Refleksi Ramadan: Tinggalkan Gengsi, Dekap Syukur untuk Menemukan Kebahagiaan Sejati dan Makna Hidup
Refleksi Ramadan: Tinggalkan Gengsi, Dekap Syukur untuk Menemukan Kebahagiaan Sejati dan Makna Hidup
Di Ramadan ini selain kita menahan diri untuk tidak makan dan minum juga belajar menahan ego dan gengsi. Apalagi godaan yang datang seolah membuat diri merenung dan memikirkan apa yang harus diperbuat. Bayangkan di beranda sosial media kita banyak dari rekan kita menawarkan makanan dengan harga variasi, baju yang cantik-cantik yang begitu menggoda yang disesuaikan dengan tren, perlengkapan rumah yang menarik, dan sebagainya. Kemudahan belanja dan mendapatkan informasi begitu cepat tanpa harus beranjak dari tempat duduk. Cukup dari rumah semua keinginan bisa dipenuhi.
Belum lagi postingan teman yang membuat mata dan hati ingin seperti itu. Melihat teman lain ingin memiliki sesuatu yang tidak bisa kita miliki menimbulkan kecemburuan dan rasa iri. Hal itu bagian dari fitrah kita sebagai manusia yang berpikir dan merasa. Terkadang keinginan kita berupa tujuan, impian atau harapan yang ingin dicapai dalam hidup.
Namun, kita perlu melakukan refleksi diri bahwa tidak semua keinginan kita bisa diwujudkan dengan mudah. Tidak bisa kita menirukan gaya mereka yang memiliki daya yang mendukung. Sementara, kita perlu perjuangan dan harus ada yang dikorbankan/relakan. Hal inilah yang memicu emosi kita menjadi tidak stabil dan tumbuhnya stres sehingga dapat mengurangi makna puasa.
Gengsi dan ego kadang muncul pada diri kita dan bagian alami dari diri manusia yang berkembang karena faktor psikologis, sosial, dan lingkungan. Keduanya kadang muncul sebagai mekanisme pertahanan diri, keinginan untuk dihargai atau sebagai respon pada pengalaman hidup. Namun dengan Mindset yang tepat setidaknya dapat membantu kita untuk mensyukuri apa yang ada sehingga kita tak perlu validasi dari orang lain bahwa kita bahagia dengan memamerkan yang kita miliki.
Kita memiliki cara tersendiri dan tak perlu gengsi dengan apa yang dimiliki. Hal tersebut tak melarutkan citra kita di mata orang lain. Tak perlu kita memamerkan bahwa kita perlu pengakuan bahwa kita telah sukses, kuat, atau lebih baik dari orang lain sehingga terkadang kurang mengakui kelemahan atau meminta bantuan. Yang tragisnya kadang kita mewujudkan itu melalui jalan pintas dengan meminjam atau berhutang.
Di Ramadan ini kita belajar untuk merenungi diri dengan apa yang telah kita lakukan dan akan dilakukan yang akan datang. Apakah kita sering menuntut kita tampil sempurna? Sehingga kita melupakan makna keikhlasan, kesederhanaan, dan syukur. Untuk itu kita perlu membuat hidup lebih berarti dengan belajar melepaskan gengsi dan ego demi kesehatan mental kita selama berpuasa dan sesudah Ramadan usai.
Dari refleksi kita bisa menganalisis diri bahwasannya kita seringkali terjebak dalam gengsi dan ego yang tidak perlu, takut tampak lemah, menganggap diri lebih baik dari orang lain sehingga seolah kita terkesan bahagia tapi kenyataan justru berseberangan dengan fakta sebenarnya dan bahkan menambah beban dalam hidup. Untuk itu, belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal-hal yang berhubungan dengan materi atau pengakuan orang lain tapi bisa juga dari ketenangan batin melalui pendekatan diri pada Allah.
Untuk dapat menepis rasa gengsi dan ego kita perlu syukur sebagai kunci kebahagiaan hidup. Di Ramadan ini kita bersyukur dengan apa yang ada sehingga kita tak perlu mencari yang tidak ada yang tak bisa kita miliki dengan mudah seperti orang lain. Kita bersyukur dengan napas dan kesehatan yang dirasakan, memiliki cukup makanan untuk sumber energi dalam menyambut tantangan meskipun hanya sederhana, pekerjaan yang cukup untuk memberikan nafkah keluarga, kebersamaan dengan keluarga, dan sebagainya.
Dengan mendekap rasa syukur atas hal-hal kecil yang kita miliki maka kita menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya kita memiliki segalanya tapi kemampuan kita menghargai apa yang telah kita miliki sehingga kita perlu mengadakan tidak perlu dengan segala cara demi mendapat sebuah validasi.
Kuncinya mendekap rasa syukur agar dapat menghilangkan ego dan gengsi yakni dengan belajar ikhlas demi melepaskan sebuah beban. Namun untuk bisa ikhlas tak semudah kita mengucapkannya. Orang ikhlas bukan mengenai menerima keadaan yang kita miliki tapi bagaimana kita bisa melepaskan sesuatu tanpa beban, tanpa penyesalan, dan tanpa berharap balasan.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Gadai Peduli Solusi Keuangan Masyarakat
Kasih Bocoran Outfit Lebaran
MYSTERY CHALLENGE
Instagram Reels
Reportase Kondisi Pasar Jelang Lebaran
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025