Pernahkah terlintas di benakmu, "Lebih baik tidak mempercayai siapa pun, daripada menanggung luka pengkhianatan"?
Perasaan itu wajar, apalagi jika pengalaman pahit dikecewakan orang terdekat masih membekas.
Dari sana, keyakinan muncul bahwa mungkin lebih aman berasumsi semua orang berpotensi mengkhianati, agar kita tidak terlalu berharap dan akhirnya kecewa.
Ada yang berpendapat bahwa filosofi Stoikisme itu mengajarkan untuk selalu siap menghadapi pengkhianatan dengan mencurigai semua orang.
Namun, benarkah demikian? Apakah kita harus selalu memandang setiap orang sebagai potensi pengkhianat agar tidak kecewa?
Atau adakah cara yang lebih bijak dalam menghadapi pengkhianatan tanpa terjebak dalam kecurigaan berlebihan?
Mari kita selami lebih dalam!
Ada sedikit perbedaan pendapat antara sesama Stoikisme. Disini penulis kurang setuju dengan pendapat bahwa Stoic itu berarti harus selalu curiga, menganggap semua orang akan mengkhianati kita, dan selalu siap mental untuk dikecewakan.
Padahal, bukan itu intinya. Stoicism bukan soal paranoid atau berpikir negatif tentang orang lain.
Yang diajarkan Stoic adalah bagaimana kita mengendalikan reaksi kita terhadap hal-hal yang terjadi di luar kendali kita, termasuk pengkhianatan.