Ada masa ketika kelas menengah Indonesia percaya bahwa naik kelas butuh strategi: kerja keras, tabungan, koneksi, bahkan pendidikan tinggi. Tapi hari ini, sebagian dari mereka mulai berpikir:
"Mungkin cukup dengan satu klik di aplikasi slot, dan hidup bisa berubah."
Judi online, yang selama ini dianggap sebagai masalah moral atau kriminal, sebetulnya adalah gejala dari sesuatu yang lebih dalam dan lebih sunyi: matinya imajinasi sosial. Khususnya di kalangan kelas menengah yang dulu percaya pada meritokrasi.
Slot: Simbol Baru Keputusasaan Intelektual
Menurut survei Asatu Research (2024), 17% dari pelaku judi online di Indonesia adalah pekerja kantoran dengan pendidikan minimal sarjana, dan sebagian besar dari mereka berusia 25-35 tahun.
Bukan karena mereka bodoh. Justru karena mereka sadar, sistem ekonomi dan sosial tidak lagi menawarkan jalan keluar yang rasional. Upah stagnan, harga rumah melambung, dan pendidikan tinggi tak lagi menjamin mobilitas vertikal.
Jadi, mereka mulai bertanya:
"Kalau kerja keras tak menjamin, kenapa tidak mencoba keberuntungan?"
Slot pun jadi tempat pelarian. Gagal di sistem nyata, mereka bertaruh pada sistem maya.
Paradoks Cuan di Era Post-Logika