Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/
Mahalnya Hidayah Iman, Kisah Raja Ghassan
Kisah Ramadan -- 15
Hidayah adalah kekuasan mutlak di tangan Allah. Tak ada manusia yang bisa memberikan atau menghadiahkan hidayah kepada siapapun.
Ada orang yang sejak kecil tidak mengenal Islam, bahkan dididik untuk membenci Islam. Namun di masa dewasa ia bertemu hidayah dan masuk Islam hingga akhir hayat.
Ada pula yang sejak kecil dididik dalam Islam. Namun di masa dewasa memilih keluar dari Islam dan wafat dalam keadaan telah murtad.
Bahkan ada yang dulunya nonmuslim, lalu masuk Islam, namun keluar lagi dari Islam. Betapa mahal hidayah iman.
Ada kisah inspiratif yang dibawakan oleh Syaikh Sa'id Al-Kamali Al-Maliki, ketika beliau menafsirkan ayat,
"Tunjukilah kami jalan yang lurus" (QS. Al-Fatihah: 6).
Untuk lebih memahami ayat ini, Syaikh Sa'id Al-Kamali menceritakan kisah Jabalah bin Al-Iham, raja terakhir Kerajaan Ghassan. Suatu saat Jabalah datang menemui Khalifah Umar untuk masuk Islam. Umar bergembira dengan keislamannya. Kemudian Jabalah thawaf di Ka'bah.
Saat sedang thawaf, pakaiannya terinjak oleh seorang lelaki Badui bani Fazarah. Sebagai seorang raja yang merasa memiliki kedudukan mulia, Jabalah marah dan menempeleng Badui yang menginjak pakaiannya.
Laki-laki itu mengadu kepada Umar. "Jabalah bin Al-Iham menempelengku," katanya.
Umar memanggil Jabalah, "Kau memukulnya?" tanya Umar. "Bayarlah tebusan atas pukulanmu. Jika tidak, kuperintahkan dia untuk membalasmu," lanjut Umar.
"Bagaimana bisa demikian? Aku ini seorang raja sementara dia hanya orang pasar?" tanya Jabalah keheranan.
"Islam menjadikan kalian berdua setara," jawab Umar.
"Aku menyangka, setelah memeluk Islam aku lebih mulia dibanding di masa jahiliyah," ungkap Jabalah.
Umar menjawab, "Tinggalkan itu semua. Tidak bermanfaat sama sekali. Bayar tebusan atau engkau dihukum setimpal."
"Kalau begitu aku pindah agama Nasrani," jawab Jabalah.
"Kalau kau murtad menjadi Nasrani, kupenggal lehermu," kata Umar.
"Jika demikian, biarkan aku. Aku akan memikirkan urusan ini nanti malam," kata Jabalah.
Di malam harinya, ia bersama orang-orang yang setia dengannya pergi menuju wilayah Romawi. Jabalah memeluk agama Nasrani.
Demikianlah kisah Raja Ghassan, Jabalah Al-Iham. Ia pernah berjumpa orang hebat seperti Umar bin Khathab. Pernah masuk Islam dan thawaf di Ka'bah. Tapi hingga akhir hidupnya berada dalam kondisi murtad dari Islam.
Di akhir hayat Jabalah menyesal dan sempat menggubah bait syair yang menggambarkan penyesalannya.
***
***
***
***
***
Aku menjadi Nasrani karena malu dari tamparan, padahal balasan itu tidak bahaya kalau aku bersabar.
Aduh celaka sekiranya ibuku tidak melahirkanku. Aduh celaka, seandainya aku tunduk dengan apa yang dikatakan Umar.
Aduh celaka coba kutahan sakitnya rasa melahirkan. Atau menjadi tawanan di Rabiah atau Mudhar.
Aduh celaka sekiranya aku tetap di Syam walaupun rendah kehidupan. Bersama kaumku, pergi, melihat, dan mendengar.
****
Bersyukur kita mendapatkan hidayah iman dan Islam. Sudah selayaknya kita jaga dan kita pertahankan hingga akhir hayat. Jangan sampai kesombongan dan keangkuhan karena posisi, jabatan, popularitas, atau kekayaan, membuat kita terlena dan membuang hidayah.
Padahal hidayah iman jauh lebih mahal dibanding dengan kekayaan apapun yang ada di muka bumi ini. Jaga dan rawat selalu hidayah agar bisa melekat pada diri kita hingga akhir usia.
Bahan Bacaan
Nurfitri Hadi, Menyesal Aku Kehilangan Hidayah, https://kisahmuslim.com,