wiezkf
wiezkf Human Resources

Writing on what has already been written, reflecting and innovating. It is simply a hobby of an Open Scientist.! 😉😄☕

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Nemo yang Hilang di Pasar Lebaran

26 Maret 2025   18:08 Diperbarui: 26 Maret 2025   18:08 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nemo yang Hilang di Pasar Lebaran
Foto: Karakter Dory dan Nemo dalam film "Finding Nemo" (Sumber: Antaranews.com/Pixar) 

"Finding Nemo (2003) bukan sekadar kisah petualangan ikan badut, tetapi sebuah alegori tentang ketakutan, kepercayaan, dan transformasi diri."

Bagaimana kita kehilangan makna penutupan hidup yang baik di balik hiruk-pikuk belanja hari raya? Kisah Finding Nemo ternyata menyimpan alegori yang menggetarkan. Jika kita membaca atau menonton ulang film ini melalui lensa psikologi sosial, spiritualitas Islam, dan bahkan ekonomi, khususnya dinamika pasar jelang Lebaran. 

Maka kisah ini menjadi cermin yang menarik, Marlin yang mencari Nemo bisa dianalogikan dengan seorang Muslim yang berjuang menemukan makna puasa di tengah hiruk-pikuk konsumsi Lebaran.

Kisah Fiksi: Nemo, Puasa, dan Pusaran Pasar Lebaran

Khatimah, seorang karyawan di pusat perbelanjaan, setiap tahun menyaksikan perubahan drastis pasar saat Ramadhan tiba. Toko-toko dipenuhi diskon, orang ramai berbelanja, dan suasana konsumtif menggebu---seolah berlomba menyambut Lebaran. 

Ia teringat Finding Nemo, di mana Marlin harus melewati "arus laut" yang kacau (representasi godaan duniawi) untuk menemukan Nemo (ketenangan spiritual).

Suatu hari, Khatimah berbincang dengan seorang nelayan tua yang berkata:

"Lihatlah pasar ini seperti lautan. Ada yang seperti ikan-ikan kecil terjebak arus diskon, ada yang seperti hiu; pengusaha licik yang memanfaatkan momentum. Tapi puasa mengajarkanmu untuk berenang melawan arus, mencari yang hakiki."

Khatimah pun menyadari bahwa ia sendiri terjebak dalam "lautan konsumsi". Ia membeli baju baru, makanan kaleng, dan pernak-pernik Lebaran karena tekanan sosial, bukan kebutuhan. Saat ia berpuasa, ia merenung: 

"Aku seperti Marlin yang terdistraksi oleh ubur-ubur (godaan belanja), padahal tujuanku adalah Nemo (kesucian Ramadhan)."

Analisis Interdisiplin: Psikologi, Spiritualitas, dan Ekonomi Pasar

1. Pasar Lebaran sebagai "Lautan Godaan"

Psikologi sosial melihat fenomena panic buying jelang Lebaran sebagai efek herd behavior (Kelompok orang cenderung ikut tren). 

Seperti ikan-ikan dalam Schooling di Finding Nemo, masyarakat terjebak dalam arus konsumsi massal. 
Foto: Karakter Dory dan Nemo dalam film
Foto: Karakter Dory dan Nemo dalam film "Finding Dory Can't Swimming" (Sumber: newrepublic.com/Pixar)

Lautan dalam Finding Nemo bukan sekadar setting; ia adalah metafora hidup. Begitu pula pasar Ramadhan; keduanya adalah ruang uji di mana fokus (Marlin) dan keikhlasan (Muslim) terus dihantam riuh rendah godaan---sebuah persamaan sublim yang luput dari perbincangan umum.

Atau barangkali, pernahkah kita sadari bahwa Marlin yang tersesat di karang sama rentannya dengan kita di lorong mall? 

Keduanya adalah tragedi; pencarian yang suci terancam oleh arus yang menggiurkan, namun sayangnya sedikit yang membahasnya.

2. Diskon dan "Ikan Hiu" Kapitalisme

Dalam film, hiu Bruce berpura-pola vegetarian ("Fish are friends, not food") tapi tetap predator. Ini paralel dengan strategi pemasaran yang memanfaatkan religiusitas (contoh: iklan atau promosi "Berbagi rezeki di bulan suci") tapi kenyataannya tetap berorientasi profit.

Puasa mengajarkan zuhud (sederhana), tapi pasar Lebaran justru mendorong conspicuous consumption (konsumsi untuk pamer).

Foto: Dory dan Nemu ditolong para kura-kura ketika dikejar oleh Bruce si Hiu Predator (Sumber: detik.com/Pixar Movie)
Foto: Dory dan Nemu ditolong para kura-kura ketika dikejar oleh Bruce si Hiu Predator (Sumber: detik.com/Pixar Movie)

3. Puasa sebagai "Penyelaman Diri" di Tengah Gelombang Pasar

Ekonomi perilaku (behavioral economics) menunjukkan bahwa puasa bisa menjadi buffer terhadap impuls belanja (karena lapar fisik mengalihkan dari "lapar materi").

Di dasar laut maupun pasar Ramadhan, pelajaran yang sama berkedip; Marlin yang menyerah pada arus, kita yang menyerah pada ketetapan-Nya. Keduanya adalah tarian antara kontrol dan pasrah, sebuah koreografi iman yang sering terlupa dalam gemerlap diskon.

Metafora 'trust the current' dalam Finding Nemo secara mengejutkan menjadi cermin bagi krisis tawakkal modern.

Di mana, jika Marlin belajar percaya pada arus, mengapa kita sulit percaya pada jaminan rezeki, malah terjebak dalam konsumsi kompulsif jelang Lebaran.  

4. Antara Mencari Nemo dan Menemukan Makna: Opini 

Pasar Ramadhan-Lebaran adalah ujian spiritual. Jika Finding Nemo mengajarkan bahwa "laut yang sama yang menakutkan juga menyembuhkan". 

Maka Ramadhan mengajarkan bahwa "pasar yang sama yang menggoda juga bisa menjadi medan jihad melawan nafsu".

Solusi Kreatif: Khatimah dalam cerita akhirnya memilih "belanja bijak", hanya membeli kebutuhan, menyisihkan uang untuk sedekah. Ia menemukan "Nemo"-nya: kebahagiaan sejati bukan pada barang baru, tapi pada rasa cukup (qana'ah).

Bila dikaji dari perspektif behavioral economics dan tasawuf, paralel antara 'trust the current' pada Marlin dengan konsep 'tawakkal' dalam Islam. 

Tentunya akan menawarkan lensa unik untuk membaca fenomena konsumerisme religius, di mana kehilangan kepercayaan pada divine provision termanifestasi dalam konsumsi berlebihan. 

Epilog

Di kedalaman laut dan batin manusia, pelajaran yang sama mengalir, Marlin menemukan kebijaksanaan dalam menyerah pada arus, sebagaimana puasa mengajarkan kita merelakan kontrol. Pasar Ramadhan-Lebaran yang riuh hanyalah ujian sementara, seperti karang dalam cerita Nemo. Pada akhir perjalanan, yang tersisa hanyalah kesadaran, rezeki sejati adalah ketenangan hati yang percaya.

Komentar Naratif 

Di tengah hiruk-pikuk pasar yang ramai menjelang Lebaran Idul Fitri, Khatimah seorang gadis muda dengan baju muslimah berwarna pastel terlihat kebingungan. Dia berdiri di antara para pedagang yang sibuk menawarkan dagangan mereka, sementara lampu-lampu hias dan ornamen khas Lebaran bergelantungan di atasnya. 

Aroma kue kering, ketupat, dan berbagai hidangan khas memenuhi udara.

Namun, ada satu hal yang aneh di tengah keramaian ini, seekor ikan badut (mirip Nemo) tampak mengambang di udara di samping Khatimah, dengan ekspresi bingung dan sedikit panik. 

Bagaimana bisa ikan ini berada di sini, jauh dari lautan? 

Apakah ini hanya imajinasi Khatimah, atau ada sesuatu yang magis di pasar ini?

Sementara itu, orang-orang di sekitar mereka terlalu sibuk berbelanja untuk menyadari keanehan ini. Beberapa anak kecil tertawa melihat ikan itu, sementara seorang pedagang tua menatapnya dengan dahi berkerut.

Adegan ini menggambarkan percampuran antara realitas dan fantasi, di mana kesibukan dunia nyata bertemu dengan keajaiban yang tak terduga.

That's all from me today. See you in the next article! Thank you for stopping by.

Sulamadaha - Ternate,  26 Ramadhan 1446 Hijriah/ 26 Maret 2025.

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.

Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun