Agus Sutisna
Agus Sutisna Dosen

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Ramadhan Talks (10): Musik Religi, Spiritualitas, dan Tradisi Sufistik

26 Maret 2024   23:09 Diperbarui: 27 Maret 2024   08:38 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadhan Talks (10): Musik Religi, Spiritualitas, dan Tradisi Sufistik
bedug.net

Para Ulama berbeda pandangan mengenai hukum musik. Sebagian ada yang mengharamkan, baik dalam menciptakan, menyanyikan atau bahkan sekedar mendengarkan. Sebagian yang lain menghukumi musik sebagai mubah, sesuatu yang tidak dilarang tetapi juga tidak dianjurkan.

Tetapi ada satu hal yang disepakati bahwa musik termasuk dalam ranah ijtihadiyah. Yakni masalah dalam ranah ijtihad (f majl al-ijtihd), dalam arti tidak termasuk dalam kategori doktrin yang pasti, melainkan terbuka untuk penafsiran (interpretasi). Argumentasinya karena tidak ada nash yang secara qath'i (pasti) dan sharih (jelas) yang melarang musik. Baik di dalam Al Quran maupun Sunnah.

Dalam kumpulan shahih Imam Bukhari dan Imam Muslim bahkan diriwayatkan, suatu kali Abu Bakar Shiddiq 'alaihissalam masuk ke rumah Aisyah untuk menemui Nabi Muhammad. Ketika itu ada dua gadis di sisi Aisyah yang sedang menyanyi, lalu Abu Bakar menghardiknya dengan kasar seraya berkata: "Apakah pantas ada seruling setan di rumah Rasulullah?" Tetapi kemudian Rasulullah SAW menimpali dengan bijak, "Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari raya."

Diantara Ulama yang membolehkan musik adalah Imam Al Ghozaly penulis kitab tasawuf terkenal Ihya 'Ulumuddin dan Syaikh 'Abdurrahman Al Jaziri pengarang kitab Al-Fiqh 'al-Madzhib al-Arba'ah. 

 

Di dalam karya monumentalnya tersebut, Al Ghazaly memberikan apresiasi tinggi terhadap seni musik dan bernyanyi dengan mengatakan, bahwa "Orang yang jiwanya tak tergerak oleh semilir angin, bunga-bunga, dan suara seruling musim semi, adalah dia yang kehilangan jiwanya yang sulit terobati."

Musik dan Spiritualitas

Islam, sebagaimana halnya dengan agamana manapun di dunia, memiliki dua dimensi yang (seharusnya) saling melengkapi dan mengarahkan seorang muslim pada level keutuhannya dalam beragama. Yakni dimensi religiusitas atau dimensi lahir (eksoterisme) dan dimensi spiritualitas atau dimensi bathin (esoterisme).

Dimensi religiusitas dalam Islam berkenaan dengan doktrin-doktrin formal dan eksoteris yang bersumber dari wahyu Allah (Al Quran) dan Sunnah Nabi. Melaksanakan sholat, berhijab syar'i bagi perempuan, menunaikan zakat dan bersedekah, megamalkan ibadah puasa dan berhaji bagi yang berkemampuan adalah bentuk-bentuk religiusitas.

Sedangkan dimensi spiritualitas berhubungan dengan aspek-aspek esoteris yang tumbuh sebagai bentuk kesadaran eksklusif penghambaan pribadi seorang muslim kepada sang Adikodrati, Allah SWT. Dimensi esoterisme dalam Islam tumbuh setelah atau bersamaan dengan pengamalan aspek-aspek formal syariat dan kaidah-kaidah agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun