Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/
Toxic Marriage (2), Memiliki Standar Nilai yang Berbeda
Standar nilai dalam keluarga muslim, tentu saja adalah Al-Qur'an dan sunnah Nabi saw. Semua tindakan, keinginan, perbuatan, maupun perkataan, dinilai dengan fondasi yang jelas dari kedua rujukan umat muslim tersebut. Apakah tindakan tersebut benar atau salah, mengacu kepada rujukan yang sama. Bukan mengambil rujukan sendiri-sendiri.
"Selingkuh itu berdosa, Pah. Jangan lakukan perselingkuhan", ujar istri.
"Itu kata siapa?" tanya suami.
"Itu nasihat ustadzahku, yang diambil dari ayat Al-Qur'an, jangan mendekati zina", jawab istri.
"Itu kan pendapat ustadzahmu. Aku punya pendapat sendiri", jawab suami.
Lalu bagaimana bisa saling percaya, jika masing-masing memiliki rujukan nilaiyang berbeda? Maka di antara tanggung jawab bersama dari suami dan istri adalah menetapkan standar nilai yang sama. Agar mereka bisa bersikap secara sama dalam memahami segala sesuatu.
- Saling Terbuka dengan Pasangan
Dalam pernikahan yang sehat, ada suasana keterbukaan antara suami dan istri dalam banyak hal. Mereka tidak banyak menyembunyikan sesuatu dari pasangan. Pasangan suami istri terbiasa mengobrol dan bercengkerama, mendiskusikan segala sesuatu. Tak ada sumbatan di antara mereka tatkala mengobrol berdua berlama-lama.
Dalam pernikahan yang toxic, pasangan suami istri lebih banyak memendam informasi. Ada banyak hal yang mereka sembunyikan dari pasangan. Password HP, email, medsos, dirahasiakan dari pasangan. Tak ada akses yang diberikan kepada pasangan untuk mengetahui isi smartphone masing-masing.
Jika ingin terbangun saling percaya dengan pasangan, suami dan istri harus belajar terbuka satu dengan yang lain. Memulai keterbukaan dari hal-hal sederhana. Menyempatkan waktu untuk mengobrol berdua. Menjadikan obrolan sebagai kebiasaan rutin setiap hari. Dengan cara ini, mereka akan memulai bercerita tentang apa saja.
Jika suami dan istri bisa lancar berkomunikasi, perlahan-lahan akan tumbuh pengenalan dan pemahaman. Suami mengerti dunia dan kesibukan istri. Demikian pula istri mengenal dunia dan kesibukan suami. Mereka saling mengenal teman-teman dekat pasangan. Saling mengerti aktivitas pasangan.
Jika kita cermati, Nabi saw memberikan contoh teladan suasana keterbukaan yang melegakan dengan istri beliau. Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih Bukhari pada bab "Bergaul dengan Baik terhadap Keluarga," sebuah hadits dari 'Aisyah. Bahwa 'Aisyah bercerita tentang sebelas perempuan di masa terdahulu, yang sedang berkumpul dan berjanji untuk tidak mnyembunyikan sedikitpun seluk-beluk suami mereka.