KOMENTAR
RAMADAN Pilihan

1445 H (3) Berbuat Baik yang Benar, Bakat/Keturunan?

13 Maret 2024   01:10 Diperbarui: 13 Maret 2024   08:42 496 5


Bila sudah selesai dengan dirinya, ikhlas, selalu pandai bersyukur. Melakukan perbuatan baik, dilandasi oleh kebenaran, karena Allah. Bukan sekadar sandiwara untuk kepentingan dan demi mencari keuntungan pribadi atau golongan.(Supartono JW.13032024)

Ilustrasi: Minggu pagi, (10/3/2024), sekitar pukul 07.00 WIB, saya mendengar ada suara seperti orang memotong rumput liar di depan rumah. Saya pun bergegas mencari tahu. Ternyata, di depan rumah ada tetangga, yang ternyata sedang memotong rumput liar di dekat pot-pot bunga rumah saya.

"Maaf, Pak, saya inisiatif memotong rumput, sebab di dalamnya banyak sekali ulat bulu. Jadi biar tidak menyebar, saya potong rumputnya, ulatnya saya semprot obat, sekalian saya membersihkan rumput di kebon". Ujar tetangga saya yang dikenal sangat baik ini.

"Maaf, saya malah tidak tahu bila ada ulat. Rencana siang ini, saya baru mau mencabuti rumput-rumput itu. Maaf, jadi merepotkan". Ujar saya.

"Tidak merepotkan, Pak. Ini lagi musim ulat bulu. Jadi sekalian. Biar ulatnya tidak menyebar." Ujar tetangga yang baik ini.

Dari ilustrasi percakapan tersebut, yang merupakan kisah nyata, saya simpulkan, tetangga saya ini orang yang baik. Tidak hitungan. Prinsipnya menolong dan mencegah. Tetangga saya ini, pun terkenal ada bakat kebaikan, yang bisa jadi bawaan lahir atau keturunan.

Jadi, tetangga saya sudah berbuat baik yang benar. Bahkan tidak pamrih, sebab perbuatan baiknya, sudah susah dikalkulasi. Pun tidak ada udang di balik batu. Tidak mencari keuntungan pribadi.

Berbuat baik yang benar, sulit/mudah?

Berbuat baik yang benar, bisa sulit. Bisa juga mudah. Bagi orang-orang yang selalu pandai bersyukur. Sudah selesai dengan dirinya sendiri, maka berbuat baik yang benar, bak aliran darah di dalam tubuh manusia yang "sehat". Mengalir secara alami dan normal. Tidak ada paksaan, hambatan, atau penyumbatan.

Orang-orang yang sudah terbiasa berbuat baik yang benar, dasarnya selalu pandai bersyukur, sudah selesai dengan dirinya, agamanya kuat, pendidikannya mumpuni, kompeten dalam kehidupan seringkali juga karena ada faktor bakat dan keturunan.

Dapat dipastikan, perbuatan baiknya benar, ikhlas, karena tidak ada udang di balik batu, tidak ada maksud lain, apalagi karena demi mencari keuntungan dan kepentingan dari "hal baiknya".

Orang-orang yang bermasyarakat dengan benar dan baik, tentu akan paham siapa-siapa saja anggota masyarakat di lingkungannya, lingkungan kerjanya, lingkungan kekeluargaannya, hingga lingkungan bangsa dan negara, siapa individu/keluarga yang suka melakukan perbuatan baik yang benar.

Biasanya, mereka berbuat baik yang benar sampai dihafal dan ditandai sebagai orang-orang yang berbakat dan sebagai keturunan orang-orang baik.

Baik, benar, bakat, keturunan


Menurut KBBI, baik adalah kata sifat yang berarti tidak jahat, terhormat, dan jujur. Kata baik ini merupakan kata yang menyimbolkan tentang kelakuan, budi pekerti, keturunan, dan sebagainya. Sementara kata benar, artinya sesuai sebagaimana adanya (seharusnya), betul, tidak salah, tidak berat sebelah, adil, lurus (hati), dapat dipercaya (cocok dengan keadaan yang sesungguhnya), tidak bohong, sah, sangat, sekali, sungguh.

Lalu, bakat bisa diartikan sebagai dasar kepandaian, sifat, dan pembawaan sejak lahir. Dan, keterunan adalah karakter atau sifat yang menurun dari generasi keluarga sebelumnya.

Dari penjelasan makna baik dan benar, dalam kehidupan sehari-hari, kita akan mudah melihat, merasakan, hingga menemukan, perbuatan-perbuatan baik, apakah itu di lingkungan keluarga, kekeluargaan, masyarakat, hingga perbuatan para pemimpin di negeri ini.

Namun, perbuatan yang nampaknya baik, bisa jadi berdasarkan hal yang tidak benar. Benar dan baik sepintas terkesan setali tiga uang, sama saja. Keduanya merupakan upaya positif, konstruktif. Tetapi  perbedaannya sangat prinsipil, apalagi benar yang berhulu pada satu standar, yaitu kebenaran, di luar makna KBBI.

Kebenaran yang paling benar adalah  yang Ilahi, nilai yang kita terima  dari Allah.  Kalau kebenaran mutlak itu tidak dilaksanakan disebut salah. Lawan kata benar adalah salah. Jadi benar adalah keniscayaan.

Ada dalam literasi, disajikan informasi hasil penelitian sosial seorang peneliti Belanda, yang menyimpulkan bahwa rasa bersalah orang di dunia Barat berbeda dengan di Timur (sampel diambil di Yogjakarta). Orang Barat dikatakan lebih berorientasi pada nilai benar, sedangkan orang Timur lebih pada penerimaan orang banyak.

Tersangka KPK sering kali tampak keluar dari persidangan dengan tersenyum dan melambaikan tangan. Mengapa? Karena korupsi dilakukan di hampir semua lapisan masyarakat, jadi tak perlu merasa malu atau bersalah karena hampir semua orang melakukannya.

Lihatlah dalam kancah Pemilu. Suara tentang kecurangan yang terstruktur, tersistem, dan masif (TSM) terus menggema. Di amini banyak pihak dan sebagian rakyat, bahwa di dalamnya ada yang salah. Tetapi berapa banyak pihak dan rakyat yang menganggap dugaan TSM tidak ada, perilaku salah (tidak beretika dan tidak bermoral) dari pemimpin negeri justru tetap dianggap perbuatan baik.

Orientasi

Sampai di sini jelas bahwa orientasi kebaikan yang salah dan sarat kepentingan, merugikan tatanan bangsa karena nilai benar tidak lagi dianut sebagai standar.  Nilai etika dan moral bangsa akan semakin terdegradasi sebab pemimpin meneladankan hal baik (baca: sesaat, instan, sarat kepentingan, penyelewengan) didahulukan ketimbang kebenaran.

Atas hal perbuatan baik yang benar, bukan perbuatan baik yang dasarnya salah dan sarat kepentingan, ada udang di balik batu, maka dalam momentum bulan yang penuh berkah dan ampunan ini, Ramadan 1445 Hijiriah yang masih di fase rahmat, untuk memperbaiki bangsa ini, kita wajib bersikap memilih benar dahulu, baru baik.

Tantangaannya, bila sesuatu akan membuat kita untung, artinya mendatangkan kebaikan, namun hal tersebut tidak mengandung nilai benar, apakah kita akan menolak bahkan menentang. Kita kukuh mempertahankan kebenaran, meski tidak menguntungkan?

Dalam al-Qur`an, disebutkan, "Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya" (Qs. al-Zalzalah: 7-8).  

Doa saya, di bulan penuh berkah ini, semoga selalu kecipratan dan ketularan karakter hebat, orang-orang yang berbakat melakukan perbuatan baik yang benar, karena ikhlas dan senantiasa bersyukur atas nikmat yang dilimpahkanNya. Aamiin.

KEMBALI KE ARTIKEL


Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Laporkan Konten
Laporkan Akun