Hiburan Sahur Itu Kini Tiada Lagi
Ketika alaram gawai maupun alaram manual bertugas membangunkan orang yang akan makan sahur sudahlah biasa. Seakan tidak ada suasana Ramadan, ketika kita harus bangun untuk pergi ke bandara atau berangkat kerja juga selalu dibangunkan oleh bunyi alaram.
Jujur saja ada hiburan yang hanya ditemukan di Indonesia. Sudah beberapa negara yang pernah penulis kunjungi, namun kebiasaan ini tidak pernah ada.
Kebiasaan ini sangat sederhana berupa kegiatan menabuh alat musik tradisional, seperti angklung, kentongan, drum maupun barang bekas seadanya, misal bekas galon air minum, kaleng cat, botol, panci, ember dan lain-lain.
Anak-anak kecil sebaya kadang hingga remaja berkeliling kompleks perumahan dengan mendorong gerobak berisi peralatan musik seadanya itu, dengan berbaju muslim maupun hanya berkalung sarung untuk melindungi diri dari rasa dingin, mereka berkeliling kompleks perumahan dengan memukul peralatan musik dan peralatan seadanya secara cukup keras dengan upaya untuk membangunkan orang untuk melaksanakan makan sahur. Jadi kebiasaan ini hanya dilakukan pada bulan Ramadan selama ada orang berpuasa dan perlu dibangunkan sahur. Biasanya mereka bergerak sekitar jam 3 dinihari hingga menjelang Imsak.
Kadang bunyi musiknya asal-asalan, namun kadang kala berbunyi cukup ritmis dan kocak. Kadang-kadang diselingi dengan pantun-pantun kocak. Namun tidak mengejutkan orang yang sedang terlelap tidur, sehingga saat terbangun tidak marah bahkan tersenyum-senyum, sekalipun orang yang terbangun itu tidak berpuasa. Kalau yang berpuasa tentu berterima kasih karena justru dibangunkan agar tidak terlambat melakukan makan sahur.
Irama yang diperdengarkan sangat khas hingga menghibur bagi siapa saja yang mendengarkannya. Orang yang terbangun pasti tidak akan merasa kesal lalu marah.
Kegiatan ini menjadi tradisi karena dilakukan diberbagai kota, dengan sebutan berbeda. Ada yang menyebut musik patrol atau Kotekan.
Sayangnya kebiasaan yang menghibur ini, kini telah tiada di Jabodetabek khususnya. Entah kalau di kota kecil, di daerah atau di desa-desa. Dari informasi yang sempat penulis kumpulkan, saat ini malah tergantikan oleh suara suporter bol. Yang tidak ada nuansa kocak, bahkan hanya asal ribut saja.
Kegiatan positif semacam ini selayaknya dilestarikan, apalagi hanya ada di Indonesia. Daripada anak-anak dan remaja melakukan kegiatan yang menjurus kriminal seperti klitih.