Membayangkan Rp 5 T Zakat Fitrah Tersalurkan Merata
Zakat merupakan Rukun Islam yang ketiga. Kewajiban membayar zakat hanya dikenakan kepada seorang Muslim yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari secara layak. Bagi yang tidak mampu mencukupi biaya hidup, mereka tidak wajib membayar zakat, sebaliknya, mereka malah harus diberikan zakat. Mereka yang membayar zakat disebut Muzaki, sedangkan penerima zakat disebut Mustahiq. Ada 8 asnaf (golongan) yang berhak menerima zakat, yakni Fakir, Miskin, Amil, Mu'allaf, Riqab, Gharim, fii sabilillah dan ibnu sabil
Fakir ialah orang-orang yang memiliki harta namun sangat sedikit. Golongan ini tak memiliki penghasilan sehingga jarang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik.
Miskin
Yaitu orang-orang yang memiliki harta namun sangat sedikit. Penghasilannya sehari-hari hanya cukup untuk memenuhi makan, minum dan tak lebih dari itu.
Amil
Yaitu orang-orang yang mengurus zakat mulai dari penerimaan zakat hingga menyalurkannya kepada orang yang berhak menerimanya.
Mu'allaf
Yaitu orang yang baru masuk Islam
Riqab
Yaitu memerdekakan budak.
Zaman dahulu, banyak orang yang dijadikan budak oleh saudagar-saudagar kaya. Zakat digunakan untuk membayar atau menebus para budak itu agar mereka dimerdekakan. Orang-orang yang memerdekakan budak juga berhak menerima zakat.
Gharim
Yaitu orang yang memiliki hutang. Orang-orang yang berhutang untuk kepentingan maksiat seperti judi atau berhutang demi memulai bisnis lalu bangkrut, tidak termasuk yabg berhak menerima zakat
Fi Sabilillah
Yaitu melakukan segala sesuatu yang bertujuan untuk kepentingan di jalan Allah. Misal, pengembang pendidikan, dakwah, kesehatan, panti asuhan, madrasah diniyah dan masih banyak lagi.
Ibnu Sabil
Yaitu orang yang sedang melakukan perjalanan jauh termasuk pekerja dan pelajar di tanah perantauan.
Umat Islam biasanya beramai-ramai menunaikan kewajiban membayar zakat pada bulan Ramadhan. Ini terkait dengan pemahaman bahwa setiap amal baik yang dilakukan di bulan Ramadhan akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Padahal hanya ada satu jenis zakat yang kewajiban membayarnya jatuh pada bulan Ramadhan yaitu zakat fitrah. Sedangkan zakat-zakat lainnya seperti zakat maal (zakat harta), zakat penghasilan (termasuk zakat profesi) dan zakat perniagaan, zakat pertanian dan lain-lain harus segera ditunaikan ketika telah mencapai haul dan Nisabnya.
Haul adalah waktu jatuh tempo saat kewajiban zakat untuk seseorang muncul. Sedangkan Nisab adalah dasar pengenaan zakat (jumlah minimum yang dikenakan kewajiban zakat). Misalnya seseorang yang beternak kambing atau sapi (memelihara untuk dikembangbiakan), maka haulnya adalah jika ternak itu telah dipelihara selama satu tahun. Nisab Untuk peliharaan sapi adalah 30 ekor sapi, maka zakatnya adalah 1 ekor sapi umur 1 tahun. Untuk ternak 40 ekor sapi, maka zakatnya adalah 1 ekor sapi umur 2 tahun.
Berbeda dengan zakat profesi, yang tidak mensyaratkan haul, ini seperti yang berlaku untuk zakat hasil pertanian. Zakat profesi bisa dibayarkan sesaat setelah diterimanya penghasilan yang terkait dengan profesinya. Jadi selain zakat fitrah, zakat lainnya tidak harus menunggu bulan Ramadhan pembayarannya. Inilah yang harus menjadi perhatian Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan lembaga-lembaga amil zakat lainnya untuk mendorong umat Islam Indonesia bisa menunaikan kewajiban zakatnya pada waktu yang seharusnya menurut syar'i. Ini akan mengurangi terkonsentrasinya aktifitas zakat hanya di bulan Ramadhan. Kasus kericuhan dalam pembagian zakat dan sedekah yang berulang kali terjadi adalah akibat kekeliruan terhadap pemahaman ini.
Zakat fitrah diwajibkan bagi setiap jiwa yang memenuhi syarat beragama Islam, hidup pada saat bulan Ramadhan, dan memiliki kelebihan rezeki. Kewajiban zakat fitrah hanya bisa ditunaikan pada bulan Ramadhan. Penyerahan kepada mustahik dilakukan pada malam Iedul Fitri (setelah buka puasa terakhir) selambat-lambatnya sesaat sebelum dilaksanakannya Sholai Ied.
Zakat adalah potensi kekuatan umat Islam dalam aspek sosial kemasyarakatan. Zakat tidak sekedar kewajiban Syar'i yang tata cara dan seluk beluknya diatur di dalam fiqih (ibadah mahdoh), namun lebih dari itu zakat mengandung kemaslahatan bagi umat dalam perspektif sosial kemasyarakatan (ibadah goer mahdoh).
Zakat fitrah misalnya, dengan hitung-hitungan kasar pada Ramadhan tahun ini terdapat potensi zakat yang bisa dimobilisasi setidaknya Rp. 5 Trilyun. Jumlah ini dihitung dengan mendasarkan kepada jumlah populasi Muslim Indonesia dikurangi angka kemiskinan.
Berdasarkan SP 2020 Jumlah penduduk Muslim Indonesia per September 2020 mencapai 229 juta jiwa atau 87,2% dari total populasi penduduk Indonesia yang mencapai 270,2 juta jiwa. Sementara itu angka kemiskinan pada waktu yang sama ( September 2020) mencapai 27,55 juta jiwa atau 10,19% dari total populasi. Dengan asumsi angka kemiskinan penduduk Muslim equivalen dengan angka kemiskinan nasional, maka diperkirakan jumlah umat Islam yang berada di bawah garis kemiskinan mencapai 24 juta jiwa. Dengan dasar ini maka dapat dihitung potensi zakat fitrah yang harus ditunaikan oleh umat Islam Indonesia tahun ini setidaknya mencapai Rp. 5 trilyun dengan asumsi harga beras Rp. 10.000/kg atau equivalen Rp. 25.000/jiwa.
Besar zakat fitrah yang harus dikeluarkan adalah sebesar satu sha' yang nilainya sama dengan 2,5 kilogram beras, gandum, kurma, sagu, dan sebagainya atau 3,5 liter beras yang disesuaikan dengan konsumsi perorangan sehari-hari. Ketentuan ini didasarkan pada hadits sahih riwayat Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan Nasa'i dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah telah mewajibkan membayar zakat fitrah satu sha' kurma atau sha' gandum kepada hamba sahaya, orang yang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak, dan orang dewasa dari kaum muslim.
Di Indonesia, zakat fitrah dibayarkan dalam bentuk beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa. Kualitas beras atau makanan pokok juga harus sesuai dengan yang kita konsumsi sehari-hari. Selain itu, jika berhalangan membayar dalam bentuk beras atau makanan pokok lainnya, zakat fitrah juga bisa ditunaikan dalam bentuk uang seharga 2,5 kg atau 3,5 liter beras.
Rp. 10.000 adalah harga terendah yang ditetapkan untuk pembayaran zakat. Standar harga ini akan berbeda-beda tergantung daerahnya masing-masing disesuaikan dengan rata-rata harga beras yang dikonsumsi warganya. Potensi riil dari zakat fitrah jauh lebih besar dari angka Rp. 5 trilyun itu mengingat sebagian besar muzaki (pembayar) zakat berada di wilayah yang standarnya di atas Rp. 10.000/kg atau Rp. 25.000/jiwa.
Di DKI Jakarta misalnya, standar pembayaran zakat fitrah dengan uang untuk tahun 1442 H sebesar Rp. 40.000/jiwa. Sedangkan di Jawa Barat sebagai provinsi dengan umat Islam terbesar di Indonesia ditetapkan antara Rp. 30.000 - Rp. 40.000/per jiwa.
Dalam mobilisasi pembayaran (pemenuhan kewajiban membayar) zakat fitrah oleh Umat Islam Indonesia dapat dikatakan sudah sangat baik. Ini bisa dilihat dari antusiasme Kaum Muslimin dalam menunaikan kewajibannya.