Magang dan Menjadi Bagian Mudik Gratis
Menjadi bagian mudik gratis, aman, dan nyaman tak pernah terlupakan olehku. Kala itu 2017, aku yang anak Riau ini mendapat kesempatan magang di ibukota. Adakah suatu hal yang aku mimpikan sejak masih duduk di bangku sekolah.
Apalagi magang kuliah di semester 5 ini berada di Bumi Ranger Hitam, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Rasanya masih mimpi.
Aku dan dua kawanku dipanggil oleh perusahaan untuk melaksanakan magang pada saat puasa ramadan 2017. Namun, kawanku satu lagi memutuskan untuk tidak pergi lantaran suatu hal. Akhirnya hanya kami berdua yang pergi.
Jika tidak salah di hari ke-10 itulah aku dan kawanku tiba di Jakarta. Aku menginap di Ciledug. Menjelang idul fitri, kami anak magang berkesempatan mendapat jatah cuti lebaran.
Keadaan tidak memungkinkan aku mudik ke Riau. Jadi, aku pun memutuskan untuk ke rumah saudara yang berada di Tangerang Selatan. Sepupu laki-laki ku pun menjemput dengan motor kopling ke kos dan membawaku melintasi dua provinsi.
"Wah," kataku. Mungkin ini hal biasa terjadi di ibukota. Ia sampai di kos usai isya. Jalanan lumayan macet namun dengan sigap ia menyelinap ke sana kemari. Aku lupa berapa lama waktu dan jarak tempuh.
Seingatku sebelum pukul 10.00 WIB sampailah di rumah saudara. Kemudian, bibi pun menyambutku. Kami bercakap-cakap sambil menyiapkan perjalanan esok hari.
Aku cukup terkejut karena baru sampai di Tangsel, besoknya hari mudik ke Kebumen, Jawa Tengah (Jateng) tempat nenek.
"Besok siap subuh kita pergi pakai gocar ke kantor gubernur. Mudik gratis," ucap bibi.
"Besok banget bi?" kataku sambil mengucap kata "Ok siap"
Setelah itu, kami pun beranjak ke kamar dan beristirahat untuk mengisi energi. Usai sahur dan subuhan, segera memesan gocar yang membawa kami ke tempat mudik gratis.
Sesampainya di lokasi, bus telah berjajar rapi. Kami pun menunggu cukup lama. Beberapa ada yang duduk di tenda dan beberapa ada yang menyempatkan jalan-jalan di sekitar lokasi.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya gubernur dan forkopimda pun meresmikan dan melakukan pelepasan. Para peserta mudik pun harus mengenakan pakaian dan topi.
Aku pun dikasih baju dan topi mudik gratis. Masih ingat betul warnanya biru dan putih. Begitu masuk bus, voucher pun diminta kembali oleh tim.
"Tin, tin, tin," begitulah sahut-sahutan antar bus yang kemudian membawa kami ke tujuan masing-masing.
Di situ aku merasa bersyukur bisa mudik ke kampung halaman nenek dan kakek. Namun, di satu sisi, aku tidak lebaran bersama orang tua. Disitulah mulai timbul rasa campur aduk. Meski begitu, ini bukan pertama kali. Terkadang orang tua ku yang mudik, dan aku tidak ikut.
Perjalanan pun kurang lebih selama dua hari. Di perjalanan, bus memberhentikan di tempat makan yang sekaligus difasilitasi tempat salat. Sehingga, pemudik muslim bisa menjalankan ibadah.
Tempat demi tempat pun terlewati. Waktu berlalu dan akhirnya mengantarkan kami ke tempat tujuan. Ya, aku dan keluarga bibi pun sampai di Petanahan. Lalu, kemudian kami pulang dengan angkot.
Angkot yang kami tumpangi menurutku semacam mini bus atau bus sekolah. Luas. Sebab, berbeda dengan angkot pada umumnya.
Kurang lebih 15 menit sampailah di rumah nenek. Di sana, para bibi dan sepupu pun sudah banyak yang berkumpul. Ada juga yang bergantian datang.
Selama di Jawa, aku pun bergantian ke rumah saudara baik dari mama maupun bapak. Begitulah di Jawa. Belum lagi tempat wisata di sana banyak dan dekat-dekat.
Di kampung orangtuaku banyak pantai, lantaran di daerah pesisir selatan. Hampir setiap hari aku ke pantai bahkan sehari bisa dua kali. Pagi dan sore.