Pencarian Doni dan Bejo
Suatu malam Bejo ingin mencari lailatul qadar bersama Doni, teman karibnya di dekat rumah.
"Don, entar malem kita i'tikaf di masjid yok!" ajak Bejo saat akan pergi sholat tarawih.
"Enggak ah, Jo. Gue ngantuk. Entar gimana kalau gue lapar? Gue kan biasa makan malem. Dah, lu aja yang i'tikaf," balas Doni.
Tak biasanya Doni diajak Bejo menolak. Apalagi tahun sebelumnya, Doni yang duluan mengajaknya untuk i'tikaf di masjid. Ada apa dengan Doni, ya? Bejo berulang kali berpikir penyebabnya, tetapi tak kunjung ditemukannya.
"Weh, kalau lu ngantuk, lu kan bisa tidur di masjid. Entar bangunnya, lu bisa sholat, tilawah, zikir, dan sebagainya. Ah, gitu aja kok mau diajarin sih," ujar Bejo dengan nada sedikit menyindir.
"Enggak ah, pokoknya gua enggak mau! Elu kan bisa ajak sodara lu," tolak Doni.
Keduanya tidak mau mengalah. Doni tetap dengan pendiriannya, begitu juga dengan Bejo. Lama juga perdebatan terjadi di antara mereka. Sampai akhirnya Doni angkat bicara.
"Oke, tapi lu janji ye. Kalau gue ngantuk, lu harus tanggung jawab!" ancam Doni.
"Ye, mau diajak buat ngedapetin lailatul qadar aja repot banget sih," balas Bejo.
Kesepakatan pun terjadi. Setelah sholat tarawih, Doni dan Bejo pulang dulu ke rumah. Mereka ingin meminta izin kepada kedua orang tua. Setelah pukul 22.00, keduanya sudah berada di depan masjid. Keduanya tersenyum. Keduanya membawa banyak sekali barang.
"Yuk ah, kita masuk dulu," ajak Bejo. Keduanya pun meletakkan barang-barang itu di pojokan masjid. Doni dan Bejo langsung sholat 2 rakaat. Belum juga berdoa, Doni sudah mengeluarkan bekalnya. Bejo menggeleng.
"Duh, belum juga beraktivitas, lu sudah ngabisin bekal," ujar Bejo. Doni hanya tersenyum.
Bejo meninggalkan Doni dan mencari tempat yang nyaman untuk tilawah. Al Qur'an besar pemberian kakaknya sangat nyaman di mata. Beni merasa malam ini panas. Ah, ini pasti malam lailatul qadar. Kan ini malam ganjil dan lailatul qadar harus dicari oleh lailatul qadar.
Setelah terasa letih, Bejo menghentikan tilawahnya. Dia lalu ke tempat Doni. Betapa terkejutnya Bejo! Doni sudah tertidur dengan kotak makan yang masih terbuka.
Iseng-iseng Bejo ingin membangunkan Doni. Diambilnya satu bulu dari kemoceng, lalu dimainkannya di telinga Doni.
"Ayo, kita berangkat! Lailatul qadar sudah menunggu kita!" ujar Doni masih dengan mata tertutup dan tangannya menggeret Bejo.
"Weh, Don. Lu enggak tahu kan? Lailatul qadarnya tuh udah duduk dari tadi, ngeliatin lu yang makan dan tidur. Terus dia bilang sama gue,"Eh, bilang sama teman lu. Besok-besok cari aku. Aku mau kasih sesuatu buat kamu," kata Bejo.
Pikiran Doni yang masih setengah sadar langsung nyeplos aja.
"Enggak ah, kalau makanan, gue enggak mau. Kapok gue! Lu kasih gue sumpit aje!"
Bejo bingung mendengar ucap Doni. Ngawur aja tuh anak. Dia menggoncang tubuhnya yang mulai tertidur kembali. Lalu, bertanya.
"Sumpit buat ape?"
"Buat nyangga mata gue biar enggak tidur mulu dan nyangga mulut gue biar angin masuk terus. Repot punya mata kok molor terus ...," jawab Doni.
Penasaran juga Bejo dengan menyangga mulut pakai sumpit. Buat apa mulut disanggah?
"Terus, menyangga mulut tuh buat apa, Don?" tanya Bejo penasaran. Tak begitu lama, Doni menjawabnya.
"Biar mulut gue manggap terus dan gue masuk angin. Kan kalau masuk angin, mesti bolak balik ke toilet buat wudu. Terus enggak jadi ngantuknya," jawab Doni masih dengan mata terpejam.
Bejo mengangguk sambil menggaruk kepalanya.