ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX
Mengenal Lebih Dekat 4 Tokoh Pelopor Hari Kebangkitan Nasional
Hari Kebangkitan Nasional setiap tahunnya dirayakan pada tanggal 20 Mei. Tapi, jujur saja, jika nggak ada tugas menulis dari Kompasiana ini, saya nggak begitu paham apa itu Hari Kebangkitan Nasional selain ingatan samar saya bahwa Hari Kebangkitan Nasional ditetapkan atas berdirinya Boedi Utomo, tepat hari ini 112 tahun yang lalu.
Di pelajaran sejarah saat sekolah dulu sih tentu saja dipelajari ya. Tapi ya mohon maaf, namanya ingatan manusia (baca: saya) terbatas, jadinya nggak begitu mengenal sejarah terbentuknya hari penting ini. Lagipula, peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini tidak "dirayakan" dengan cara menjadikannya sebagai hari libur. Dan, dibandingkan hari besar lainnya, peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini relatif sepi terlebih jika dibandingkan dengan peringatan Hari Kemerdekaan.
Apalagi, sehari-hari saya kerja di sektor swasta. Beda dengan rekan-rekan saya yang lain yang bertindak sebagai abdi negara (ASN) atau pegawai BUMN/BUMD karena setahu saya ada peringatan khusus terhadap Hari Kebangkitan Nasional ini. Minimal, semangat Hari Kebangkitan Nasional ini diperingati saat apel/upacara pagi. Benar begitu teman-teman?
Sekilas Mengenai Hari Kebangkitan Nasional
Seperti yang saya singgung di atas, Hari Kebangkitan Nasional ini diperingati atas dasar terbentuknya organisasi Boedi Utomo. Sebetulnya, ada satu peristiwa penting lainnya yang kemudian membentuk rangkaian atas Hari Kebangkitan Nasional ini. Peristiwa itu ialah Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) di mana kedua peristiwa ini terjadi jauh sebelum Indonesia merdeka namun, semangat meraih kemerdekaan itu kian mencuat atas adanya 2 peristiwa ini.
Kalau saya bilang, organisasi Boedi Utomo ini terbentuk atas dasar keberhasilan mengelola rasa sakit hati. Bagaimana tidak, mereka, orang-orang yang membentuk organisasi ini sangat berani mendobrak sikap pemerintah Hindia Belanda yang waktu itu memecah belah bangsa dengan cara membentuk perbedaan kasta-kasta sosial.
Uniknya, pada awal terbentuk, organisasi yang namanya ternyata dicetuskan oleh Soeradji Tirtonegoro ini hanya berangotakan para priyayi. Baru setelah 12 tahun terbentuk, barulah organisasi ini menerima anggota dari kalangan biasa.
"Jika pendiri organisasi ini lumayan banyak, kenapa hanya 4 orang saja yang kemudian dikenal sebagai tokoh pelopor Hari Kebangkitan Nasional?" nah ini dikarenakan jalan panjang berbagai peristiwa perjuangan hingga kemudian Indonesia mencapai kemerdekaan. Saya akan mengulas singkat ke-4 tokoh yang dimaksud.
Soetomo (1920-1981)
Menilik tanggal lahir beliau jelas bahwa Soetomo, salah satu mahasiswa STOVIA yang membentuk Boedi Utomo adalah orang yang berbeda dengan Soetomo yang saya maksudkan ini. Nah, Soetomo yang ini lebih dikenal dengan nama Bung Tomo yang dikenal dengan perannya melawan kembalinya penjajahan Belanda melalui tentara NICA yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang kelak dikenang sebagai hari Pahlawan.
Walau berada di sisi pemerintahan, di tahun 1970-an, ia berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde Baru sehingga ia sempat ditangkap dan dipenjara selama setahun. Sosok kebanggaan Indonesia ini meninggal di Padang Arafah saat melaksanakan ibadah haji di tahun 1981. Berbeda dengan jamaah lainnya, jenazah Bung Tomo dibawa ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan sesuai permintaannya semasa hidup.
Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo (1886-1943)
Tokoh yang namanya kini diabadikan menjadi sebuah nama RS di Jakarta ini bersama Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia yang kemudian dikenal "Tiga Serangkai". Dia adalah tokoh dalam Indische Partij, sebuah organisasi politik yang mencetuskan ide pemerintahan tersendiri langsung di tangan penduduk bukan oleh Belanda. Dikarenakan hal ini, di tahun 1913 dia dan dua rekannya diasingkan ke Belanda dan baru kembali 4 tahun kemudian.
Ki Hajar Dewantara (1889-1959)
Bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, ini dia sosok yang kita kenal sekarang sebagai pelopor pendidikan di Indonesia karena selama hidupnya Ki Hajar Dewantara berjuang keras terhadap nasip pendidikan kaum pribumi sejak zaman penjajahan Belanda. Ia juga pendiri Perguruan Taman Siswa, yang memberikan kesempatan pribumi untuk mendapatkan pendidikan setara kaum priyayi.
Douwes Dekker
Douwes Dekker adalah nama keluarga Belanda yang merupakan gabungan klan Douwes dan klan Dekker. Di Indonesia, ada 2 tokoh dengan nama belakang sama yang memiliki peranan penting bagi Indonesia. Yang pertama, Eduard Douwes Dekker (1820-1887) seorang sastrawan yang dikenal dengan nama Multatuli yang telah menulis novel fenomenal berjudul Max Havelaar yang berisi kritik atas perlakuan buruk penjajah.
Ernest adalah peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20. Dia juga adalah sosok di balik gagasan nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia Belanda yang merdeka (walaupun kelak nama negara kita bernama Indonesia). Dibandingkan semua temannya di Tiga Serangkai, Ernest meninggal di usia yang cukup tua, yakni 70 tahun dan dimakamkan di Bandung.
Jangan Melupakan Sejarah
Tak ingat detail sebuah peristiwa bersejarah menurut saya beda dengan "melupakan sejarah". Sekali lagi, kapasitas ingatan kita terbatas. Kita bahkan belum tentu mengingat jelas apa yang terjadi kemarin. Jadi, kalau ada peristiwa penting terkait bangsa dan negara yang kita tak ingat jelas detailnya, menurut saja wajar.
Namun, beda halnya jika kita melupakan sejarah. Nah, menurut saja, melupakan sejarah indikasinya dapat terlihat saat ada orang (atau bahkan kita sendiri) yang tak lagi mencintai negeri ini sebagaimana mestinya. Alih-alih memberi dukungan atau memberikan kritik yang membangun, yang ada malah mencela dan mengutuk hal-hal yang terjadi sekarang, salah satunya saat penanganan covid-19.
Tak ada yang sempurna dari sebuah kebijakan, namun, saya pribadi yakin bahwa terlepas dari ketidakidealan di mata kita, pemimpin di atas sana sudah berbuat sesuatu untuk mengatasi semua permasalahan. Ketimbang misuh-misuh, mending berdoa mumpung Ramadan masih berlangsung secara jika sudah lebaran ya keutamaan berdoa di Ramadan akan hilang. Gak kerasa, Lebaran Sebentar Lagi!