kita yang salah. Oleh karena itu waspadalah dalam bermedia sosial.

Puasa selama satu bulan untuk tidak membalas komentar negatif dan membuat status provokatif semoga berlanjut terus dan menjadikan media sosial sebagai media positif untuk menjalin tali silaturahmi, menjalin pertemanan dan mendapatkan pengetahuan umum yang lebih variatif.

KEMBALI KE ARTIKEL


Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Laporkan Konten
Laporkan Akun