Essensi Hari Kebangkitan Nasional di Bulan Ramadan dan Hari Lebaran
Hari kebangkitan nasional di saat ramadan bisa dimaknai dengan beragam aksi. Tergantung dari sisi mana kita melihatnya, dan mau ikut alur cerita yang ke arah mana.
Ada banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari ramadan kali ini, baik dari makna yang tersirat maupun tersurat. Tergantung kepekaan kita dalam memaknai.
Tak hanya bermakna memperingati. Namun juga merefleksikan makna kebangkitan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Apalagi ramadan tahun ini berada dalam pengaruh pandemi. Yang menghancurkan seluruh sendi kehidupan masyarakat. Ekonomi, sosial, budaya, agama, bahkan pemdidikan.
Banyak kegiatan masyarakat yang tertunda, bahkan tak bisa dilaksanakan sama sekali karena pandemi. Tak hanya hanya itu, sekarang juga banyak warga yang aset ekonominya terputus demi menjaga agar tak ada lagi kasus penambahan korban pandemi.
Semua orang membatasi diri, berdiam di rumah, melakukan semua kegiatan di rumah, bahkan harus menjalankan pekerjaan dari rumah.
Kerugian yang harus ditanggung oleh semua orang, itu sudah pasti. Belum lagi yang harus ditinggalkan oleh anggota keluarga karena meninggal akibat korban pandemi.
Tapi apapun yang sedang terjadi, tak perlu meredupkan semangat untuk bangkit kembali. Menunggu semua usai, dan pada akhirnya situasi akan pulih seperti sedia kala, meskipun kapan waktunya belum bisa terbaca.
Bangsa kita adalah bangsa yang kuat. Yang tak mudah goyah hanya karena sedikit cobaan. Sebagaimana wayang kulit yang dipentaskan sang dalang. Hari ini dalam sebuah lakon, ia mati. Tapi di hari berikutnya sang wayang akan bangkit lagi, memenangkan pertarungan.
Akses kegiatan yang terputus, tak harus membuat semua lengah dan putus asa, lalu mengabaikan harapan masa depan yang semestinya masih bisa direnda dan ditata ulang. Sebab sebuah kondisi takkan abadi, ia akan berubah dan bergerak sesuai rotasi bumi.
Anak-anak akan bertumbuh dan menjadi dewasa. Ia takkan lagi bergantung nasib pada susu ibunya. Bahkan orang-orang akan kembali bangkit saat semua kondisi sudah berubah. Dan kita punya waktu untuk menunggu. Seperti sebuah serangan yang harus dilancarkan kepada musuh. Menunggu mereka lelah dan lengah, lalu barisan tentara kita akan maju menyerang dan memenangkan peperangan.
Sesungguhnya kebangkitan Nasional di masa pandemi seperti sekarang ini, mengajarkan banyak hal untuk dipelajari dan diambil hikmahnya. Kita tidak sendiri, dan banyak orang yang bernasib seperti kita.
Tapi semua orang punya pengharapan yang sama, pandemi segera berlalu, dan kehidupan normal kembali berlaku.
Sebenarnya secara umum masyarakat Indonesia tidak membutuhkan bantuan. Mereka bisa berusaha sendiri dengan bekerja di berbagai bidang yang ada dan tersedia. Bahkan pinjaman bank pun kadang tak diperlukan oleh beberapa pelaku ekonomi.
Bulan ramadan di tahun 2020 ini benar-benar bukan penuh keprihatinan. Sebab di masa umat Islam harus banyak menjalankan ibadah berjamaah, harus menerima nasib beribadah sendiri, di rumah saja, dan tidak berkerumun walaupun dalam rangka menjalankan peribadatan.
Hal penting yang dibawa oleh semangat kebangkitan Nasional 1908, adalah semangat "kita Indonesia" yang dibangun oleh para generasi pendiri. Yang menyuarakan semangat dan persatuan dan kesatuan, bahkan jauh-jauh hari sebelum proklamasi digaungkan oleh Soekarno-Hatta pada tahun 1945.
Hari ini semangat itu sudah semestinya tak boleh pudar. Kita memang sedang terpuruk karena pandemi dan bila kita semua kuat menghadapi situasi ini secara bersama-sama, niscaya Indonesia akan kembali bangkit.
Essensi ramadan adalah perjuangan memperoleh ridha dan derajat ketakwaan. Dengan latihan lahir batin, mengolah jiwa raga dengan kepekaan dan kepedulian, serta diakhiri dengan bermaaf-maafan sebagai simbol kemenangan di hari lebaran sebentar lagi.