Rifan Eka Putra Nasution
Rifan Eka Putra Nasution Dokter

Dokter, Penulis, Pembicara Publik, dan Penikmat Kopi. Tulisan lainnya dapat dilihat di whitecoathunter.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Puasa dan Penyakit Asam Lambung: Antara Iman, Ilmu, dan Sakit Perut

23 Maret 2025   13:30 Diperbarui: 23 Maret 2025   16:28 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa dan Penyakit Asam Lambung: Antara Iman, Ilmu, dan Sakit Perut
Ilustrasi Sakit Perut (Sumber: Pixabay.com)

Yang sering jadi masalah itu bukan puasanya, tetapi kebiasaan makan kita. Coba jujur, seberapa sering kita buka puasa langsung seruput es teh manis? Berapa banyak yang berbuka dengan gorengan, makanan pedas, santan kental? Setelah itu perut terasa perih, lalu kita dengan santainya bilang, "Duh, puasa bikin sakit maag ku kambuh."

Lha, ini bukan salah puasanya, tetapi salah caranya berbuka.

Lambung yang sudah kosong seharian langsung dipaksa kerja keras dengan makanan yang tidak ramah. Minuman dingin bikin otot lambung kaget, makanan berlemak bikin pencernaan lebih lambat, dan makanan pedas makin memperparah iritasi lambung. Tidak heran kalau hasil akhirnya perut terasa nyeri, mulas, bahkan asam lambung naik ke tenggorokan. Pasien dengan penyakit asam lambung kalau mau tetap puasa, bisa tidak? Bisa, asal ada taktiknya.

Mulai dari berbuka dengan makanan yang lembut dan mudah dicerna, hindari makanan pemicu asam lambung, dan tetap jaga pola makan saat sahur. Obat-obatan juga bisa disesuaikan biar lambung tetap aman selama puasa. Namun, kalau sudah coba berbagai cara dan tetap tidak kuat? Ya sudah, jangan dipaksa.

Islam itu tidak kejam. Kalau kondisi kesehatan memang tidak memungkinkan, ada keringanan. Tidak perlu merasa kurang beriman hanya karena tidak bisa puasa. Allah SWT juga sudah jelas menyebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 184, bahwa "(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." Ibadah itu banyak bentuknya, bukan cuma menahan lapar dan haus. 

Ilustrasi Kurma (Sumber: Pixabay.com)
Ilustrasi Kurma (Sumber: Pixabay.com)

Masalahnya, tekanan sosial kadang lebih menyakitkan daripada sakit lambung itu sendiri. Ada yang tetap maksa puasa bukan karena mampu, tetapi karena takut dianggap kurang taat. Ada yang diam-diam minum obat di kamar mandi supaya tidak ketahuan orang. Ada juga yang akhirnya memilih tidak ke masjid supaya tidak perlu menjawab pertanyaan yang bikin hati tidak enak. Padahal, yang tahu kondisi tubuh kita ya diri kita sendiri. 

Saya menatap rekan kerja saya yang masih terlihat ragu. "Jadi menurut dokter, saya harus tetap coba puasa atau tidak?" tanyanya.

Saya tersenyum. "Dengerin tubuh sendiri. Kalau masih bisa diatur dengan pola makan yang lebih baik, boleh dicoba. Jangan lupa konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam terkait obat yang diminum selama puasa. Namun, kalau udah jelas-jelas bikin tambah sakit perut, ya jangan dipaksa! 

Dia tertawa kecil. "Jadi kalau saya tidak puasa, tidak dosa dok?"

"Yang dosa itu kalau tahu lambungnya tidak kuat puasa, tetap maksa puasa, terus malah bikin teman-teman di IGD pontang-panting sibuk untuk bantu mengobati sakit perutnya."

Kami tertawa bersama. Ramadan bukan cuma soal nahan lapar. Ini juga soal memahami diri sendiri, termasuk batasan tubuh kita. Puasa bukan sekadar ritual fisik. Ini perjalanan spiritual yang seharusnya membawa kedamaian, bukan penderitaan. Dan dalam perjalanan itu, setiap orang punya jalannya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Content Competition Selengkapnya

26 Mar 2025
SEDANG BERLANGSUNG

MYSTERY CHALLENGE

Instagram Reels
Reportase Kondisi Pasar Jelang Lebaran

blog competition  ramadan bercerita 2025  ramadan bercerita 2025 hari 24 
27 Mar 2025

Cerita Mudik

blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 25
28 Mar 2025

Suka Duka Menyiapkan Sajian Idul Fitri

blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 26
Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.

Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun