Tadarusan dan Persekutuan Doa Berjalan Seiring Saat Ramadan, Ah Indahnya!
Sekolah tempat saya mengajar merupakan sekolah negeri. Muridnya dari berbagai kalangan yang berbeda. Termasuk ada yang beda agamanya. Ada yang muslim, ada yang non-muslim.
Yang non-muslim, hanya Kristen dan Katolik. Jumlahnya tidak banyak. Tetapi, dalam pembelajaran, mereka tetap mendapat pendampingan dari guru agama masing-masing. Sekalipun tidak guru tetap.
Selama Ramadan, jam pembelajaran diubah. Tidak hanya perubahan masuknya lebih pagi, tetapi pulangnya juga, lebih pagi dari biasanya.
[Ini tradisi yang sudah lama berlangsung. Maksudnya tentu untuk memberi ruang bagi pemeluk agama Islam agar lebih menghayati ibadah puasanya.]
Selain itu, ada tambahan pembelajaran, atau lebih tepatnya, ada kegiatan kerohanian. Mengingat Ramadan merupakan bulan yang khas keagamaan. Kegiatan itu adalah tadarusan.
Tadarusan diadakan pada jam awal, yaitu pukul 07.30 s.d. 08.00 WIB. Selama Ramadan ini jam masuk sekolah memang dimulai pukul 07.30 WIB, tidak seperti biasanya, pukul 07.00 WIB.
Selama 30 menit murid melakukan tadarusan di kelas masing-masing didampingi oleh guru, yang juga mengikuti tadarusan. Adanya pengeras suara di setiap kelas sangat membantu tadarusan murid berlangsung baik.
Karena suara guru yang bertadarus, sebagai pemandu, dari ruang tersendiri terdengar oleh murid di kelasnya masing-masing. Jadinya, murid-murid yang tadarusan mengikutinya dengan khidmat.
Selama 30 menit itu terdengar tadarusan yang memancar dari pengeras suara. Yang, diikuti oleh murid dari kelas masing-masing sehingga suara tadarusan juga terdengar di ruang-ruang kelas.
Terasa khidmat dan khusyuk. Ini suasana yang berbeda dengan suasana pada hari-hari sebelum bulan Ramadan. Adanya tadarusan pada bulan Ramadan membuat suasana di sekolah lebih nyaman dan tenteram setiap paginya.
Kenyamanan dan ketenteraman yang sama juga terasa di ruang laboratorium komputer, yang di dalamnya sedang berlangsung persekutuan doa yang diikuti oleh murid yang beragama Kristen dan Katolik.