Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon
Tradisi dan Budaya Idul Fitri yang Tidak Bisa Dihilangkan
Tidak ada yang berbeda dalam perayaan Idul Fitri tahun ini. Meski dalam bayang-bayang penyebaran pandemi covid-19, salat sunah ied dan silaturahmi masih tetap berjalan seperti biasanya.
Bukan tidak patuh dengan protokol kesehatan dalam penangan covid-19, namun tradisi kebudayaan dan kebiasaan memang sulit untuk diubah, bukan tidak percaya dengan adanya virus corona, kita tetap merayakan hari raya idul fitri dengan cara tersendiri.
Kota Cilegon termasuk zona kuning, tidak ada larangan dari Pemeringah Kota Cilegon untuk tidak melaksanakan Salat Ied di masjid.
Di malam takbiran, beberapa kali kita diingatkan untuk datang ke masjid dengan mengenakan masker. Pelaksanaan salat sunah ied pun berjalan seperti biasanya.
Kembali pada tradisi, budaya dan kebiasaan. Social distancing bisa saja dianggap kesombongan dan menutup diri. Tinggal di sebuah perkampungan, para tetangga tidak lain masih saudara sendiri.
Apakah bisa kita menutup diri, menutup pintu rumah dan tidak menerima tamu?
Saya sadar akan pentingnya jaga jarak dengan orang lain. Namun menjadi berjarak dengan saudara dan tetangga rasanya itu semua sulit untuk diterapkan. Sejak dulu kebersamaan selalu terbangun dalam berbagai bentuk kegiatan.
Momen perayaan haruslah menjadi suka cita. Saat ini situasi memang berbeda, namun perayaan bisa berjalan secara fleksibel.
Masih bisa tatap muka, meski tanpa berjabat tangan. Masih bisa saling mengucapkan selamat dan maaf-maafan meski tertutup masker. Kehangatan lebaran tidak pernah hilang.
Hari raya Idul Fitri menjadi momentum kemenangan setelah melaksanakan ibadah puasa satu bulan penuh.
Jika kita mengkaji pengertian Idul Fitri sendiri bisa juga disebuat sebagai perayaan dan tradisi keagamaan yang rutin dilakaanakam setiap tahunnya.
Diambil dari istilah Idul Fitri dapat pengertian dua kata, yaitu 'id dan al-fitr,
Kata 'id dalam bahasa 'Arab diambil dari akar kata 'aada asal kata dari 'awada, yang memiliki banyak arti, yaitu sesuatu yang terjadi berulang-ulang. Kata 'id juga berarti kebiasaan dari kata 'dah, selain itu juga memiliki arti kembali.
Kata al-fitr sendiri berasal dari akar kata "fitrah," yaitu Fihtratun artinya perangai, tabi'at, kejadian asli, agama, ciptaan.
Fitrah juga bisa diambil dari akar kata al-fatr yang berarti belahan. Dari makna ini lahir makna-makna lain, diantaranya pencipta atau kejadian.
Bisa ditarik kesimpulan, bahwa Idul fitri berkairan dengan keruhanian yaitu kembali pada hati, jiwa dan fikiran yang suci dengan kembali lagi pada hati dan jiwa yang asli, layaknya seorang bayi yang baru lahir di dunia.
Dari maksud perayaan inilah, saya bukan bermaksud bebal tidak mengindahkan lebaran di rumah aja. Suka cita yang tidak bisa digantikan hanya dengan berdiam diri. Sementara perayaan lebaran sudah menjadi semangat spiritual seorang muslim yang sudah mendarah daging.
Hari Raya Idul Fitri tahun ini tidak tidak ada yang berbeda dalam menjalankannya. Perbedaan hanya sebatas sudut pandang cara penanganan covid-19.