Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com
Cara Hemat Siapkan Bingkisan Lebaran
Kompasianer's, di desa saya ada tradisi turun temurun. Kalau lebaran, yang muda berkunjung ke yang tua. Sebagai bentuk penghormatan, sekaligus menjaga silaturahmi. Hal ini saya lihat dari ibu, berkunjung ke Pakde dan bude di hari pertema lebaran.
Berkunjung tidak dengan tangan hampa, biasanya dengan menenteng bawaan. Kalau masa sekarang, dikenal dengan hampers atau paket lebaran. Ibuk memiliki tiga kakak (dari garis ayah), otomatis menyiapkan empat bawaan. Belum lagi ke kakek dan nenek, baik dari garis ibu atau ayah.
Namanya orang desa, bawaannya tidak terlalu wah. Seingat saya, ibu membawa 2 kilogram gula ditambah teh atau kopi. Tapi kalau yang disiapkan (misal) sepuluh bingkisan, lumayan juga dana musti disiapkan.
Salut saya dengan ibu, sesusah apapun keadaan tetap menyiapkan bawaan. Ini yang membuat saya, semakin kagum dengan sikap ibu. Demikian pula adik adik ibu, datang ke ibu dengan bawaannya.
Kalau pihak yang muda, datang dengan tangan kosong. Biasanya ada saja yang berkomentar, "wong jowo kok ra njowo" (orang jawa tapi tidak njawani/ paham).
Bagi saya adat yang baik, tak ada salahnya dilanggengkan. Toh, hanya setahun sekali. Agar tidak merasa berat, bisa disiapkan dari jauh hari.
Kini generasi ibu, sebagian besar sudah sepuh. Ibu saya 77 tahun, menjadi orang yang dituakan di kampung. Ibu menjadi jujukan para tetangga, suasana rumah menjadi sedemikian semarak. Di lemari ibu, penuh dengan kue dan bahan makanan bawaan tamu.
Kami anak-anaknya, meneruskan kebiasaan lebaran. Saya anak bungsu, menyiapkan bawaan untuk ibu dan kakak-kakak di kampung. Termasuk untuk bulek (adik ibu), tinggal beberapa orang karena yang lain sudah berpulang.
Untuk kebiasaan ini, saya mencontoh sikap ibu. Sesempit apapun kondisi, tetap mengupayakan. Kalaupun (terpaksa) tak sanggup, saya menyiasati menggeser mudik di luar lebaran.