Ramadanku, Waisakmu, di Indonesia Kita
Dari kisah-kisah yang pernah kita dengar tentang kejayaan berbagai kerajaan di Nusantara, tentu ada banyak narasi yang berusaha menuturkan bagaimana relasi harmonis yang terjalin di antara beragam agama dan kepercayaan yang hidup dan berkembang di seluruh penjuru negeri.
Narasi-narasi itu dipenuhi kisah-kisah menarik yang dapat kita ceritakan kembali kepada siapa saja yang ingin mengenal kehidupan dan peradaban nenek moyang kita di masa silam. Pemahaman yang baik tentang sejarah peradaban di masa lalu, tidak hanya akan berhenti pada tujun "mengenal" saja; melainkan daripadanya kita dapat belajar dan menimba kebijaksanaan, untuk selanjutnya mewujudkan kehidupan bersama yang lebih baik.
Sekilas Jejak Peradaban Islam dan Buddha di Nusantara
Dalam tulisan yang dipaparkan Ali Romdhoni di halaman nusantarainstitute.com, disebutkan bahwa Raden Wijaya berhasil menggulingkan kekuasaan Raja Jayakatong dari Singasari pada tahun 1292 M.
Menurut penuturan Gus Dur seperti dikutip Dosen Universitas Wahid Hasyim Semarang ini, Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit di Hutan Tarik. Dalam beberapa kesempatan Gus Dur mengatakan, Hutan Tarik--- yang kemudian dibuka oleh Raden Wijaya, dan kelak menjadi kotaraja Majapahit---berasal dari kata thariqat (tarekat).
Artinya, wilayah Hutan Tarik sejak awal sudah didiami oleh sekelompok orang yang mengamalkan ajaran tarekat. Mungkin juga, Kerajaan Majapahit dibangun di atas landasan nilai-nilai sufistik yang bersumber dari ajaran tarekat. Bila benar demikian, sejak awal Kerajaan Majapahit sebenarnya telah menjalankan nilai-nilai keislaman. Bahkan dikisahkan pada abad ke-10 telah ada komunitas Muslim di Gresik, tidak jauh dari Desa Tarik (Hutan Tarik).
Pada abad yang sama, di Pulau Sumatera juga berdiri kerajaan Islam, yaitu Kesultanan Pasai (dikenal juga dengan Kerajaan Samudera Pasai) pada 1128 M dan Kesultanan Perlak pada 1161 M. Dua kesultanan Islam ini membawa pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan agama Islam di daratan Sumatera.
Sesuai dengan catatan sejarah yang dipaparkan historia.id, pada masa Kerajaan Majapahit disebutkan bahwa pemeluk agama Hindu, Buddha, Islam, dan Gramadewata (agama rakyat) hidup sangat rukun. Kendati pada masa itu Islam bukan agama resmi negara, namun bukti kehadirannya dapat kita saksikan pada pemakaman Islam kuno di Desa Tralaya, Trawulan, Mojokerto.
Sementara itu, menurut Babad Tanah Djawi, Babad Demak Pesisiran, dan Babad Pajang, diceritakan bahwa Raja Brawijaya V (raja terakhir Kerajaan Majapahit) juga memiliki istri perempuan Muslim yang merupakan puteri dari Kerajaan Campa.
Hal tersebut kemudian memicu kehadiran imigran asal Campa yang datang ke Majapahit. Menurut detik.com, diantara para imigran tersebut terdapat nama-nama ulama besar, diantaranya Raden Rahmat (Sunan Ampel), ayah Raden Rahmat (Makdum Brhaim Asmara), Raden Santri, Raden Ali Murtolo, dan Raden Burereh. Dari perjalanan sejarah inilah kemudian Islam berkembang dengan pesat di Pulau Jawa.