zaldy chan
zaldy chan Administrasi

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Jadikan Puasa "Perisai Diri" dari Amarah untuk Raih Kemenangan Ramadan

26 Mei 2019   23:59 Diperbarui: 27 Mei 2019   00:07 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jadikan Puasa "Perisai Diri" dari Amarah untuk Raih Kemenangan Ramadan
Illustrated by. pixabay.com

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulallah saw bersabda: "Orang yang kuat bukanlah ia yang pandai bergulat. Namun orang yang kuat adalah yang dapat menguasai dirinya ketika marah." (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609)."

Berpuasa, tak hanya menahan haus dan lapar. Tapi juga menahan diri dari hal yang membatalkan atau mengurangi nilai ibadah puasa kita. Salah satunya menahan amarah.

Namun, menahan amarah tak semudah ucapan, ya? Karena sebagai makhluk sosial, kita hidup bersama dan bekelompok serta bersosialisasi dan berkomunikasi. Dan bertemu dengan orang yang memiliki watak dan karakter berbeda, kan?

Nah, dalam berinteraksi dan bersosialisasi itu, tak semuanya menyenangkan, tah? Akan ada hal-hal yang membuat hati kita panas, jengkel dan sebagainya. Tapi, bisa saja penyebab amarah itu bisa dari hal yang receh atau remeh temeh, bisa juga hal-hal yang sulit untuk ditahan.

Namun, Bisa saja penyebab amarah itu tak hanya orang lain, tapi malah kita sendiri yang tanpa sadar, menjadi sebab yang menyulut kemarahan orang lain. Terus, bagaimana agar amarah tak mengganggu ibadah puasa kita?


"Puasa adalah perisai. Jika salah seorang dari kalian berpuasa, janganlah berkata kotor dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ia dicela oleh seseorang atau diajak berkelahi, maka hendaklah ia mengatakan 'Aku sedang puasa'. (H.R. al-Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151).

Dalam hadits ini, konsep menahan amarah itu adalah menahan diri. Dengan menjadikan Puasa sebagai perisai membela diri. Selalu mengingatkan kepada diri sendiri atau mengingatkan pada orang lain, bahwa kita berpuasa. Ini adalah alarm yang musti dipegang. Untuk menjaga diri dan menjaga hati dari amarah.

Pilihan sikap lain adalah dengan menahan diri dari banyak bicara. Rasulullah pun menyatakan' " Barang siapa yang beriman dengan Allah dan hari akhir, bicaralah yang baik-baik, atau lebih baik diam"

Banyak keuntungan untuk tak banyak bicara. Setidaknya tak memancing atau menyinggung orang-orang di sekitar. Atau jikapun musti bicara, setidaknya dipikirkan dulu hal-hal yang mau dibicarakan. Ada idiom orang barat "silent is gold" (diam itu emas). Atau ujar-ujar di Minangkabau, "banyak kecek, banyak sasek" (banyak bicara, banyak tersesat atau salah).

Yang paling aman, sebenarnya bisa juga pakai jurus "menghindar". Sedapat mungkin kita menjauh dari kondisi atau situasi yang menyulut amarah. Makna "menjauh" tak musti mengisolasi diri dari pergaulan selama ramadan. Susah dan aneh aja, ya? Misal, saat istirahat kantor, biasanya ngumpul dan ngobrol ngalur ngidul yang terkadang ada "bumbu-bumbu" yang menyulut emosi. Kabur aja, dari jamaah ngobrol itu ganti suasana lain.

Cara yang lain? Lakukan kegiatan-kegiatan yang membuat hati dan jiwa tenang. Agar pikiran pun terbawa aura positif. Hingga kita bisa sedekah senyum setiap saat pada semua orang saat berpuasa. Ingat, senyum adalah sedekah yang paling murah meriah.

Yups! Menahan amarah tentu tak gampang. Namun, itu merupakan salah satu ujian! Biar saat idul fitri nantu, tak hanya merayakan kemenangan karena genap satu bulan menahan lapar dan haus. Namun memenangkan diri dari amarah. Semoga kita semua bisa meraih kemenangan itu, ya? Amiin    

Curup, 26.05.2019

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun