Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Freelancer

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Beda Budaya, Beda Tradisi: Urgensi Kenakan Baju Baru di Hari Raya Idul Fitri

20 Maret 2024   15:04 Diperbarui: 20 Maret 2024   15:20 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beda Budaya, Beda Tradisi: Urgensi Kenakan Baju Baru di Hari Raya Idul Fitri
Baju lebaran sudah menjadi kebiasaan setiap momen Hari Raya Idul Fitri tiba | lustrasi gambar: freepik.com / freepik

Menggelar tahlil serta membaca yasin di sebelah makan kakek, nenek, buyut, dan segenap kerabat lain yang sudah almarhum. Secara tidak langsung dan tidak langsung, momen itu akan mempertemukan kami dengan para kerabat yang terhubung oleh ikatan keluarga dekat ataupun jauh.

Saling bertegur sapa. Berjabat tangan. Berpelukan. Dilanjut dengan doa bersama. Laksana mengajak serta keluarga di alam barzakh untuk turun merayakan lebaran bersama-sama.

Tidak ada aktivitas berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain. Cukup dari makam ke makam. Sehingga tidak terlalu penting untuk menyiapkan jamuan kue kering di meja ruang tamu atau minuman manis pendampingnya.

Lebih lanjut lagi, urgensi mengenakan baju baru menjadi jauh lebih berkurang ketimbang saat berada di lingkungan daerah asalku yang memegang tradisi berbeda.

Tapi, bagaimanapun, momen lebaran itu melampaui batas tradisi. Hari Raya Idul Fitri adalah hari kemenangan bagi siapapun dengan berbagai latar belakang tradisi dan budaya.

Jawa, Sunda, Madura, Batak, dan lain sebagainya boleh saja punya tradisi berbeda dalam menyambut lebaran. Namun, semuanya tetap bermuara pada momen merayakan kemenangan dengan cara yang terbaik. Menjadi manusia baru yang telah disucikan sebulan penuh pada bulan suci Ramadan.

Baju boleh baru boleh lama. Namun, kualitas pribadi harus mengalami kebaruan. Tradisi hanyalah bagian dari cara untuk menggapai itu. Sehingga tidak perlu dipermasalahkan perbedaannya, justru itu yang harus disyukuri. Karena dengan segala warna dari tradisi  itulah yang menjadikan momen lebaran kita lebih bernuansa.

 

 

Maturnuwun.

Agil Septiyan Habib Esais, dapat dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun