Saat Ngabuburit, Mampir TBM Jambu, Anak Desa Jambu Bikin Buku, Keren
Lahirnya Taman Baca
Meski gagasan telah lahir tidak lantas langsung terwujud. Banyak kendala yang dia alami. Mulai dari konsep, tempat, hingga pembiayaan untuk hal-hal teknis yang remeh-temeh. Tentu semua harus dipersiapkan dengan matang.
Dia tidak bisa bergerak sendiri, harus merangkul orang-orang Jambu yang minimal mau mendampingi dan membantu ala kadarnya. Sebab bekerja sendiri itu sangat berat dan melelahkan. Stres sudah pasti. Namun sayang sekali lagi dia terpaksa harus menanggung sendiri.
Dia belum berhasil mendapat teman yang bersedia membantu. Dia murung lagi. Kembali berpikir. Kembali bertanya dalam diri: apakah benar saya mampu?
Tuhan ternyata mendengar keluh kesahnya. Selang beberapa bulan – saat itu menginjak pertengahan 2008 – ketika dia sedang beranjang ke Jogja, ia sempatkan diri untuk mampir ke tempat om Muh dan mbak Yung; begitu dia memanggil Muhidin M. Dahlan dan istrinya Nurul Hidayah. Pasutri yang sibuk bergiat di Indonesia Buku. Sudah lama dia tak bersilaturahmi ke sana. Mereka terlibat obrolan hangat yang cukup panjang. Hingga akhirnya menyerempet pada hal buku dan taman baca.
Dia pun lantas menyeletuk, “Om, kapan nih bikin taman baca di Jambu?”
Tak disangka celetukan ditanggapi serius. Ternyata mereka sudah punya program untuk membuat basis buku di Kediri. Sebuah taman baca masyarakat yang bernama Gelaran Buku Jambu Kediri. Buku-buku dari para pezakat buku pun sudah terkumpul. Tinggal disalurkan. Hanya saja pada saat itu untuk Kediri secara teknis akan digarap setelah Gelaran Buku Pakis Pacitan diresmikan.
Kami juga membahas panjang lebar seperti apa format Gelaran Jambu kelak. Harapannya memang tak sekadar taman baca yang menyediakan akses bacaan gratis untuk warga kampung.
Karena bilamana keberadaannya hanya sebatas itu tentu tidak akan ‘hidup’. Butuh suatu yang beda. Sesuatu yang nyleneh bagi orang Jambu. Atau setidaknya kelak Gelaran Buku Jambu ini juga mampu sebagai wadah untuk berproses kreatif para anggotanya sehingga keberadaannya dilirik oleh warga Jambu sendiri.
Dan sesuatu yang nyleneh itu: anak Jambu menulis buku!