Mohammad Rifki Haekal
Mohammad Rifki Haekal Guru

kebahagiaan itu ialah terus bergerak

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Bahagia Pun Perlu Menanti

22 Mei 2020   17:08 Diperbarui: 22 Mei 2020   22:48 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahagia Pun Perlu Menanti
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Sabar memang bukanlah hal yang mudah. Berlaku sabar terkadang membuat seseorang cemas dan gelisah. Kerap kali pelakunya pun tak kuat, bahkan tidak jarang pula menyerah dengan keadaan. Mundur begitu saja dari sesuatu yang pada mulanya sudah diniatkan dan diharapkan. 

Atau barangkali teralihkan dengan sesuatu yang lebih indah menurut pandangan, namun belum tentu pasti hal itu adalah yang sebenarnya ia harapkan. Dan sudah barang tentu hanya orang yang melalui suatu proses tertentu itulah yang secara pasti mengetahui faktor apa yang memicunya. 

Bisa saja hal itu muncul dari kelalaian atau barangkali bisa saja terjadi karena keputusasaan. Namun hendaknya seseorang yang menginginkan atau bahkan mencari kebahagiaan dalam hidupnya itu selalu bersabar. Sebab sabar adalah kunci setiap persoalan. Dan ia juga merupakan sebagian akhlak yang mulia dan karunia Allah yang agung.

Sementara itu, dari segi kebahasaan sabar memiliki cakupan yang amat luas. Menurut Raghib Al-Ashfahani sabar dalam artian sempit adalah menahan. Namun demikian kata ini dapat pula digunakan dalam arti lain seperti mengurung, menghalangi, dan mengendalikan diri. Sebab kata sabar merupakan lafaz umum yang dapat berkembang maknanya sesuai dengan konteks yang terdapat dalam rangkaian kalimatnya. Seperti sabar dalam menerima cobaan adalah mengendalikan diri dalam menyikapinya. Kemudian sabar dalam berjuang adalah bentuk keberanian, dan sabar dalam menghadapi bencana adalah bersikap lapang dada menerima segala ketentuanNya.

Meskipun konteks sabar dalam setiap kondisi itu berbeda, namun tetap saja semua bentuk redaksinya itu terbingkai dalam satu bentuk kata yang mewakili keseluruhan istilah tersebut. Dan bentuk  kata tersebut tak lain adalah sabar. Satu istilah yang dapat mewakili banyak makna. Tidak hanya sampai disitu, para ulama lainnya pun turut memberikan keragaman bentuk definisi mengenai kata sabar. Antara lain, Dzu Al-Nun Al-Mishri mengatakan bahwa sabar adalah menjauhkan diri dari larangan, tenang ketika mendapat musibah, dan merasa cukup meski bukan orang berada. Kemudian imam Al-Ghazali berpendapat Meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diinginkan oleh nafsu syahwat dan berpegang teguh kepada tuntunan agama. Menurut imam Al-Munawi, sabar adalah kemampuan melawan segala kecemasan dan penyakit hati.

Ketiga definisi di atas boleh jadi memiliki corak gambaran yang berbeda. Akan tetapi ketiganya berujung pada satu titik temu yang menerangkan bahwa kesabaran merupakan sebuah perjuangan yang diiringi tanggung jawab untuk mencapai kebaikan dengan cara mengendalikan diri ketika menghadapi sesuatu yang sulit, berat, lagi pahit. Perilaku sabar juga tidak dapat terlaksana apabila tidak disertai dengan kekuatan iman.

Sebab menghindari rayuan nafsu syahwat tidak dapat dilakukan secara sempurna apabila kekuatan iman tidak melebihi dorongan nafsu syahwat dalam diri seorang hamba. Sehingga kesabaran akan selalu berbanding lurus dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah, dan hal itu hanya akan dicapai dengan mengikuti kebenaran dan menjauhi kebatilan.

Pada fitrah aslinyanya hawa nafsu manusia lebih cenderung kepada kebatilan dan kurang menyukai kebenaran. Oleh karena itu seseorang yang selalu menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya, niscaya membutuhkan sabar. Walaupun kadang kala harus dilakukan dengan memaksa jiwanya agar mengikuti kebenaran atau dengan memaksanya menjauhi kebatilan.

Menurut Sayyid Abdullah Al-Haddad, sabar terbagi atas tiga bagian:

Pertama, sabar dalam melaksanakan ketaatan, yaitu secara batin berpegang pada keikhlasan dan kehadiran hati di dalamnya, dan secara lahir dengan terus-menerus mengerjakannya dengan rajin dan penuh semangat, sesuai dengan tuntunan yang dibolehkan agama. Sabar seperti ini dapat dibangkitkan dengan mengingat janji Allah bagi siapa saja yang mengerjakan ketaatan, berupa pahala yang segera ataupun yang mendatang. Dan yang berpegang pada kesabaran seperti ini pasti akan mencapai derajat kedekatan kepada Allah, dan pada saat itu pula ia akan merasakan puncak kenikmatan yang tak terperikan.

Kedua, sabar menghadapi maksiat. Ini akan terwujud secara lahir dengan menghindari serta menjauh dari tempat-tempat yang menjurus ke arahnya. Dan secara batin dengan mencegah hati dari memperkatakannya atau cenderung kepadanya. Hal ini mengingat bahwa permulaan dosa adalah sekilas pikiran. Adapun sabar dalam mengingat-ingat perbuatan-perbuatan dosa pada masa lalu, hanya diibenarkan apabila hal tersebut dapat mengakibatkan timbulnya rasa cemas dan penyesalan, namun apabila tidak demikian maka sebaiknya hal tesebut tidak perlu dilakukan. Di antara yang dapat menimbulkan kesabaran seperti ini adalah mengingat ganjaran yang diancamkan atas pelaku maksiat, baik secara langsung ataupun di masa mendatang. Dan siapa saja yang terus-menerus dalam kesabaran seperti ini, niscaya Allah akan memuliakannya dengan keengganan terhadap segala bentuk maksiat, sampai-sampai ia merasa lebih ringan masuk ke dalam api daripada melakukannya, meski yang paling ringan sekalipun.

Ketiga, sabar menghadapi kesulitan. sabar seperti ini terbagi dalam dua jenis:

  • Yang datang dari Allah secara langsung; seperti penyakit, kemiskinan, kehilangan harta benda, serta kematian kerabat atau teman yang dikasihi. Sabar dalam hal ini secara batin dengan menghindari kesedihan dan penyesalan berlebihan, dan secara lahir dengan tidak mengeluh kepada manusia mana pun juga. Dan tentu tidak termasuk dalam keluhan yang tercela ini apabila seseorang yang sakit menceritakan penyakitnya kepada dokter, atau mengalirnya air mata sebab tertimpa musibah, asalkan tidak sampai menunjukkan kesedihan berlebihan, seperti menampar-nampar pipi, mencabik-cabik pakaian, berteriak histeris, dan sebagainya. Di antara hal-hal yang dapat menimbulkan kesabaran seperti ini adalah kesadaran bahwa kesedihan dan penyesalan berlebihan itu sudah merupakan sesuatu yang menyakitkan, di samping dapat menghilangkan pahala dan bahkan dapat menyebabkan hukuman; juga bahwa keluhan kepada sesuatu yang tidak mampu memberi manfaat kepada dirinya sendiri atau menghilangkan musibahnya, dapat digolongkan sebagai suatu kebodohan. Sebab demikianlah sifat makhluk. Karena itu keluhan kepada makhluk menunjukkan bahwa seseorang tidak mencukkupkan diri dengan Allah yang di tangan-Nya tergenggam kerajaan segala sesuatu. Dan termasuk pula hal yang dapat menimbulkan perasaan sabar seperti ini adalah dengan mengingat pahala yang Allah sediakan bagi orang-orang yang sabar dalam menghaapi datangnya berbagai musibah. Dan juga kesadaran bahwa Allah lebih mengetahui yang terbaik bagi diri hamba-Nya itu sendiri. Firman Allah Swt.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٥ اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ ١٥٦ اُولٰۤىِٕكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ ١٥٧

"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.  (yaitu) Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).  Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah/2:155-157)

Barang siapa yang senantiasa dalam kesabaran seperti ini, niscaya Allah swt. akan memberinya kelezatan berpasrah kepada-Nya., serta menyejukkan hatinya dengan hembusan keridhaan dari-Nya.

  • Kesulitan-kesulitan lainnya ialah yang disebabkan oleh manusia; bisa berupa gangguan pada diri, kehormatan, dan harta benda. Kesempurnaan bersabar atas hal-hal seperti ini dapat terwujud dengan mencegah diri dari rasa kebencian terhadap si pengganggu, menghindarkan diri dari mengharapkan ataupun mendoakan suatu bencana atas dirinya atau bahkan dengan tidak mengambil tindakan apa pun terhadapnya. Sikap-sikap seperti ini adakalanya didorong oleh kemurahan hati dan kesabaran yang sumbernya berasal dari mencukupan diri dengan mengharapkan pertolongan Allah ataupun didorong oleh pemaafan karena mengharapkan pahala dari-Nya. Adapun yang dapat membangkitkan kesabaran seperti ini adalah kesadaran tentang besarnya keutamaan sifat menahan amarah dan menanggung gangguan serta pemaafan terhadap sesama manusia. Firman Allah:

وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim. (QS. Al-Syura/42: 40)

 وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ اِنَّ ذٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ

Barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia. (QS. Al-Syura/42: 43)

Dan siapa saja yang menghiasi dirinya dengan kesabaran seperti ini, niscaya Allah akan memuliakannya dengan pekerti luhur yang merupakan pokok segala sifat keutamaan dan inti segala kesempurnaan. Dalam Sabda Rasulullah saw.:

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

Sesungguhnya yang paling kucintai dan yang paling dekat denganku pada hari kiamat adalah yang terbaik akhlaknya di antara kalian. (HR. Al-Tirmidzi).

Kemudian Imam Al-Ghazali mengatakan: "Akhlak mulia adalah teguhnya kondisi jiwa yang menerbitkan segala perbuatan baik dengan mudah".

Selama manusia itu hidup, maka ia akan selalu butuh dengan sifat sabar. Di samping keistimewaan yang terkandung di dalamnya, sifat ini juga merupakan sebuah kekhususan yang hanya dapat dilakukan oleh manusia. Tidak pada binatang dan tidak pula malaikat. Sebab binatang-binatang itu dikuasai hawa nafsu syahwat dan tunduk kepadanya. Tidak ada baginya naluri yang memerintahkannya untuk bergerak kecuali nafsu syahwatnya, sementara tidak ada sesuatu pada dirinya yang dapat menolak kehendak itu. Adapun malaikat, mereka adalah semata-mata makhluk yang semata-mata hanya merindukan kehadirat Tuhan yang selalu berada pada derajat yang berdekatan dengan-Nya. Dan mereka tidak pula dikuasai oleh nafsu syahwat yang dapat memalingkan mereka daripada-Nya.

Oleh sebab itu, kemuliaan ini hanya dapat diraih oleh manusia apabila ia melaksanakannya. Bermacam-macam bentuk tantangan yang datang kepada diri manusia itu bertujuan untuk memberikan ujian. Dan tentu yang terpenting daripada itu adalah langkah-langkah yang ia ambil untuk menanggapinya. Tantangan ini pun tidak hanya diberikan kepada manusia biasa, bahkan para Nabi pun mendapatkannya. Salah satu dapat kita lirik sejenak sejumput motivasi sabarnya Nabi Ya'kub as. yang sekiranya dapat memberikan gambaran mengenai nasehat-nasehat yang telah disebutkan di atas. Antara lain:

1. Yakin Pertolongan Allah Adalah Pasti.

وَجَاۤءُوْ عَلٰى قَمِيْصِهٖ بِدَمٍ كَذِبٍۗ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ اَنْفُسُكُمْ اَمْرًاۗ فَصَبْرٌ جَمِيْلٌ ۗوَاللّٰهُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ

Dan mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Dia (Yakub) berkata, "Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan." (QS. Yusuf/12: 18)

Ujian terbesar Nabi Ya'kub as. adalah anak-anaknya. Kehilangan Nabi Yusuf as. yang amat dicintainya membuatnya begitu sedih, ditambah lagi hal itu terjadi akibat perbuatan anak-anaknya sendiri yang memendam benci terhadap Yusuf a.s.. Mereka meninggalkannya di sebuah sumur dan mengarang cerita bahwa Yusuf a.s. telah dimakan serigala sembari menunjukkan bajunya yang sengaja mereka lumurkan dengan darah seekor binatang untuk mengelabuhi ayah mereka. Walaupun demikian, firasat Nabi Ya'kub mengatakan "tidak". Menolak argumen mereka. Tampak baginya tanda-tanda kebohongan. Sebab kenyataan yang terjadi tidak seperti apa yang disampaikan. Bagaimana mungkin seekor serigala menerkamnya sedangkan tidak sama sekalli mengoyak baju yang dikenakan Yusuf as.. Sehingga dengan demikian tampaklah kebohongan mereka.

Namun demikian, Kesedihannya itu pun tidak hanya berhenti disana. Untuk kedua kalinya ia merasa dikhianati dan harus kehilangan anak yang juga disayanginya, Bunyamin adik Yusuf as. pasca kepergiannya ke Mesir bersama saudara-saudaranya. Tentu hal ini memperparah keadaan Ya'kub as., dalam Alquran diceritakan:

قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ اَنْفُسُكُمْ اَمْرًاۗ فَصَبْرٌ جَمِيْلٌ ۗعَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّأْتِيَنِيْ بِهِمْ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ ٨٣ وَتَوَلّٰى عَنْهُمْ وَقَالَ يٰٓاَسَفٰى عَلٰى يُوْسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنٰهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيْمٌ

Dia (Yakub) berkata, "Sebenarnya hanya dirimu sendiri yang memandang baik urusan (yang buruk) itu. Maka (kesabaranku) adalah kesabaran yang baik. Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sungguh, Dialah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.(83) "Dan dia (Yakub) berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, "Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf," dan kedua matanya menjadi putih karena sedih. Dia diam menahan amarah (terhadap anak-anaknya) (84). (QS. Yusuf/12: 83-84)

Kekecewaan Ya'kub as. kepada anak-anaknya pun telah mencapai puncaknya. Setelah kehilangan Bunyamin maka munculah kesukaran pada diri Ya'kub untuk membendung kesedihannya. Dan hal itu pun membangkitkan perasaan sedih yang sangat mendalam terhadap Yusuf as., sampai-sampai kesedihan itu menyebabkan mata Ya'kub as. menjadi buta. Kerinduan terhadap anak tercintanya ini ternyata tidak pernah hilang meski telah bertahun-tahun lamanya. Sebab ia yakin Allah telah menentukan yang terbaik bagi dirinya dan juga anak-anaknya. Terutama Yusuf as. yang sejak masa kecilnya telah Allah beri tanda bahwa ia dikaruniai kedudukan yang begitu besar di sisi-Nya.

Maka dari itu, hanyalah bersabar yang dapat menjadi solusi terbaik baginya. Kesabaran yang hanya diadukan kepada Allah tanpa mengeluh dan putus asa. Kesabaran Ya'kub as. ini adalah kesabaran tanpa batas. Tidak berkurang sedikitpun kesabarannya walaupun telah melalui berbagai situasi dan waktu yang berbeda. Oleh karenanya, sifat kesabaran Ya'kub as. ini disebut dengan kazhim, yaitu mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti kecenderungan hati untuk berbuat hal-hal yang negatif.

Dalam QS. Yusuf/12: 18:

 فَصَبْرٌ جَمِيْلٌ ۗوَاللّٰهُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ

maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan

dan QS. Yusuf/12: 83:

 فَصَبْرٌ جَمِيْلٌ ۗعَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّأْتِيَنِيْ بِهِمْ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ

Maka (kesabaranku) adalah kesabaran yang baik. Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sungguh, Dialah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

Keyakinan terhadap akan datangnya pertolongan Allah inilah yang menyebabkan seseorang mampu bersabar dalam menghadapi musibah. Dua kali kalimat fashabrun jamil ini  disebutkan Nabi Ya'kub as. Dan keduanya pun diiringi dengan keyakinan akan datangnya pertolongan Allah, yaitu kebenaran atas peristiwa yang menimpa dan dipertemukan kembali dengan anak-anaknya.

Oleh karena itu Nabi Ya'kub as. bersabar atas musibah yang diterimanya itu dengan meyakini bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi padanya dan anak-anaknya. Dan Dia pula Yang Maha Bijaksana dalam menentukan yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya.

2. Mengadukam Segala Kesulitan kepada Allah

Nabi Ya'kub hanya mengadukan segala kesedihan dan kepayahannya kepada Allah Swt. dalam firman-Nya:

قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ

Dia (Yakub) menjawab, "Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku... (QS. Yusuf/12: 86)

Karena hanya Dialah yang mampu mengatasi segala kesulitan lagi kepayahan. Memanjatkan doa kepada Allah membuat manusia merasa mempunyai sandaran dalam hidupnya. Manusia tidak tahan menderita. Oleh karenanya ia harus melawan tabiat aslinya itu supaya terhindar dari kesulitan. Dan untuk keluar daripadanya ia membutuhkan kekuatan yang luar biasa kuat yang ada dalam dirinya. Dan kekuatan itu datangnya dari Allah. Kuakuatan tersebut dapat terpancar keluar dari diri manusia kala ia menyandarkan dirinya kepada Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Sehingga kesabaran dapat dikatakan selalu beriringan dengan kedekatan manusia keapda Tuhannya.

3. Tidak Berputus Asa dari Rahmat Allah

 يٰبَنِيَّ اذْهَبُوْا فَتَحَسَّسُوْا مِنْ يُّوْسُفَ وَاَخِيْهِ وَلَا تَا۟يْـَٔسُوْا مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْكٰفِرُوْنَ

Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir." (Yusuf/12: 87)

Pada ayat ini disebutkan bahwa Nabi Ya'kub as. memerintahkan anaknya utuk mencari Yusuf as. dan Bunyamin. Padahal mereka jelas akan sulit mencari informasi mengenai keduanya. Yusuf as. telah lama menghilang, begitu pun dengan Bunyamin yang kemungkinan diperbudak oleh orang lain. Oleh karenanya tidak ada jalan untuk berputus asa dalam situasi yang sulit. Menghilangkannya dapat menguatkan harapan dan menghilangkan kecemasan serta dapat menghindarkan diri dari kehancuran.

Keputusasaan identik dengan besarnya kekufuran seseorang kepada rahmat Allah. Sebab mereka menganggap bahwa kenikmatan yang hilang itu tidak akan kembali lagi. Padahal sesungguhnya kenikmatan itu datangnya dari Allah dan Dia pun Maha Kuasa untuk mengembalikan kenikmatan itu kepadanya.

Kurang lebihnya demikian sekilas motivasi sabar Nabi Ya'kub as., yang boleh jadi dapat kita teladani. Walaupun demikian perlu diketahui bahwa kapasitas sabar Nabi ya'kub as. adalah kapasitas sabar seorang nabi. Sehingga tidaklah sama derajatnya dengan seorang manusia biasa. Tetapi tidak juga bersalah ketika seseorang mencoba meneladani kebaikan dari sosok yang pengalaman spiritualnya lebih tinggi, baik itu para shalihin atau bahkan para nabi. Dan tingkat kemampuan sabar yang dapat seseorang lakukan pun sudah barang tentu berbeda-beda, tergantung dengan kadar keimanan yang dimilikinya. Oleh karena itu, sabar adalah kunci yang mahal atas berbagai macam persoalan. Dan barang siapa sungguh menjalankannya, maka bahagia baginya adalah niscaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun