KOMENTAR
RAMADAN Pilihan

Cerpen | Otak Ayam

1 Juni 2019   03:30 Diperbarui: 1 Juni 2019   03:39 92 5

Tiga kali tiga sama dengan enam, dan aku dibilang tak lebih berotak ayam.

Aku memang tak pandai berhitung. Matematikaku tak pernah lebih dari lima setiap ulangan di sekolah. Entah aku yang bodoh atau guru Matematika itu yang tak pandai mengajar. Tapi, masalah kesabaran aku pastilah jagonya. Berkali-kali aku dihukum, disuruh berdiri di depan kelas dengan menaikkan satu kaki dan menjewer telinga secara bersilangan, aku tetap santai-santai saja. Termasuk ketika Yu Win memarahi aku (lagi) karena sudah kali kedua aku salah menghitung jumlah telur di dalam kotak kayu itu.

Tiga dari lima tetanggaku adalah orang Padang. Sisanya Batak dan Jawa. Orang-orang bilang orang Padang itu pelit. Pandai berhitung. Pacak berikin. Tapi, Manulang yang punya banyak anjing itu lebih bikin aku tak senang. Berapa kalilah aku memergoki anak-anak Manulang itu maling jambu dan rambutan di kebun. Aku sebenarnya mau nangani mereka itu, tapi sayang aku takut sama anjing. Aku paling benci dikejar anjing. Apalagi membayangkan kalau sampai taring-taring berliur itu menggigitku. Duh, mana aku harus cuci dengan tanah pula!

Salah satu orang Padang tadi memiliki tanah yang luas di samping rumahku. Masyarakat di sini membuat sebuah lapangan voli di sana sehingga tiap sore tidak pernah memiliki kata sepi. Hal paling menyenangkan selain main petak umpet dan bola kaki adalah menonton ibu-ibu bermain voli. Sebenarnya bukan terletak pada permainannya, tetapi pada pedagang yang menjajakan berbagai makanan di sekitarnya. 

KEMBALI KE ARTIKEL


Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Laporkan Konten
Laporkan Akun