Supartono JW
Supartono JW Konsultan

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

(25) Orang Cerdas Emosi dan Sadar Diri, Membagi Kebahagiaan?

16 April 2023   10:23 Diperbarui: 16 April 2023   10:23 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(25) Orang Cerdas Emosi dan Sadar Diri, Membagi Kebahagiaan?
Ilustrasi Supartono JW


Bagi orang yang cerdas emosi, "berbagi kebahagiaan" tidak harus menunggu bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Sebab, bulan-bulan yang lain, hari-hari yang lain, juga dirasakan dan dijalani, sama seperti bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.

(Supartono JW.Ramadan25.1444H.16042023)

Hari ke-25 Ramadan 1444 Hijriah, Minggu (16/4/2023) pergerakan arus mudik Lebaran sudah meningkat di Stasiun Kereta, Pelabuhan, Terminal Bus, Bandara Udara, hingga pengguna moda transportasi pribadi (mobil dan motor) di berbagai wilayah Indonesia. 

Terlebih, Kementerian Perhubungan memprediksi, jumlah pemudik pada Lebaran 2023 ini mencapai 123,8 juta. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 47% secara nasional dibandingkan dengan tahun 2022.

Di sisi lain, seluruh umat Islam juga sudah fokus pada kewajiban membayar Zakat Fitrah (ZF). Sebab, sudah tahu hukum membayar ZF , kapan waktu membayar ZF, berapa besaran ZF, dan siapa yang berhak menerima ZF.

Yang pasti, hukum membayar ZF adalah wajib bagi setiap orang dengan syarat: Islam, merdeka, dan memiliki harta yang cukup.

Namun, di tengah masyarakat fokus terhadap mudik, persiapan menyambut Idul Fitri, hingga fokus membayar Zakat Fitrah bagi yang sudah memenuhi syarat, pagi ini, Minggu (16/4/2023) pun media massa dan televisi masih tetap membagi berita tentang Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Padahal, masyarakat yang mudik, umat Islam yang membayar Zakat Fitrah, pada hakikatnya, memiliki spirit (roh) tentang "BERBAGI".

Saat mudik bertemu keluarga, sanak saudara, teman, sahabat hingga handai taulan, serta membayar Zakat Fitrah, tentu didasari oleh niat tulus dan ikhlas "Berbagi Kebahagian".

Tetapi saat media massa dan televisi masih berbagi berita tentang praktik korupsi, gratifikasi, yang juga tidak pernah REDA, dilakukan oleh para politisi di negeri ini, meski dalam suasana ibadah Ramadan dan sudah mendekati hari yang fitri, rasanya miris.

Suka berbagi

Terkait masalah berbagi ini, ternyata orang yang senang berbagi itu salah satu ciri orang yang cerdas. Karenanya, bagi orang yang suka "berbagi", bulan Ramadan dan Idul Fitri tidak ada bedanya. Mereka akan menggagap momentum  bulan Ramadan dan Idul Fitri, sama seperti bulan dan hari biasa yang lain. 

Pasalnya, untuk berbagi "kebahagian" dalam berbagai bentuk (ilmu, kesempatan, harta, benda, uang, dll), tidak harus menunggu datangnya bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. 

Bagi mereka, setiap bulan dijalani sama seperti sedang bulan Ramadan. Setiap hari sama seperti sedang Hari Raya Idul Fitri. Karena, bagi orang yang suka berbagi, tentunya, biasanya, pribadinya adalah orang yang:

(1) Cerdas secara Emosional
Selama ini, orang memahami, emosi=marah. Padahal emosi juga tentang berbagai perasaan, mulai dari senang, sedih, kecewa, marah, hingga bingung. 

Berdasarkan hasil penelitian di bidang psikologi yang dilakukan oleh Vorbach dan Foster, ditemukan fakta bahwa, ada korelasi atau hubungan antara kecerdasan emosi dengan prosocial behavior, seperti perilaku menolong orang lain, senang berbagi, dan peka pada kebutuhan orang lain. 

Salovey dan Mayer, sebagai pencetus teori emotional intelligence mengartikan kalau kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengenali emosi yang dirasakan oleh dirinya sendiri dan orang lain.

Oleh karena itu,  senang berbagi, membuktikan sesorang memiliki kepekaan emosi yang tinggi untuk dirinya sendiri dan orang lain.

(2) Cerdas Interpersonal
Diiutarakan oleh Howard Gardner, salah seorang psikolog, pencetus teori multiple intelligence. Menyebut bahwa orang yang senang berbagi pastinya terampil dalam hal berkomunikasi dengan orang lain. 

Karenanya dapat menjadi penggerak dalam berbagai kegiatan, terutama kegiatan sosial. Kreatif dan inovatif, menginsiparasi, sebab hidup bukan untuk  dirinya sendiri.

(3) Berempati, Peka, Sadar Diri
Berbagi, tentu didasari oleh empati, kepekaan, dan sadar diri. Orang yang tulus dalam menolong orang lain, sebabnya karena mampu merasakan kesusahan, kesedihan, dll yang dialami oleh orang lain.

Empati, peka, dan sadar diri belum tentu dimiliki oleh orang dengan IQ yang tinggi, tetapi dapat dipastikan dimiliki orang dengan kecerdasan emosi atau EQ yang tinggi. 

(4) Motivasi dan Inisiatif
Berbagi tanpa pamrih, tanpa ingin mendapat pujian, sumbernya ada pada motivasi dan inisiatif diri.

Motivasi adalah dorongan yang muncul dalam diri seseorang untuk melakukan atau berpikir dengan tujuan tertentu, baik sadar atau tidak sadar.

Inisiatif yaitu membuat langkah pertama dalam mengusahakan sesuatu. Bentuk kesadaran diri dari individu yang berpikir bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya atau memenuhi suatu hal.

(5) Cerdas Mengelola Diri

Orang yang suka berbagi secara tulus,  cerdas dalam hal mengelola dirinya. Bandura, seorang pakar psikologi social cognitive mengatakan, orang yang cerdas dalam mengelola pikiran, perasaan, dan waktu biasanya juga bijak dalam merespon orang lain.

Dapat membagi waktu untuk mendengarkan orang lain, mengunjungi orang sakit, berbagi ilmu ke mereka yang membutuhkan hingga membantu teman yang kehilangan pekerjaan, meluangkan waktu, menyiapkan tenaga, dan uang untuk kegiatan sosial masyarakat dalam berbagai bentuk (agama, pendidikan, budaya, sosial, olah raga).

Atas penjelasan tersebut, maka benar, bagi orang yang suka berbagi, maka cerdas emosi. Pun mengganggap bulan-bulan yang lain sama dengan bulan Ramadan. Menganggap hari-hari yang lain seperti Hari Raya Idul Fitri. Dia meraih fitrah, kemenangan di setiap bulan dan hari. Subhanallah.

Berbagi transaksi politik?

Ketika orang-orang sudah fokus berbagi kebahagian dengan tradisi mudik, salam tempel sekadar THR-an, berbagi sesuai kewajiban membayar Zakat Fitrah, ternyata Program Politik Transaksi (PPT) tetap dijalankan oleh orang-orang yang hanya berpikir untuk diri dan program politikya. Tidak peduli, meski di bulan Ramadan dan jelang Idul Fitri.

Para politisi ini, yang terjaring OTT KPK, tentunya mempermalukan dirinya sendiri, keluarganya, dan partai politiknya. Tetapi, meski sudah ratusan kali terjadi, karena sebagai program, terpaksa rasa malu sudah diasingkan.

Tidak belajar dari kasus-kasus OTT KPK yang sudah ratusan kali terjadi di Republik ini, tetapi KPK pun terus dapat menjaring adegan drama yang diperankan oleh aktor dan aktris korup pendatang baru.

Karenanya, di media massa maupun televisi, terus menggema pemberitaan tentang Politik Transaksional. Politik Transaksional adalah politik (cara/strategi/siasat) memperdagangkan politik dan segala hal tentang kebijakan kekuasaan kewenangan, ada yang menjual dan ada yang membeli, sehingga kredo (keyakinan) yang berkembang di tengah masyarakat, politik sarat dengan tukar-menukar jasa, ada proses transaksional.

Herannya, meski skenario politik transaksional sudah dilakukan dengan berbagai politik, cara, strategi, siasat, tetap saja KPK berhasil menjaring politisi yang tidak amanah. 

Bila ada orang yang adiksi, ketagihan, kecanduan narkoba, setelah dibantu dengan politik rehabilitasi pun, tidak menggaransi pecandu narkoba akan pulih dan tidak menjadi pemakai lagi.

Namun, bicara politik yang terkait partai politik, elite partainya, parlemen (dari tingkat daerah sampai pusat), dan pemerintahan (daerah sampai pusat), Politik Transaksional adalah Program Unggulan. 

Sebab, sesuai transaksinya, maka wujud keberhasilannya, secara instan, dapat berbentuk uang, jabatan, kedudukan, kesempatan, dan kue-kue kebijakan lain, sesuai nilai dan perjanjian saling menguntungkan dalam kesepakatan transaksinya. Dilingkari oleh kekeluargaan dinasti dan oligarki.

Kasihan, saat masyarakat sudah mulai bergerak untuk berbagi kebahagiaan di hari kemenangan, yang di dalamnya juga ada tradisi berbagi kebahagian dalam bentuk Tunjangan Hari Raya (THR), Tunjangan Salam Tempel (TST), seperti sekadar berbagi uang baru (recehan) kepada keluarga, sanak saudara, dan lainnya.

Lalu, bersiap menunaikan kewajiban Zakat Fitrah bagi yang memenuhi syarat, ternyata Program Politik Transaksional (PPT), tetap wajib dilakukan oleh para petugas partai.

Bagaimana partai politik dan para petugasnya akan amanah terhadap rakyat, akan berbagi kebahagiaan kepada rakyat. Sspanjang massa, mereka justru berada di dalam lembah KETAKUTAN.

Ketakutan tidak mampu menunaikan mahar politik. Ketakutan tidak mampu melunasi hutang, pinjaman modal untuk berpolitik. Ketakutan tidak mendapat uang, jabatan, dan kedudukan. Ketakutan kehilangan yang bukan milik. Siang, malam, setiap waktu, hidupnya dipenuhi dengan ketakutan. 

Berhala politik

Maka, ketika diberikan amanah berupa jabatan dan kedudukan, apa yang mereka fokuskan? Politik pun dijadikan berhala. Apa maksudnya?

Berhala politik dapat dipahami sebagai sebagai tingginya daya pikat dan keterlibatan orang dalam dunia politik, tetapi melupakan kontrol moral. Berhala  politik juga diartikan sebagai jebakan yang mengalihkan kesadaran manusia dari sebuah kontrol sosial sehingga orang hanya berkutat pada persoalan dirinya, partainya, transaksinya, dan lainnya, dengan dunianya yang sedang di kejar.

Akibatnya, moral bagi orang yang diidap berhala politik sudah ditanggalkan. Tidak ada lagi etika, tata krama, tahu diri, simpati, empati, peduli, rendah hati di dalam pikiran dan hati nuraninya.

Bila mereka nampak bermoral dalam kehidupannya, sudah barang tentu, itu hanya nampak casingnya. Semoga, mereka segera mendapat hidayah, ke luar dari memberhalakan politik. Tidak terikat oleh transaksi politik.

Semoga, saya, kita, selalu menjadi bagian orang yang pandai bersyukur, peka, sadar diri, tahu diri, rendah hati, karena cerdas otak dan emosi. Menjadi orang yang dapat berbagi kebahagiaan di setiap waktu, sebab bulan-bulan yang lain, juga dianggap spiritnya seperti bulan Ramadan. Hari-hari yang lain pun sama seperti Hari Raya Idul Fitri.

Bila belum mampu sampai seperti itu, minimal di bulan Ramadan dan Hari Rsya Idul Fitri nanti, saya, kita, menjadi kelompok orang-orang yang pandai berbagi kebahagiaan karena Allah. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun