Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, mental, politik dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang.
Seharusnya Puasa Tidak Sekedar Menahan Lapar dan Haus Saja
Formula kita tetap semangat puasa adalah yakin, yakin tiap kita puasa telah mendapat rahmat Allah. Dengan kita terus puasa sampai sekarang tidak pernah bolong---tanpa udzur syar'i---tandanya kita mendapat hidayah dari Allah. Tanpanya, kita tak mungkin mampu bertahan.
Puasa itu berat, lebih berat daripada rindu. Kalau rindu bisa kita tahan dan sembunyikan, maka puasa sebagai manifestasi iman harus kita tampilkan. Dengan sekeras mungkin kita jaga agar tidak ternoda.
Sempurnanya puasa tentu puasa yang tidak sekedar menahan lapar dan haus, tapi kita sepertinya belum di fase itu. Puasa kita lebih fokus soal berburu takjil, berburu kuliner enak atau menyiapkan bekal apa agar fit untuk hari esok puasa lagi. Semua seputar isi perut, bukan seputar puasa berkualitas itu seperti apa.
Atau mungkin kita sudah tahu, tapi kita berpikir lebih keras untuk sampai di puasa berkualitas tersebut. Sebab kita ingin enjoy, menikmati tanpa bolong dengan ala kadar.
Kita puasa dengan kesungguhan, terlihat sempurna oleh orang lantas dipuji-puji. Lantas saat pulang ke rumah, melihat menu makan tidak lezat seperti iklan di media elektronik, kita ngomel dan bermuram durja wajahnya. Kenapa menu tidak enak begitu, padahal ini bulan puasa yang makannya dua kali, tidak kreatif banget.
Itu kenapa banyak yang mengeluh, kenapa di bulan Ramadan ini, makannnya cuma malam tapi pengeluaran begitu membengkak. Ramadan hanya sebulan tapi pendapatan menurun terkuras oleh pengeluaran yang begitu gendut. Kalau kita tanya, apa yang sebenarnya yang salah dengan momen puasa kita?
Mungkin yang perlu pertama kita evaluasi ialah menu beragam di meja makan kita. Mengapa begitu banyak daftar minuman yang penuh varian, makanan yang juga penuh selera, buah cuci mulut yang menggoda, belum daftar cemilan menemani malam sebelum tertidur nyenyak. Belum alokasi anggaran untuk ngabuburit yang kadang buat lidah ngiler melihat kenikmatan yang terpampang di pinggir jalan.
Puasa kita belum di fase di mana puasa tidak sekedar soal makan dan minum, soal pamer dan soal-soal material. Puasa itu membawa kita semakin bersyukur kepada Allah, membuat kita semakin nyaman menahan lapar dan membuat kita semakin merasa "menahan lapar" tidak sesulit yang dipikirkan.
Ada output-nya ke sikap dan mental kita, yang semakin merasa kasih sayang Allah begitu melekat ke kita. Dzikir terasa nikmat diucap terus dan terus menerus, meresap di jiwa. Kehadiran Allah bukan sekedar teori tapi kita merasa diperhatikan dan merasa kita hamba tidak tahu diri kalau sekedar mengisi dengan pepesan kosong tanpa esensi.
Kalau di hari dan bulan biasa kita hanya mampu mengkhatamkan al-Qur'an setahun sekali, maka di bulan ini sedikitnya sebulan sekali mampu kita khatamkan. Lebih dari itu lebih bagus tapi niatnya lurus dan jangan sampai merusak aktivitas harian.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025