KOMENTAR
RAMADAN Pilihan

Chill & Heal ala Generasi Baby Boomers

28 April 2023   16:54 Diperbarui: 28 April 2023   16:56 472 6


Jujur saja, ketika saya membaca topik mystery yang terakhir ini agak kaget. Alasannya karena dari saat lulus.kuliah, hingga pernah bekerja di beberapa Perusahaan, saya belum mengenal istilah 'chill & heal'. Meski saya akui bukan termasuk generasi tua yang anti digital, karena saya selalu aktif bersosial media, meski nggak sampai joget-joget seperti TikTok, tapi jujur saja beberapa sosial media populer, seperti FaceBook, Insta Gram / Reel , YouTube, Twitter dan WhatsApp saya masih nengikutinya.

Itulah sebabnya saya sedikit mengenal istilah bahasa gaul melalui sosial media, meski saya sendiri merasa tidak pernah mempraktekkannya sendiri.

"Chill & heal" sebenarnya bahasa gaul di kalangan generasi milineal hingga Z, melihat ke kamuspun tidak diperoleh arti yang tepat. "Chill' sering diartikan sebagai sarana untuk mendinginkan, istilah kasarnya mesin yang telah dioperasikan selama berbulan-bulan, haruslah didinginkan agar jangan 'overheated'. Istilah yang selalu digunakan saat saya masih bekerja adalah ambillah cuti untuk berlibur agar mengurangi beban pikiran (stress).

Jadi sebenarnya meski pada beda generasi ini istilahnta beda, namun artinya sama. Seperti saat masih bekerja di Semarang, atasan menyarankan pada akhir pekan, pergilah ke Bandungan / Kopeng agar hari Senin pikiran segar kembali.

Demikian pula saat saya sudah bekerja di Jakarta, atasan juga sering berpesan agar mendinginkan pikiran di Puncak, Bogor atau Bandung Jawa Barat.

Hal inipun sudah sering saya lakukan saat pada hari Jum'at mengikuti rapat. Meski rapat selesai dan malam harinya bisa pulang, karena rapat di Bogor atau Ancol, saya tetap memperpanjang waktu menginap hingga hari Minggu sore, dan selama akhir pekan ini digunakan untuk bersantai. Tidak bertemu dengan dokumen peting yang selalu membuat pusing kepala. Ruang kamar hotel tentu lebih bersih dan minimalis, sehingga menimbulkan suasana baru. Meski masih ada dokumen peting, tapi tidak sebanyak yang terdapat di kantor / di rumah.

Demikian pula saat harus menghadiri rapat di organisasi yang berskala nasional, sesuai kebjiakan Menteri Pariwisata, semua rapat dilangsungkan di dalam negeri. Akibatnya, saya secara otomatis mengenal daerah wisata nusantara dari Aceh hingga Papua, termasuk budaya dan kulinernya.

Uniknya setiap akhir rapat, saya selalu memiliki kebiasaan untuk memperpanjang waktu sewa kamar, meski dengan beaya pribadi tentunya. Namun akibatnya, saya jadi mengenal suatu wilayah lebih lengkap  Misalnya ketika mengunjungi Banda Aceh, bahkan sempat ke Titik Nol KM Indonesia di pulau We.

Demikian pula halnya dengan istlah "healing" yang arti katanya penyemvuhan, bukan menyembuhkan dari rasa sakit, namun berusaha menyenangkan diri dengan melihat situasi lain. Yang dulu biasa saya lakukan adalah pergi ke pantai ber pasir putih atau ke bukit untuk nenghirup udara segar. Dulu istilahnya penyegaran atau refreshing, namun sekarang lebih banyak digunakan istilah 'healing'. Hanya bedanya, sekarang lebih diperkuat dengan terapi relaksasasi / pijat, spa dan yoga dan banyak dilengkapi dengan aroma therapi.

Rupanya apa yang telah dilakukan oleh generasi baby boomers dengan generasi milineal / Z untuk mendinginkan pikiran adalah sama. Dan kebetulan ide kami sejalan dengan Kemenparekraf yaitu Bangga Berwisata di Indonesia. Meski pantai waktu itu hanya pantai -pantai di Bali, seperti Sanur , Nusa Dua dan Kuta, atau Senggigi di Lombok.

Kini pilihan destinasi untuk berlibur lebih bervariasi, ada Raja Ampat, Danau Toba, Wakatobi dan Labuhan Bajo. Fasilitas di kawasan wisata juga lebih diperhatikan sejak sektor wisata sempat terpuruk saat pandemi Covid-19.

KEMBALI KE ARTIKEL


Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Laporkan Konten
Laporkan Akun