Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.
Yuk Nostalgia Sambil Ngelurusin Sejarah Lagu "Panggilan Jihad"
Coba kompasianer dengerin lagu ini dengan hikmat ya. Pasti banyak kompasianer nggak asing dengan lagu ini. Sama, aku juga.
Nostalgia Pagi dengan "Panggilan Jihad"
Coba bayangin deh, kita lagi sarapan pagi-pagi, mata masih setengah melek karena semalam nonton bola sampe larut, tapi salat Subuh harus tepat waktu ya, tiba-tiba kuping kita disuguhi irama yang langsung bikin semangat meletup-letup. Itulah magisnya "Panggilan Jihad", lagu yang selalu setia menemani orang-orang berangkat sekolah atau kerja lewat speaker radio jadul di era 70-an. Lagu ini bukan sembarang lagu, guys. Ini adalah soundtrack pagi bagi banyak orang, termasuk bokap gua yang super fanatik sama Radio PTDI di Surabaya. Frekuensinya aja masih terngiang-ngiang di kepala: 1188 Khz di AM. Itu loh, zaman radio masih jadi Spotify-nya orang tua kita.
Ada yang unik nih dari lagu ini. Banyak yang langsung ngira ini karya Buya Hamka, eh ternyata salah besar! Di medsos aja, orang-orang sering asal sebar info tanpa cek dulu kebenarannya. "Panggilan Jihad" sejatinya mahakarya bapak Rifai bin Abdul Manaf Nasution, si genius dari Medan. Dibikin pas dia lagi asik ngulik-ngulik di Orkes Gambus El-Kawakib. Nah, si Zahara Lubis dan Armasy yang nyanyiin, sukses bikin lagu ini tetep eksis sampe sekarang. Lebih lengkapnya baca penjelasan berikut ini.
Sejarah, Merayakan Semangat
MeluruskanDibalik semangat pagi yang dibawa oleh "Panggilan Jihad", ada cerita menarik yang jarang diketahui orang. Tahu nggak sih, ternyata pencipta lagu yang kita dengerin itu bukanlah siapa-siapa yang orang sering sebut-sebut. Bukan Buya Hamka, tapi bapak Rifai bin Abdul Manaf Nasution, seorang tokoh dari Medan yang kehidupannya penuh warna dan perjuangan. Ini loh, orang yang sama yang bikin sekolah dan universitas, yang berjuang di masa kemerdekaan, yang ide dan suaranya masih menggema lewat lagu.
Kisah bapak Rifai ini kayak buku sejarah yang hidup, bro. Di satu sisi, dia pejuang yang nggak kenal lelah. Di sisi lain, dia juga seniman yang ciptain lagu yang bisa bikin jiwa kita bergolak, siap untuk menghadapi hari. "Panggilan Jihad" lebih dari sekedar lagu, itu panggilan untuk beraksi, untuk persatuan, untuk menghadapi dunia dengan kekuatan iman dan kesatuan. Dan yang bikin gagal paham, banyak yang nyangka ini karya Buya Hamka gara-gara sering diputer sebagai backsound ceramah agamanya. Ironis, ya?
Saat ini, nama Rifai nggak cuma terukir di sejarah musik religi, tapi juga di peta kota Medan, sebagai penghargaan atas semua jasanya. Jalan Rivai A. Manaf Nasution jadi simbol kecintaan kita pada sosok yang mungkin belum kita kenal sepenuhnya, tapi sudah memberi pengaruh besar lewat karyanya. Dan tiap kali lagu itu terdengar, seakan-akan Rifai ngajak kita semua untuk merenung, untuk mengingat kembali apa yang sebenarnya penting dalam hidup: persatuan, kebenaran, dan tentu saja, perjuangan.
Jadi, sambil menikmati kopi pagi, tentunya di luar bulan puasa ya, gua jadi mikir, berapa banyak lagi kisah-kisah seperti bapak Rifai yang terpendam, menunggu untuk diceritakan? "Panggilan Jihad" bukan sekedar lagu, tapi warisan yang mengingatkan kita semua tentang kekuatan yang kita miliki bersama. Dan ketika kita mendengarkannya, bukan hanya semangat yang kita dapat, tapi juga pelajaran untuk terus maju, bersatu, dan berjuang. Allahu Akbar!