Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Full Time Blogger

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Kisah Toleransi Beragama di Keluarga Besar Saya

17 April 2022   22:59 Diperbarui: 17 April 2022   23:19 4909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Toleransi Beragama di Keluarga Besar Saya
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Terus terang saja, pada mulanya saya tak merasa kalau lahir dan besar di keluarga yang terbiasa mempraktikkan toleransi beragama. Mungkin karena sejak lahir sudah langsung berhadapan dengan perbedaan tersebut, jadi otomatis saja perilaku toleransinya. Tanpa banyak kata dan wacana.


Sebagian besar keluarga besar saya adalah pemeluk Islam. Menariknya, para pemeluk Islam ini ada yang "santri banget", ada pula yang cenderung abangan. Kebetulan saya lahir dari golongan yang cenderung abangan tersebut.


Adapun sebagian kecil lainnya adalah pemeluk Katolik yang taat. Bulik bahkan mengajar di sebuah sekolah yayasan Katolik. Kalau tidak salah, yang diampu ya mapel agama.


Insyaallah ingatan tersebut benar karena saya juga mendapatkan cerita bahwa dahulunya bulik hendak menjadi biarawati.  Namun, simbah putri tidak mengizinkan karena biarawati tidak boleh menikah. Sementara simbah ingin melihat anak perempuan satu-satunya menikah dan memberikan cucu kepadanya. Alhasil, bulik mengambil jalan tengah dengan menjadi guru agama. 

Perlu diketahui, simbah putri saya Alhamdulillah telah menunaikan ibadah haji. Berangkatnya bersama pakdhe dan budhe. Jadi kalau dipikir-pikir, keluarga besar saya memang sungguh beragam. 


Takaran sikap toleransi beragama kami pun tidak berlebihan. Pokoknya biasa saja.  Semua berjalan apa adanya tanpa perlu menghafalkan definisi apalah-apalah.


Demikian itulah latar belakang kehidupan keagamaan saya.  Kok ya kebetulan saya sempat berjodoh dengan seseorang yang juga berasal dari keluarga majemuk agama. Ya sudah. Berarti kian kompletlah pengalaman saya dalam menjalani toleransi beragama.


Ketika pada akhirnya saya berproses menjadi lebih santri, dalam arti mulai berusaha mendalami Islam secara kaffah, sikap toleransi antar umat beragama itu pun masih setia saya genggam.


Salam.

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun