Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Konsultan

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Toxic Marriage (2), Memiliki Standar Nilai yang Berbeda

20 April 2022   08:17 Diperbarui: 20 April 2022   08:21 1824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Optimal marriages require that both parties agree, on all matters that directly shape their future, including household conditions, children, finances, career and other big decisions --Karen Phillips.

Karen Phillips, seorang psikoterapis dan penulis buku Communication Harmony menyatakan bahwa pernikahan yang optimal mengharuskan kedua belah pihak untuk memiliki kesepakatan nilai. Kesepakatan itu terjadi "dalam semua hal yang secara langsung membentuk masa depan mereka, termasuk kondisi rumah tangga, anak-anak, keuangan, karier, dan keputusan besar lainnya".

Dalam postingan sebelumnya telah saya sampaikan, bahwa dalam pernikahan yang toksik, sangat sulit membangun kepercayaan timbalbalik antara suami dan istri. Keduanya mudah curiga berlebihan, dan saling tidak percaya. Dampaknya, pernikahan terasa tidak menyenangkan.

Upaya untuk membangun kepercayaan timbal balik antara suami dan istri, bisa diwujudkan dalam dua kategori. Yang pertama adalah tanggung jawab individual dari suami dan istri. Poin pertama ini sudah saya sampaikan dalam postingan terdahulu. Berikutnya, harus ada tanggung jawab bersama dari suami dan istri untuk secara kolektif mewujudkan suasana kepercayaan timbal balik.

Kedua, Tanggung Jawab Bersama Suami Istri

A healthy spouse never dismisses their partner's feelings, thoughts or opinions, and never tells their partner what to do, say or think --Karen Phillips.

Untuk mewujudkan suasana saling percaya secara timbal balik, diperlukan usaha bersama dari suami dan istri. Karen Phillips menyatakan, "Pasangan yang sehat tidak pernah mengabaikan perasaan, pikiran, atau pendapat pasangannya, dan tidak pernah memberi tahu pasangannya apa yang harus dilakukan, dikatakan, atau dipikirkan."

Pernikahan yang sehat --tidak beracun, sudah mencapai kesejiwaan antara suami dan istri. Dalam level tertentu mereka sudah saling "klik" satu dengan yang lain, sehingga tidak perlu memberi tahu pasangannya apa yang harus dilakukan, dikatakan atau dipikirkan. Ini menandakan, mereka telah memiliki standar nilai yang sama.

Tanggung jawab bersama suami istri untuk membangun kepercayaan timbal balik, bisa dilakukan dengan langkah berikut.

  • Menerapkan Standar Nilai yang Sama dengan Pasangan

Jika suami dan istri memegangi serta menerapkan standar nilai yang berbeda, akan sangat sulit membangun kepercayaan. Misalnya, menurut suami, pergi berduaan menggunakan mobil bersama seorang staf perempuan itu tidak masalah. Mereka pergi berdua untuk mengurus sebuah projek selama beberapa hari. Menurut sang istri, tindakan itu sudah berlebihan dan tidak patut dilakukan.

Pun sebaliknya, ketika seorang istri merasa pekerjaan profesional menuntut dia untuk menemani tamu seorang laki-laki selama beberapa hari dalam kaitan pengembangan bisnis; namun di mata suami tindakan itu sudah berlebihan dan menyimpang. Perbedaan standar nilai seperti ini harus segera diselesaikan, sehingga mereka berdua memiliki kesamaan cara pandang.

Bagaimana akan muncul saling percaya, jika standar nilai mereka berbeda? "Selingkuh itu indah", kata seorang suami. "Selingkuh itu menyakitkan", kata seorang istri. Bagaimana akan bisa diwujudkan kepercayaan timbal balik, jika standar nilai terhadap tindakan selingkuh saja berbeda.

Standar nilai dalam keluarga muslim, tentu saja adalah Al-Qur'an dan sunnah Nabi saw. Semua tindakan, keinginan, perbuatan, maupun perkataan, dinilai dengan fondasi yang jelas dari kedua rujukan umat muslim tersebut. Apakah tindakan tersebut benar atau salah, mengacu kepada rujukan yang sama. Bukan mengambil rujukan sendiri-sendiri.

"Selingkuh itu berdosa, Pah. Jangan lakukan perselingkuhan", ujar istri.

"Itu kata siapa?" tanya suami.

"Itu nasihat ustadzahku, yang diambil dari ayat Al-Qur'an, jangan mendekati zina", jawab istri.

"Itu kan pendapat ustadzahmu. Aku punya pendapat sendiri", jawab suami.

Lalu bagaimana bisa saling percaya, jika masing-masing memiliki rujukan nilaiyang berbeda? Maka di antara tanggung jawab bersama dari suami dan istri adalah menetapkan standar nilai yang sama. Agar mereka bisa bersikap secara sama dalam memahami segala sesuatu.

  • Saling Terbuka dengan Pasangan

Dalam pernikahan yang sehat, ada suasana keterbukaan antara suami dan istri dalam banyak hal. Mereka tidak banyak menyembunyikan sesuatu dari pasangan. Pasangan suami istri terbiasa mengobrol dan bercengkerama, mendiskusikan segala sesuatu. Tak ada sumbatan di antara mereka tatkala mengobrol berdua berlama-lama.

Dalam pernikahan yang toxic, pasangan suami istri lebih banyak memendam informasi. Ada banyak hal yang mereka sembunyikan dari pasangan. Password HP, email, medsos, dirahasiakan dari pasangan. Tak ada akses yang diberikan kepada pasangan untuk mengetahui isi smartphone masing-masing.

Jika ingin terbangun saling percaya dengan pasangan, suami dan istri harus belajar terbuka satu dengan yang lain. Memulai keterbukaan dari hal-hal sederhana. Menyempatkan waktu untuk mengobrol berdua. Menjadikan obrolan sebagai kebiasaan rutin setiap hari. Dengan cara ini, mereka akan memulai bercerita tentang apa saja.

Jika suami dan istri bisa lancar berkomunikasi, perlahan-lahan akan tumbuh pengenalan dan pemahaman. Suami mengerti dunia dan kesibukan istri. Demikian pula istri mengenal dunia dan kesibukan suami. Mereka saling mengenal teman-teman dekat pasangan. Saling mengerti aktivitas pasangan.

Jika kita cermati, Nabi saw memberikan contoh teladan suasana keterbukaan yang melegakan dengan istri beliau. Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih Bukhari pada bab "Bergaul dengan Baik terhadap Keluarga," sebuah hadits dari 'Aisyah. Bahwa 'Aisyah bercerita tentang sebelas perempuan di masa terdahulu, yang sedang berkumpul dan berjanji untuk tidak mnyembunyikan sedikitpun seluk-beluk suami mereka.

Perempuan pertama berkata, "Suamiku adalah daging unta yang kurus, berada di puncak gunung yang sulit, tidak mudah didaki, dan tidak gemuk sehingga mudah diangkat." Hingga 'Aisyah bercerita kepada Nabi saw tentang perempuan kesebelas. Satu persatu kisah sebelas perempuan tersebut disampaikan 'Aisyah dan didengarkan dengan seksama oleh Nabi saw.

Ini adalah teladan nyata, bagaimana suami dan istri saling terbuka, membicarakan segala sesuatu. Hal ini menimbulkan suasana saling mengerti dan saling memahami di anatar suami dan istri. Jika tradisi ini dikembangkan dalam keluarga, niscaya suasana saling percaya akan bisa terbina dengan nyata.

BERSAMBUNG.

Bahan Bacaan

Ammi Nur Baits, Ngobrol dengan Istri, Berpahala! https://konsultasisyariah.com

Cahyadi Takariawan, Wonderful Couple, Era Intermedia, 2018

Firanda Andirja, Suami Sejati (bag 6) : Kisah Abu Zar' dan Ummu Zar', https://firanda.com, 28 Februari 2011

Jason Crowley, 23 Signs of a Toxic Marriage and What To Do About It, https://www.survivedivorce.com, 3 April 2022

Lacey Johnson, Signs You Might Be in a Toxic Marriage Without Realizing It, https://www.oprahdaily.com, 26 Februari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun