Walau Religius, Tapi Kita Masih Ramah dengan Korupsi
Pagi mulai merekah dan langit kota Yogya lumayan adem karena sinar matahari tertutup awan tipis yang menggantung di atas Alun-alun Kidul. Suasana yang sangat mantap untuk salat Idulfitri pada Rabu, 10 April 2024.
Ribuan jamaah menuju lapangan yang ada di selatan kompleks Kraton Yogya itu. Ada yang naik kendaraan dan memarkir nya di sekitar, ada juga yang berjalan kaki dengan wajah wajah yang ceria.
Sebelum tiba du alun-alun, ada banyak yang menjual alas sajadah, baik berupa koran bekas atau poster khusus.
Petugas sibuk mengatur jemaah sambil mengumumkan bahwa salat Ied akan dimulai tepat pukul 7.00 WIB. Sambil menunggu takbir dilantunkan dengan syahdu dan puluhan petugas juga berkeliling mengimpikan sedekah. Di samping itu ada juga yang berfoto, membuat video dan bahkan menggunakan Drone yang terbang rendah.
Tepat pukul 8. Salat ied dimulai dengan khusyuk dan kemudian dilanjut dengan khotbah.
Ada beberapa poin yang disampaikan khotib. Pada awalnya sedikit menyentil masalah politik mengenai ke perhatianmu tentang pelaksanaan pemilu dan pilpres yang baru saja berlalu.
Namun yang menjadi topik utama adalah keprihatinannya menangani masih maraknya korupsi yang terjadi di negeri ini. Menurutnya tingkat korupsi ini menarinya semakin menurun dengan meningkatnya tingkat religiusitas masyarakat Indonesia.
Secara logika seharusnya tingkat religiusitas akan memiliki korelasi negatif dengan tingkat korupsi, artiny bila masyarakat kita makin religius, seharusnya tingkat korupsi makin turun. Akan tetapi sayangnya di Indonesia, hal ini tidak terjadi. Tingkat korupsi tetapi tinggi dan makan meningkat seiring dengan tingkat religius yang juga tinggi.
Lalu dimana letak kesalahannya?
Ternyata salah satunya adalah pemahaman masyarakat tentang religi itu sendiri. Dalam masyarakat kita, kebanyakan masih melaksanakan agama pada tingkat kebiasaan dan ritual saja. Kita mungkin berpuasa, berzakat, salat, dan melakukan banyak kewajiban beragama hanya pada esensi kewajiban ritus namun belum sampai memahami esensi di baliknya. Akibatnya ajaran mulia tangga ada di baliknya kurang dipahami dan diresapi dan budaya permisif atas korupsi masih sangat marak.
Denikian isi khotbah yang sangat menyentuh hati bila kita mau mendengar dengan mata hati dan menjalankannya sesuai hati nurani. Kalau tidak kembali salat ied ini pun hanya menjadi ritual saja termasuk bermata-maafkan sesudahnya.
Semoga kita semua menjadi insan yang lebih baik setelah menjalankan ibadah puasa ini.
Sekitar pukul 7.45, salat selesai. Jemaah mulai meninggalkan lapangan alun-alun kidul. Walau ini tua mengingatkan melalui pengeras suara agar tidak meninggalkan alas sajadah berupa koran untuk menjaga kebersihan, tetap saja masih banyak sampah yang berserakan di lapangan rumit itu.
Sebelum pulang, kita juga dapat mengambil buku kecil berisi teks khotbah untuk dibaca kembali di rumah dan merenungi isinya.